Sisi seorang Zafran

104 54 4
                                    


"Jauh lebih baik kehilangan sesuatu untuk Tuhan daripada kehilangan Tuhan untuk mendapatkan sesuatu."

———

Seseorang melempar benda berupa pemantik dan ditangkap dengan tepat oleh si pemiliknya, Zafran menghidupkan rokok di sela-sela bibir , menyelipkan juga diantara jari telunjuk dan tengah.

"Apa sih gunanya pacaran dengan Liza?" tanya Doni, salah satu teman tongkrongannya. Mereka sekarang berada di warung Pak Umar, yang terletak di pertigaan kampus. Zafran menaikkan kakinya ke atas meja, melirik malas ke arah temannya itu.

"Ya pacaranlah." Kepulan asap mengudara, akibat hembusan yang keluar dari bibir laki-laki itu. Doni memutar kedua bola matanya.

"Gak dapet apa-apa juga 'kan? Aturannya lo manfaatin dia gblk!" Doni berdiri karena teman-temannya yang lain berdatangan, saling bertos ria ala laki-laki.

"Ngapain kalian? Bagi wey." Salah satu dari mereka mencomot makanan yang sedang hangat-hangatnya di atas meja, pisang goreng. Zafran membanting sebungkus rokok, dan tersenyum melihat mereka yang berebutan.

"Gue terlanjur sayang," jawab Zafran, membuat yang lainnya bingung.

Doni terkekeh.
"Sayang? Tapi kelakuan lo gak mencerminkan." Cowok itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

Zafran mengangguk.
"Sebrengsek-brengseknya gue, gue gak bakal nyakitin cewe yang gue sayang." Laki-laki itu berdiri.

"Tapi sadar gak sih lo? Kalau Liza bisa cari yang lain, bukan sama lo yang hancur. Bebasin Zaf."

Zafran terkekeh hambar.
"Nggak, kita sama-sama hancur."

"Dia gak serius sama lo."

Zafran menoleh, menatap Doni dengan tajam.

"Lalu gimana yang lainnya? Ah bukan, kesalahan lo?"

Zafran mengerti, namun tetap tak menghiraukan. Dia langsung melenggang pergi. Melihat kepergian sohibnya, Doni menghela napas. Bukannya tidak mendukung. Tapi, dia sudah mengenal Zafran sedari SMA. Doni membiarkan, dia pikir laki-laki itu bisa berubah tapi malah  menjadi karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

Zafran kembali ke gedung Fakultas ekonomi dan bisnis, satu nama yang ada di kepalanya sekarang. Khaliza. Melihat isi pesannya yang sama sekali tak terbalas, laki-laki itu mengerang frustasi. Dia sudah menyusuri koridor lantai satu dan dua, sudah mengecek ke kelas ekonomi. Baru ingin melangkah lagi, tangannya tiba-tiba ditarik membuat Zafran menoleh. Namun, kecupan di pipilah yang didapatnya.

"Ck, gue lagi sibuk Seli!"

"Sisil Zaf!!" Mendengar nama itu disebut, laki-laki itu sepenuhnya menatap wajah cewek itu.

"Di mana?" tanya Zafran, setelah mendapat jawaban. Dia langsung berlari ke arah toilet, dan tanpa permisi masuk ke dalam toilet perempuan. Tatapannya langsung tertuju di satu objek yang sedang berhadapan di depan cermin dengan wajah yang berantakkan. Seli hanya mengekori dari belakang.

"Udah makan tadi?" Zafran memijat tengkuk gadis itu pelan, tangan satunya lagi merapikan anakkan rambut gadis itu yang keluar dari kuncirnya.

"Udah tapi keluar lagi," kata Sisil lemah. Laki-laki itu mengangguk lalu menatap ke arah Seli, teman gadis itu.

"Bawa Sisil ke Unit Kesehatan dulu, gue ada urusan. Nanti sekalian gue beliin makanan," ucap Zafran.

"Zaf?" panggil Sisil, membuat cowok itu mengunci pandangannya tepat ke manik mata lalu tersenyum hangat.

"Bentar aja yah."

"Liza lagi?"

Zafran mengelus rambut Seli.
"Iya, ada yang harus diselesain."

Pangeran Syurga Khaliza (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang