"Don't think about anything because I'm here and always will be."
***
"Gavan?" Zidni terkejut.
"Ngapain?"Gavan menyerahkan kantung plastik yang lumayan besar pada Zidni. Zidni menerimanya lalu melihat isinya. "Lo beneran beli sebanyak ini?"
Gavan hanya mengangguk.
Zidni jadi merasa tidak enak. Pesanan Zidni jadi tiga kali lipat dari yang dia inginkan. "Tapi kan ini--"
"Gak papa," ujar Gavan.
"Habisin."Zidni menatap Gavan berbinar. Membuat Gavan diam menatap kilatan bening itu. Ini alasan yang membuat Gavan tidak ingin ada yang melihat tatapan berbinar Zidni. Dia tidak ingin ada cowok lain yang jatuh seperti dirinya. Hanya cukup dia saja.
"Makan bareng mau?" tawar Zidni membuka kotak martabak dan beberapa coklat serta es krim.
Gavan menggeleng.
"Lo gak suka makanan manis?" tanya Zidni. "Yaudah makan martabaknya aja."
Zidni sudah menghabiskan hampir dua potong kecil martabak namun Gavan tetap diam tidak berniat memakan martabak yang Zidni tawarkan.
"Lo lagi puasa?" pertanyaan polos Zidni membuat Gavan menahan tawa. "Sejak kapan puasa sampai tengah malam?"
Zidni tertawa lalu menepuk dahinya kencang. Merutuki kebodohannya. "Gue lupa."
"Es krim mau?" tawar Zidni saat ia hendak membuka bungkus. "Nggak."
"Gue ambil minum deh ya." Zidni hendak bangun namun Gavan menahannya.
"Gak usah.""Terus lo mau apa dong? Masa nggak makan apa-apa. Gue gak enak," kata Zidni.
Gavan bangkit membuat Zidni ikutan juga. "Mama lo mana?"
"Paling di kamar. Kenapa?"
"Gue mau pamit."
Zidni menukik alisnya. "Ih kok pulang? Baru juga sebentar."
"Mau ngapain lagi?"
Zidni cemberut. Bahkan Gavan belum ada satu jam berada dirumahnya. Memang terlihat cowok itu merasa tidak nyaman. "Kenapa? Lo gak suka dirumah gue?"
"Bukan," bantah Gavan.
"Yaudah pulang sana." Zidni mengusir Gavan yang sedang menatapnya bingung. Tadi menahan sekarang malah mengusir.
"Ngusir?" Gavan tersenyum tipis melihat wajah Zidni. "Ngambek?"
"Nggak! Tadi katanya lo mau pulang, yaudah gih sana. Nggak usah izin ke Mama. Nanti gue yang bilang," jawab Zidni serius. Namun tetap saja Gavan tidak sebodoh itu untuk dibohongi.
"Beneran gak ngambek?" goda Gavan.
Zidni membuang muka. "Nggak!"
"Yaudah gue pulang." Gavan berjalan kearah pintu utama rumah Zidni. Sebelum berhasil sampai dipintu suara kencang Zidni terdengar membuatnya berbalik sambil terkekeh. "GAVAN GUE NGAMBEK!"
KAMU SEDANG MEMBACA
OCCASION
Teen Fiction[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Bagi Zidni, Gavan itu sebuah teka-teki yang penuh dengan misteri. Rubik membingungkan yang tidak punya titik temu untuk diselesaikan. Seperti menyatukan kepingan puzzle yang runyam. Sedangkan bagi Gavan, Zidni i...