Innalillahi

103 54 5
                                    

"Jodoh datang sendiri walaupun kita tak cari. Begitupun dengan ajal, meskipun kita lari. "

***

Liza masih memanggil ibunya sambil berteriak, sedangkan Barra mendekat. Tak tega rasanya melihat kesedihan gadis itu menjadi-jadi, tapi informasi ini memang harus segera dia sampaikan. Menghela napas pelan, Barra berbisik pelan kepada Hulya yang membuat adiknya itu membekap mulutnya sendiri.

"Za lihat saya," ucap Barra dengan sungguh menatap mata Liza.

"ZA." Gadis itu tersentak, matanya yang sembab dipaksa untuk menatap bola mata jernih milik laki-laki itu.

"Innalillahi wa inailaihi rojiun, Bu Ratna tidak bisa diselamatkan Za," sambung Barra menahan gejolak perih di hatinya. Apalagi mendapatkan reaksi seperti ini, membuatnya semakin bersalah.

"APA? BOHONG!! GAK MUNGKIN IBUK NINGGALIN LIZA SENDIRI." Liza mendorong Barra hingga laki-laki yang semulanya berjongkok itu, jatuh terduduk.

"LIZA MAU MASUK, MAU NEMUIN IBUK. IBU JANGAN TINGGALIN LIZA, LIZA CUMA PUNYA IBUK. LIZA JANJI BAKAL SUKSES. IBUK ...." teriak Liza berderaian air mata. Barra mengusap hidungnya berkali-kali, sedangkan Hulya tak bisa berkata-kata lagi, dia masih memeluk sahabatnya berusaha menguatkan meskipun air matanya ikut luruh. Berusaha menahan tenaga Liza yang sibuk meronta-ronta.

"Ibuk ... hiks. " Liza menatap nanar pada rumahnya yang sudah tak berbentuk lagi, matanya sudah mengabur akibat genangan air yang terus keluar dari matanya, tanpa sekalipun ingin dia hapus.

Barra memikirkan obrolannya dengan Bu Ratna saat masih berada di pasar malam.

"Nak," ucap Ratna sambil tersenyum.

"Iya, bu?"

"Ibu punya permintaan bahkan permohonan, sebelumnya maaf kalau ini memberatkanmu. Jujur, Ibu gak punya siapa-siapa lagi untuk menitipkan anak ibu satu-satunya itu." Ratna mengatakannya dengan sendu.

Barra sangat bingung, sehingga ia bertanya.
"Maaf, maksudnya bu?"

"Tolong jaga Liza dengan baik, cuma dia harta yang ibuk punya. Pastikan dia selalu bahagia." Barra hanya mendengarkan tanpa berniat bertanya lagi, walaupun tanda tanya masih ada dalam kepalanya. "Ibu tau dia sudah dewasa, tapi dia masih perlu banyak arahan. Ibu juga berterimakasih sekali, semenjak dia mengenal Hulya dan keluarga Radeya. Dia menjadi lebih baik, ibu bahkan diam-diam mengintip dia setiap selesai sholat." Ratna tersenyum, seolah-olah dia sedang membayangkan sesuatu.

"Ibu merasa berdosa, gak bisa jadi orang tua yang baik untuk Liza." Setetes air mata jatuh, yang buru-buru diusap oleh tangan ringkih Ratna sendiri.

"Jaga dia ya, bimbing Liza menjadi lebih baik lagi dan pastikan putri kesayangan ibuk itu mendapatkan laki-laki yang baik, laki-laki yang benar-benar tulus dan memperlakukannya dengan baik. Tapi nak Barra, ibu terharu ketika Liza menyebut namamu dalam doanya. Ibu diam-diam mengaminkannya. Meskipun, di dalam doanya itu dia terlalu memuji kamu." Ratna sedikit terkekeh.

Barra memejamkan matanya sesaat, ketika lagi-lagi ada yang mengganjal di hatinya. Ada rasa senang, sekaligus gelisah.

"Maafkan cara dia yang salah, ibu berharap sekali kalau kamulah jodoh Liza. Walaupun anak ibu itu tidak pantas, tolong jadikan dia pantas untuk berada di samping nak Barra ya." Setiap kata yang dikeluarkan oleh Ratna, penuh dengan pengharapan.

Barra mengangguk.
"Barra akan berusaha menjaga Liza dengan baik, sebisa mungkin Barra membimbingnya dan memastikan dia mendapat laki-laki yang baik. Barra akan menganggap Liza sebagai adik Barra sendiri seperti Barra menyayangi Hulya. Tapi maaf, untuk permintaan yang terakhir Barra gak janji ya bu, mohon maaf sekali," ucap laki-laki itu tak enak hati.

Pangeran Syurga Khaliza (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang