"Jadilah diri sendiri untuk diri sendiri bukan orang lain, jangan pernah berubah hanya karna seseorang. Jangan meninggalkan banyak orang hanya karena kecewa dengan satu orang. Ingat masih ada yang ingin mendengar dan membaca segala keluh kesahmu dan apapaun tentangmu daripada datang kepemakamanmu."
————
Barra berusaha menyibukkan diri, selalu seperti itu ketika nama Liza lagi dan lagi mengganggu pikirannya.
Tok tok tok
"Masuk, " ucapnya, seseorang membuka perlahan ruangan pribadi Barra, dia sekarang sedang berada di yayasan Al-Azhar seperti biasanya.
"Kenapa bang?" tanya orang itu sopan, lalu duduk di kursi hadapan Barra yang terhalang oleh meja.
Laki-laki itu mengusap wajahnya pelan, hanya pada Fathan lah dirinya bisa bebas bercerita mengenai apapun tanpa malu.
"Bagaimana kuliahmu?" tanya Barra basa-basi, Fathan mengumbar senyumnya.
"Alhamdulillah, sebentar lagi saya skripsi." Masih ingat dengan Fathan 'kan? Pemuda itu terkenal pendiam, namun teliti dan penuh perhitungan dalam melakukan sesuatu, dia juga ramah dan murah senyum. "Lagi ada masalah bang?"
"Saya pusing memikirkan seorang mahasiswi, sudah menghindar dan menyibukkan diri juga tapi tetap saja kepikiran," ceritanya menatap pulpen yang sedang ia gerakkan.
Bang Barra pasti tahu apa yang harus dia lakukan, jadi Fathan hanya mendengarkan saja. Benar, Barra sudah berpuasa, sudah melaksanakan kewajiban dan sunnah, menjaga pandangan.
"Saya takut jika mencintai selain daripada Allah, tapi saya percaya jika jatuh cinta adalah karunia dariNya."
Cinta yang hakiki hanya layak diberikan kepada Allah SWT seperti yang tertera dalam firman Allah SWT dalam QS Ali Imran ayat 31 yang artinya :
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Setuju, Fathan benar-benar setuju. Jatuh cinta adalah karunia terindah dariNya. Laki-laki itu jadi teringat dengan seorang gadis yang menarik perhatiannya sejak beberapa bulan yang lalu. Sudut bibirnya pun sedikit melengkung.
"Tapi abang sudah mapan, kalo sudah siap untuk menikah lebih baik disegerakan. Daripada menimbulkan dosa nantinya karena terus memikirkan." Fathan mencoba memberikan solusinya.
"Saya merasa belum pantas, masih banyak yang harus diperbaiki dan dia sudah saya anggap sebagai adik sendiri."
"Adik atau adik," kata Fathan sedikit menggoda.
Barra terkekeh,
"Saya diamanahkan untuk menjaganya. Lagian, saya merasa dia bukanlah seseorang yang tepat untuk mendampingi hidup saya nanti." Barra menerawang, Liza jauh dari kriteria calon istri impiannya, mengingat kelakuan sahabat adiknya itu yang biasa saja bersentuhan fisik dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Baru belajar mengaji. Apa dia bisa memasak?"Jodoh tidak ada yang tahu, bagaimana jika itu terjadi atas seizin Allah bang? Yang awalnya tidak tepat, jadi tepat juga kan." Fathan berbicara, Ah semoga saja dirinya dijodohkan dengan gadis yang dia kagumi secara diam. Bukannya pengecut hanya saja belum waktunya untuk mengungkapkan. Fathan belajar banyak dari Bang Barra.
"Oh iya gimana ngajarnya tadi?" tanya Barra.
"Ya begitu bang, anak-anak cepat menghapal. Tadi kita belajar bahasa arab dan mengaji bersama."
Barra mengangguk, Fathan memang mengajar di Yayasannya. Di sinilah awal kedekatan mereka, tak menyangka juga jika mereka satu kampus yang mana Barra sebagai dosen sedangkan Fathan sebagai mahasiswa jurusan kedokteran. Mungkin, jika laki-laki itu sudah memulai skripsi atau bahkan koas. Intensitas mengajarnya juga akan berkurang di yayasan ini, karena kesibukkan di rumah sakit.
Berada di sini Fathan banyak belajar arti kebersamaan, lebih mendalami ilmu agama dan dia juga menyukai anak kecil. Daripada menghabiskan waktu secara sia-sia, mending dengan hal-hal yang bermanfaat 'kan.
***
"Zafran! Udah pegel nih. "
Zafran tertawa terpingkal-pingkal setelahnya, membuat Liza juga ikut tertawa. Ah dia senang sekali setidaknya Liza sudah sedikit lebih baik dari sebelumnya. Mereka kini berada di belakang halaman rumah Zafran, bermain kejar-kejaran, lempar-lemparan bola.
"Yaudah istirahat dulu," kata Zafran, Liza langsung duduk dipinggir tepian yang dia pikir bersih dengan kedua kaki yang diluruskan. Sedangkan laki-laki itu ikut duduk disebelahnya, dia membukakan Liza minuman, dan menyodorkan air mineral ke gadis tu.
"Gak ada air dingin ya?" tanyanya, dia butuh yang segar-segar.
Zafran meneguk minuman yang ada ditangannya. Kemudian mengangguk.
"Ada, di lemari es."Liza berdiri.
"Mau kemana?" tanya Zafran, mengikuti langkah kaki Liza.
"Ya mau minumlah."
Zafran hanya ber-oh ria. Liza beralih ke arah dapur, sedangkan laki-laki itu mendudukan dirinya di ruang keluarga, menyalakan televisi untuk memecahkan kesunyian di rumah mewah ini. Iya, dia sendirian. Mana mau tahu orang tuanya, kalau masih ada anak yang harus mereka beri perhatian. Kedua orang tuanya sudah berpisah sejak beberapa tahun lalu, berat baginya untuk memilih ingin tinggal dengan siapa. Dan akhirnya, ibunya yang dia pilih, tapi wanita karir itu enggan menetap di rumah, adiknya dibawa oleh ayahnya.
Biasanya juga ada bibi dan tukang kebunnya di rumah. Tapi sepasang suami istri itu sedang pulang kampung karena anaknya sedang sakit. Liza juga sering memasakannya ketika gadis itu bermain ke rumah ini. Zafran semakin enggan melepaskannya. Liza datang membawa sesuatu yang tidak dia rasakan lagi sejak lama, secercah harapan muncul dihatinya ketika mengetahui asal-usul gadis itu. Jika mereka sama-sama hancur, apa mereka bisa bersatu?
"Zaf? Kok melamun." Liza duduk disampingnya, ikut menikmati layar dihadapannya. Sebelum itu dia meletakkan minuman dan beberapa kue yang dia ambil dari kulkas milik laki-laki itu.
Zafran menatap lekat wajah Liza dari samping.
Apa mungkin bisa?
***
![](https://img.wattpad.com/cover/234520432-288-k806403.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Syurga Khaliza (Completed)
Teen Fiction[FOLLOW DULU BIAR BERKAH] Ini bukan kisah cinta suci nya Muhammad dan Khadijah, karena Khaliza tidak sesuci itu hingga bisa mendapatkan seseorang seperti kekasihnya Allah, Ya Rasulullah. Tetapi anggaplah Khaliza Nur Annisa yang baru menginjak umur...