Jangan lupa vote dan komen, ya!
Engga aku cek ulang, maklumi ya kalo banyak typo. Aku harap kalian suka sama cerita ini <3Happy reading🌊
***
Seperti yang Berlin katakan tempo hari, SMA Mentari akan mengadakan pentas seni minggu depan. Dan kini sudah berjalan tiga hari sejak Berlin berkata seperti itu. Itu artinya tepat dihari sabtu pentas seni itu akan diadakan.
Sudah hal lumrah jika menjelang acara semua akan sibuk. Termasuk OSIS yang sedari tadi berkeliling memasuki ruang kelas satu persatu mulai dari kelas X hingga kelas XII. Mereka memberikan pengumuman serta memberikan tawaran agar masing-masing kelas memberikan perwakilan untuk ikut memeriahkan acara tersebut.
Kelas XII IPA 2 sudah riuh seperti pasar yang mendadak banyak diskonan. Suara mereka saling menyahut membuat kepala pusing dan telinga berdengung pengang. Bram-- sebagai ketua kelas sudah ada di depan. Dia terlihat menulis pilihan penampilan yang terdapat dalam pentas seni nanti.
"Gue kasi kalian kesempatan buat ngajuin diri." Kata Bram menyita perhatian membuat pikuk riuh itu tidak lagi terdengar.
"Kira-kira kita mau apa dulu nih, Bram? Kalo banyak gitu, ntar jadi belah. Mending ditentuin dulu," ucap Siska yang duduk dipaling depan barisan dekat meja guru.
Bram mengangguk setuju.
"Oke, kalo gitu. Kita vote sekarang ya. Yang milih nampilin dance angkat tangan!" suara Bram kembali mengintrupsi seisi kelas. Terlihat hanya beberapa yang mengangkat tangannya.
Bram pun melanjutkan. "Yang milih nampilin sesuatu berhubungan sama musik?" Angkatan tangan kali ini lebih banyak dari sebelumnya.
Dan sampai selanjutnya, angkatan tangan semakin jarang terlihat. Bram melihat hasil vote pada papan tulis. "Jadi gue simpulin kelas kita ngajuin buat ikut nampilin musik di pentas seni nanti."
Suara riuh tepuk tangan menggema pada ruang kelas itu. Berbeda dengan yang lain yang tampak senang menyambut pentas seni, Zidni terlihat tak acuh. Ia tidak terlalu senang datang ke acara seperti itu. Tapi karena ini acara sekolah pasti seluruh siswa diwajibkan datang, membuat Zidni mendengus pelan.
"Ada ide?" Pandangan Bram mengedar pada isi kelas.
"Bram, gimana kalo kita nampilin tiga orang. Yang nyanyi dua orang, yang satu main alat musik." Dinna menyahut memberi usul.
"Gimana, kalian setuju sama usulan Dinna?" tanya Bram yang mendapat anggukan kepala dari teman sekelasnya. "Sekarang tinggal cari siapa yang bakalan tampil. Mau asal tunjuk atau ajuin diri?"
"Tunjuk ajalah, Bram!"
"Jangan tunjuk Bram, gimana kalo dia gak bisa nyanyi?"
"Ish jangan ditunjuk, ntar kalo yang kena gue bisa roboh panggung."
"Kalo ngajuin diri gak bakalan ada yang mau."
"Jadi gimana?" tanya Bram setelah mendengar usulan dari yang lain. Dia diam sebentar untuk berpikir. Dan akhirnya keputusannya jatuh pada. "Gue tunjuk orangnya, kalian kasi pendapat setuju atau enggaknya, ya?"
"IYAAA!"
"Din, lo jadi yang nyanyi ya?" tanya Bram tepat pada Dinna yang sedang melotot padanya.
"Ih, engga mau! Bram, suara gue gak bagus. Mending Aina aja tuh," tunjuk Dinna pada gadis yang tepat duduk disamping Zidni. Mempuat tatapan mereka fokus pada meja Aina dan Zidni sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
OCCASION
Teen Fiction[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Bagi Zidni, Gavan itu sebuah teka-teki yang penuh dengan misteri. Rubik membingungkan yang tidak punya titik temu untuk diselesaikan. Seperti menyatukan kepingan puzzle yang runyam. Sedangkan bagi Gavan, Zidni i...