16. Pertengkaran

84 22 2
                                    

"Tadi gue ketemu orang mirip banget sama--" ucapan Zidni terpotong saat Gavan menoleh dengan tatapan tajam.

Setelah Zidni masuk ke dalam mobil, Gavan hanya diam saja. Zidni tahu Gavan tidak biasa memulai obrolan namun entah mengapa Gavan terlihat berbeda. Cowok itu terlihat dingin.

"Siapa dia?" tanya Gavan sengit. Tatapannya masih fokus ke depan. Tidak bisa ditutupi memang bahwa Gavan sedang mengkhawatirkan sesuatu membuatnya merasa ada gejolak marah dibalik dadanya.

Zidni menoleh singkat. "Namanya Garry. Tadi dia engga sengaja nabrak gue."

Bibir Gavan menipis. "Apa lagi yang dia bilang sama lo?"

"Dia engga bilang apa-apa selain maaf dan nanya nama," jelas Zidni dengan senyuman tipis yang menghias bibirnya. "Oh iya, dia sempet minta nomor telfon gue tapi engga sempet gue kasih karena lo udah keburu dateng."

Gavan melirik sinis pada Zidni.
"Seneng lo?"

Zidni tersentak mendengar penuturan Gavan. Cowok itu terlihat marah. Entah apa yang sudah ia lakukan sehingga Gavan bisa semarah ini. Seingat Zidni, ia tidak melakukan kesalahan apa pun.

"Gue seneng karena punya temen baru," cicit Zidni.

Rahang Gavan mengeras. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang marah saat ini. Tatapannya benar-benar menyeramkan membuat Zidni tidak berani menoleh pada Gavan.

"Jangan pernah kasih nomor lo ke dia. Kalau lo ketemu sama dia, lo langsung ngehindar dan pergi jauh dari dia," ucap Gavan seperti memerintah.

"Tapi kenapa? Lo engga berhak ngelarang gue buat berteman sama siapa pun, Gavan."

Gavan memukul stir kuat. Zidni menoleh dengan tangan yang menutup mulutnya. Ia sungguh terkejut dengan sikap Gavan yang kasar seperti ini. Jantungnya bagaikan drum yang dipukul kencang berulang kali. Matanya berkedip tidak percaya.

"LO TINGGAL IKUTIN YANG GUE MINTA EMANGNYA SUSAH?!" ucap Gavan, membentak.

"Apa emang lo aja yang ganjen. Mau deket-deket dia?!" ucap Gavan dengan suara yang tinggi. Membuat Zidni kembali terkejut. Gavan yang sedang bersamanya ini seperti sosok yang berbeda.

"Lo bener-bener egois!" ucap Zidni, kecewa.

"Kalau gue egois, gue gak akan perduliin lo." Gavan menggeram.

"Garry kayaknya orang baik kenapa lo ngelarang gue buat berteman sama dia?" suara Zidni memelan. Matanya berkaca-kaca.

"GAK USAH BANYAK TANYA! IKUTIN AJA YANG GUE BILANG! NGERTI GAK LO?!" Gavan kembali membentaknya. Mata cowok itu berkilat marah. Giginya yang rapi saling beradu terdengar nyaring membuat Zidni semakin merasa terpojokkan.

Kecepatan mobil bertambah melewati batas rata-rata. Gavan mengendarai mobil dengan ugal-ugalan. Membuat Zidni harus menahan tubuhnya agar tetap seimbang. Mereka bahkan bisa saja celaka jika Gavan terus mengendarai mobil tidak benar seperti ini.

Zidni memejamkan matanya. Selama ini ia tidak pernah melihat Gavan semarah ini. Bahkan saat bertengkar dengan Jeremy pun Gavan tidak seperti ini. Ada apa sebenarnya? Mengapa Gavan bisa marah besar hanya karena hal sepele?

"Gavan," seru Zidni menoleh.

Gavan tersenyum miring menatapnya. Tak lama terdengar suara tawa menyeramkan berasal dari Gavan membuat bulu kuduk Zidni seketika meremang.

"Kenapa? Lo takut, hm?"

"G-Gavan please stop," pinta Zidni yang sudah berurai air mata. Tatapannya semakin melemah sekarang. Badannya menggigil. Tapi Gavan tidak memperdulikan itu, Gavan malah kembali menaikan kecepatan kendaraanya.

OCCASION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang