Istana nya Hulya

196 94 30
                                    

Rumah adalah syurga ku. Nyatanya, rumah adalah neraka ku.

-Khaliza Nur Annisa

Emangsih bukan pertama kalinya Liza bermain atau hanya sekedar mampir dirumah Hulya, tapi masih saja hatinya terasa iri. Keluarga yang harmonis, Mama papa nya yang sangat jelas sayang kepada Hulya, kemewahan yang ada bahkan tak melunturkan kebaikkan dari keluarga ini. Sungguh, ini adalah keluarga impian bagi Liza.

Liza sudah berbaring nyaman di ranjang empuk milik Hulya, memainkan ponselnya sambil menunggu Hulya selesai dari kamar mandi. Apalagi kalau bukan berbalas-balasan pesan absurb dengan Zafran, pacarnya.

"Za kalo laper ambil aja sendiri dibelakang kek biasa," kata Hulya lalu ikut duduk di dekat Liza sambil merapikan rambutnya yang agak sedikit ikal.

"Eh Yaa, selama gue main atau bahkan nginep disini. Kok gue gak pernah ngeliat abang lo ya, " ucap Liza keheranan menatap Hulya.

"Iya dia kerjaannya dikamar doang, kadang kita-kita yang nyamperin dia sangking sibuknya berkutat sama laptop. Terus dia juga sering nginep di panti," jelas Hulya, ikut berbaring.

"Panti?" tanya Liza karena dia baru tau, pemikiran-pemikiran lain pun muncul didalam kepalanya.

"Dia buat yayasan sendiri untuk anak yatim piatu, dan dia juga kadang bantu ngajar disitu," jelas Hulya lagi memusnakan pemikiran Liza yang tidak-tidak.

Liza kemudian hanya ber oh ria.

"Yaa, minjam duit lagi dong," pinta Liza dengan wajah ingin dikasihani.

"Untuk apa lagi Za." Hulya menyipitkan matanya memasang tampang menyelidik.
"Jangan-jangan."

"Apapun yang lo pikirin, nggak bener Yaa. Gue butuh banget pliiiss," kata Liza dengan kepala yang udah puyeng.

"Kalo gak, gini aja deh. Lo ada kerjaan gak? Gue mau dong, lagi buntu banget nih," sambung Liza.

"Cerita Za, kamu tertutup banget sama aku. Kita udah sahabatan berapa lama sih. aku ngerasa gak dianggep tau nggak." Hulya cemberut membuatnya tampak lucu.

Liza mencubit pipi Hulya gemas. Hingga Hulya jadi kesal sendiri.
"Yaa, hem.." Liza menggaruk pipinya, apa sekarang sudah waktunya untuk dia jujur kepada Hulya tentang masalahnya.

"Lagian Zaa, nggak biasa aja kamu minjam uang berturut-turut tahun ini. Biasanya juga sesekali. "

"Lo perhitungan Yaa. "

"Nggak Za, untuk kamu apasih yang nggak. Cuma aku takut ketahuan sama Abi kalo uang tabungan aku bekurang gitu."

Pikir Liza, iya juga sih.
"Maaf ya Yaa nyusahin lo, gue janji kok bakal ganti, serius. Tapi gak bisa sekarang."

Hulya mengangguk.
"Berapa kali ini?"

Otak Liza melanglang buana. Kalo dia minjem uang lagi otomatis hutangnya bertambah. Gak enak juga sama Hulya. Lagian minggu kemarin dia juga udah minjam sama Zafran. Liza menghela napas keras.

Lalu menggelengkan kepalanya lemah.

"Gak jadi deh Yaa."

Hulya tersenyum menenangkan.
"Lizaa kayak sama siapa aja deh, kamu tuh udah aku anggap kayak kakak sendiri. "

Panggil aja umi, sahabatnya Hulya berarti anaknya umi sama abi juga

Anggap aja rumah sendiri zaa

Kayak sama siapa aja deh, kamu tuh udah aku anggap kayak kakak sendiri

Ucapan Umi nya Hulya, dan ucapan Hulya berulang-ulang memutar di kepala Liza. Betapa senangnya dia, dan terharu padahal Liza sering merepotkan mereka. Liza bertekat suatu saat dia akan membalas budi kepada keluarga ini, meskipun balasan Liza gak seberapa. Kakak harus mencontohkan yang baik kan pada adik nya, seharusnya begitu. Tapi disini malah Hulya yang sering menasihatinya.

Hulya hanya mengusap punggung Liza ketika Liza memeluknya sambil menangis tersedu-sedu dan cerita pun mengalir dari bibir Liza yang membuat Hulya sedih sekaligus prihatin.

Betapa beruntungnya seorang Liza bertemu dengan Hulya.

Pangeran Syurga Khaliza (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang