Mencoba bertahan

85 43 5
                                    

"Dia yang selalu kau abaikan
Terus menunggumu untuk datang
Dia yang kau lupakan
Selalu ada untuk di ketuk pintunya
Kau tahu siapa?
Iya, Dia sang pemilik hati
Sampai hatikah kamu mencampakkan? Padahal tangan-Nya senantiasa terbuka lebar."

____

"Assalamualaikum warahmatullah," ucapnya seraya menoleh ke kanan, kemudian menoleh ke kiri. " Assalamualaikum warahmatullah." Dalam hati ia mengaminkan, kemudian tangannya mengadah sebatas dada.

"Ya Allah, ampunilah segala dosa Liza dan dosa kedua orangtua Liza, bahagiakanlah mereka terutama ibuk hamba. Sungguh, Liza menginginkan keluarga yang indah. Maafkan Liza, jika fokus hidup hamba selama ini hanyalah untuk mementingkan keinginanku---. " Gadis itu, Khaliza Nur Annisa. Merasa tercubit hatinya dengan ucapan Pak Barra tadi siang, apa benar bahwa dirinya berharga?

"--Dan bukan untuk memuliakanMu di tengah keadaan apapun yang Liza alami. kiranya kasih, kemurahan dan keadilanMu terlihat jelas melalui diriku hari ini. Ampuni aku Ya Allah, aku baru bisa merangkak. Jangan tinggalkan aku. Aamiin" ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Liza membuka mukenah yang dipakainya, melipat semuanya dengan rapi. Mengecek ponselnya, Liza tersenyum mendapatkan pesan dari seseorang.

Dia menghela napas berat ketika lagi dan lagi terdengar pertengkaran dari luar kamarnya. Rasanya dia ingin menghilang saja dalam radius ribuan kilo meter setiap saat-saat seperti ini. Liza tersentak kaget saat telinganya mendengar pecahan kaca, membuat gadis itu buru-buru keluar.

Rumahnya seperti kapal pecah selaras dengan penghuninya yang tak beradap. Dia menghampiri dan memeluk ibunya yang terduduk sambil menangis.

"Sudahlah, kalian memang gak guna," ucap Malik dengan wajah menahan emosi.

"Tolong, Mas gak mikir Liza gimana?" balas Ratna yang bercucuran air mata, Liza menahan tangisnya mati-matian. Dia mengelus pundak ibunya berharap bisa menguatkan, padahal hatinya juga terluka.

"Bodo amat, gak bisa ngasih apa-apa. Nyusahin aja. Kamu kira hidup ini gak butuh kerja keras, aku juga kerja capek-capek gak dihargain." Malik mengambil tas yang tergeletak di lantai, lalu di rangkul di bahunya. Membuat Ratna panik.

"Mas!!! mas!!" Ratna bergerak mencoba menggapai kaki sang suami, tapi tidak bisa. Malik pergi dengan gerutuan yang tak ada habisnya.

"Ibukk!!" Tak tahan, Liza juga sudah beruraian air mata, tidak bisa membendung betapa kuat ibunya menjalani hidup bersama laki-laki seperti itu.

Memeluk ibunya kuat-kuat.
"Udah buk, Liza sayang sama ibuk."

"Liza ayah kamu ....." Ratna menghapus air matanya yang terus mengalir, dan membalas pelukkan anaknya. "... Dia mau kawin lagi, maaf ibuk gak bisa nahan Ayah kamu."

Liza menggeleng.
"Nggak Buk, kenapa gak dari dulu aja di lepas sih. Jangan mikirin Liza, gakpapa Liza gak punya ayah."

"Kamu anak ibu 'kan?"

"Ibuk ngomong apasih, ya iyalah Liza anak ibuk," ucapnya dengan bibir bergetar.

"Jangan salah milih laki-laki ya, jatuhkan hati kamu dengan orang yang tepat. Tapi kamu harus yakin nak, kalo masih banyak laki-laki baik di luar sana yang beneran bisa ngasih kebahagiaan."

"Ibuk kenapa sih bisa nikah sama ayah."

"Maafin ibuk gak bisa ngasih ayah yang baik, ibuk terlalu buta sama cinta."

"Tapi buk Liza benci ayah!!"

"Jangan sayang, mau gimanapun juga dia ayah kamu." Ratna mencium puncak kepala anak satu-satunya.

" Kamu sama abangnya temen kamu aja, siapatuh namanya? Ibuk lupa," ucap Ratna sambil tertawa meski wajahnya masih terlihat goresan kesedihan.

Liza juga ikut terkekeh.
"Abangnya Hulya? Mana maulah buk, Liza juga gak tahu orangnya yang mana. Oh iya ibuk tahu dari mana?"

Ratna tersenyum.
"Dua hari yang lalu ibuk ketemu sama dia, orangnya sopan banget. Sekali lihat aja, ibuk tau kalo dia sosok yang luar biasa."

Liza mengangguk, melihat keceriaan Hulya saat bercerita tentang abangnya. Liza juga yakin kalau abangnya Hulya sosok yang diidam-idamkan.

"Ibuk, mau ke pasar malam?"

"Ah nggaklah, ibuk mau tidur aja."

Liza menggeleng, lalu memasang wajah memelas.
"Ayolah buk sekali-sekali kapan lagi bisa jalan-jalan sama ibuk gini, maafin Liza juga yang gak perhatian sama ibuk, Liza juga sering main di luar daripada di rumah nemenin ibuk."

Ratna tersenyum
"Gakpapa, wajar kok namanya juga remaja. Ayok, ibuk ganti baju dulu."

Dengan antusias, Liza bersorak senang.
"Yeeyyy, Liza sayang sama ibuk."

***

"Anak ibuk cantik banget sih." Ratna menggandeng tangan Liza sepanjang perjalanan menuju pasar malam hingga mereka sampai.

"Iyalah, kan anak ibu." Liza memandang penuh ketakjuban saat melihat kerlap-kerlip suasana pasar malam. Baru kali ini dirinya pergi ke sini, karena teman-temannya lebih terbiasa ngemall. Kecuali Hulya, gadis itu lebih betah di rumah daripada pergi keluar untuk sekedar ngumpul-ngumpul.

"Ayo buk, Liza mau nyoba naik yang besar ituloh." Liza menarik tangan Ratna dengan senyum lebar, membuat dirinya juga sama bahagianya. Ratna tersenyum miris, sudah berapa lama dia tidak melihat senyum kebahagiaan dari buah hatinya sendiri. Apa mempertahankan rumah tangganya adalah pilihan yang salah? Tapi Ratna khawatir jika Liza tak mempunyai seorang ayah.

"Ibuk." Panggilan itu membuat dirinya tersentak. Ratna menatap putrinya sayang.

"Ibuk jangan banyak pikiran. " Liza tersenyum. "Ayo malam ini kita have fun."

Malam ini mereka melupakan kesedihan yang beberapa waktu lalu dialami. Dua perempuan berbeda umur itu mencoba permainan pasar malam satu persatu dengan di selingi tawa dan candaan.

Mereka menikmati kebersamaan yang sudah lama tak dirasakan. Ratna merasa selama ini tidak becus menjadi seorang ibu untuk Khaliza. Ratna menyesal sudah menyiakan waktu sekian lamanya untuk melihat raut kebahagiaan dari wajah anaknya, Ratna menyesal baru hari ini mereka bisa bersenang-senang bersama. Ratna menyesal tidak bisa menjadi faktor tumbuh berkembangnya seorang Liza. Karena waktu tak mungkin kembali pada masa lalu. Ratna hanya berharap, putri kecilnya yang dulu dia abaikan, mulai saat ini hingga ke depan bisa menciptakan dunianya sendiri dan kebahagiaan selalu mengiringinya.

Dan semoga anak satu-satunya ini tidak pernah merasakan pahitnya rumah tangga yang dia jalani, semoga nasib Liza tidak sepertinya.

Jangan sampai, hanya itu permintaannya.


***

Jazakallahu Khoiron:))

Jangan lupa baca Surah Al-Kahfi🌹

Pangeran Syurga Khaliza (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang