Subhanallah, merdu banget.

116 63 45
                                    

|SELAMAT MEMBACA|

____

Belum pernah aku berurusan dengan sesuatu yang lebih sulit daripada jiwaku sendiri, yang terkadang membantuku, dan terkadang menentangku.[ Imam Al- Ghazali]

***

Angin berhembus perlahan, cuaca yang cerah menemani Alin yang bersandar santai dibawah pohon besar. Gadis itu sangat fokus pada apa yang ada ditangannya, Iqro'. Membacanya dengan suara yang lirih.

"Ma alhamdi, biilhamdi, lakalhamdu, walasri, wal--fajri, b-bilfati hati. " Liza terus berusaha membacanya perlahan bahkan dirumah pun dia selalu membaca. Mungkin kegiatan membacanya harus lebih rutin lagi karena ada buku tambahan dari pak dosen yang harus dia selesaikan dengan sebaik mungkin.

Suasana seperti mendukung kegiatannya, hati Liza pun merasakan ketenangan yang sebelumnya tak pernah ia rasakan. Membuatnya ingin dan lebih mempelajari tentang ini. Terkadang ia iri dengan sahabatnya sendiri, ingin menjadi seperti Hulya, ingin memilikki keluarga seperti keluarganya Hulya, ingin memiliki sifat seperti Hulya, seandainya dia yang menjadi Hulya. Kehidupannya pasti sebahagia itu, namun pemikiran itu langsung ditepisnya. Liza harusnya bersyukur.

"Walhaq---." Tubuh Liza tersentak kaget saat buku bacaannya secara paksa diambil oleh orang lain, sontak dia mendongakkan kepalanya melihat dalang yang membuat dirinya terkejut.

"Wah wahhh, lo baru belajar beginian sekarang?"  kata Sisil, teman satu prodi dengannya. Liza merasakan dirinya sangat rendah ketika harus berhadapan dengan Sisil yang berdiri, jadi dengan segera dia menegakkan tubuhnya. Terlihat sekali perbedaan tinggi mereka, tubuh Sisil cenderung lebih kecil dan pendek dibandingkan tubuh Liza yang lebih tinggi. Sayangnya, Sisil tidak hanya sendirian dia membawa satu teman yang setia berada disebelahnya.

"Gak usah ganggu, gue lagi gak pengen nyari ribut!" ucap Liza mencoba meraih buku bacaannya, tapi langsung dipindahkan kepada Seli, temannya.

"Gak malu apa? Udah gede tapi masih baca itu," ejek Seli. "Gue aja udah khatam Al-Qur'an, gak malu lo sama anak kecil yang udah hafidz?"  Sisil dan Seli sontak tertawa, Liza sangat malu karena mereka berbicara seakan berteriak membuat dirinya sekarang malah menjadi fokus perhatian orang-orang yang ada disana.

Liza hanya terdiam, dia tak bisa mengelak atau memberikan kata-kata perlawanan. Memang begitu faktanya, dia bisa apa.

"Lo islam gak sih? Tapi seakan-akan lo kayak gak pernah diajarin itu?" Rasanya senang sekali melihat Liza yang mati kutu tak bisa melawannya.
Bisik-bisik pun mulai terdengar merendahkannya. Liza merasa sangat kecil di hadapan mereka, dengan cepat dia berusaha meraih kembali bacaan Iqro'itu tapi lagi-lagi Sisil dan Seli mempermainkannya.

Hingga seseorang menghentikan aktivitas mereka, karena buku Iqro' tersebut sudah berpindah tangan. Bisik-bisikpun langsung berhenti seketika. Liza yang melihat itu ingin pergi, namun langkahnya tertahan ketika--.

"Tunggu, kamu ingin meninggalkan buku-buku yang saya kasih?" Matanya menatap tajam ke arah Liza dan beralih ke dua orang yang akan mendapatkan ceramahnya hari ini.

"Kalian tahu kesalahan kalian di mana? Emang apa salahnya kalau Liza baru belajar membaca Iqro'? Malah sangat bagus karena Allah sangat menganjurkan manusia untuk membaca. Bagaimana penilaian seorang muallaf jika melihat seorang muslim tidak menghargai kaumnya sendiri. Kita disini sama-sama belajar, dukung orang lain yang ingin mempelajari islam bukan malah menghinanya."

Menghela napas sebentar, Barra kembali melanjutkan. "Kamu mungkin sudah pernah khatam, tapi siapa taukah orang yang kamu rendahkan bisa lebih dari kamu suatu saat nanti. Diatas langit masih ada langit jadi jangan sombong." Barra menjelaskan kepada mereka perlahan agar mengerti, dia sangat kecewa dengan mahasiswinya yang seperti ini. Seli dan Sisil hanya bisa menunduk dalam.

Hulya yang baru datang pun bingung dengan keadaan yang terjadi, dengan cepat dia menghampiri Liza sesekali melihat Barra yang masih dengan ceramahnya hari ini. Liza hanya memeluk bukunya erat-erat, sebenarnya dia ingin menghilang saja saat ini, ataupun mengubur dirinya sendiri agar tak menjadi pusat perhatian. Sebentar lagi gosip pasti beredar, karena seorang dosen yang membela mahasiswinya. Soalnya Pak Barra tak pernah mengurusi urusan orang lain sebegininya.

"Za kenapa?" tanya Hulya berbisik.

"Nanti gue ceritain, " ucap Liza malas-malasan. Mereka berdua kembali menatap ke arah Pak Barra dengan seksama.

"Allah Ta’ala juga melarang kita dari perbuatan saling mengolok-olok. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (maksudnya, janganlah kamu mencela orang lain). Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah (penggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11)."

Dalam hati Liza benar-benar takjub.
"Subhanallah, merdu bangett dan----adem," gumamnya pelan.

***

Assalamualaikum para readers, mohon dukungan, kritik dan sarannya ya. Cerita bukan bermaksud untuk menggurui tetapi semoga ada pelajaran yang bisa diambil.

Duhh gimana nih perasaan Liza dibelain sama pangerannya? Wkwk. Kirain aku Hulya loh yang bantuin eh malah Pak Barra. Author juga mau kalo begitu mah!!

Pangeran Syurga Khaliza (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang