Bulan sudah merenggut matahari dari langit. Menyuguhi malam yang dipenuhi oleh bintang. Semilir angin yang berhembus masuk pada celah jendela kamar yang masih belum tertutup rapat, mengelus kulit halus milik Zidni.
Zidni menatap serius layar laptopnya. Sudah hampir setengah jam dia duduk berkutat dengan laptop. Kemarin Bu Irna memberi tugas untuk dipresentasikan besok. Sebenarnya ini tugas kelompok. Karena anggota yang lain sudah mengerjakan tugasnya, sekarang giliran Zidni.
Zidni pusing kalau ini sudah menyangkut pelajaran Akuntansi. Otaknya seperti tiba-tiba saja ngeblank melihat rentetan angka yang berbuntut panjang. Dia belum sampai pada pembahasan tapi sudah ingin menyerah.
Zidni mengambil ponselnya lalu memencet nama kontak seseorang dan menelfonnya. Lebih tepatnya, video call.
Beberapa saat masih berdering namun tak lama dari situ wajah tampan Gavan muncul pada layar ponselnya."Gavan," panggil Zidni. Zidni menaruh ponselnya pada tumpukan buku dengan kamera tetap mengarah padanya.
"Hm."
"Lo udah tidur?" tanya Zidni lagi memperhatikan wajah Gavan yang separuhnya tertutup oleh selimut. Rambutnya acak-acakan dan matanya terpejam.
"Ngapain?" tanya Gavan dengan suara serak khas bangun tidur. Lebih tepatnya dipaksa bangun dari tidur nyenyaknya.
"Temenin ngobrol. Gue lagi ngerjain ppt buat presentasi besok."
"Hm."
"Gavan, jangan tidur!" kata Zidni melihat Gavan yang diam saja.
"Engga."
"Awas kalo lo tidur. Gue makin marah pokoknya! Jangan harap lo bisa dapetin maaf dari gue," ancam Zidni membuat Gavan langsung membuka matanya.
"Sekarang, masih marah?" Kini mata Gavan melirik pada kamera. Ditatap secara virtual seperti ini saja membuat jantung Zidni rasanya seperti ingin meledak.
Zidni mengangguk. Matanya mulai kembali fokus pada laptop. Ia melanjutkan kegiatannya agar cepat selesai. Sehingga dia bisa segera tidur.
"Ngantuk?" Ternyata Gavan menyadarinya.
"Banget. Tapi tugasnya belum selesai," ucap Zidni lesuh.
Gavan yang berada disebrang sana hanya bisa tersenyum tipis melihat wajah lelah Zidni yang terlihat menahan kantuk. Sebenarnya, Gavan juga masih sangat mengantuk namun melihat Zidni yang begitu serius mengerjakan tugasnya membuat rasa kantuknya sedikit menghilang.
"Besok pagi aja lanjutnya. Udah jam satu, tidur gih."
Zidni melirik sekilas pada ponselnya namun kembali menatap layar laptop. "Engga mau. Gue gak akan bisa tidur kalo tugasnya belum selesai."
"Biasanya milih kena hukum." Gavan sedang menyindir Zidni dan cewek itu langsung menyadarinya.
"Gak usah nyindir," celetuk Zidni. "Masalahnya ini tugas kelompok. Kalo tugas individu, daritadi juga gue pasti udah tidur daripada pusing bikin ppt akuntansi."
KAMU SEDANG MEMBACA
OCCASION
Teen Fiction[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Bagi Zidni, Gavan itu sebuah teka-teki yang penuh dengan misteri. Rubik membingungkan yang tidak punya titik temu untuk diselesaikan. Seperti menyatukan kepingan puzzle yang runyam. Sedangkan bagi Gavan, Zidni i...