20. Dunia sempit

68 14 13
                                    

Yuk divote dan komen yuk cinta!
Happy reading 🕊

***

"Pagi, Ma." Zidni menuruni gundakan tangga. Melihat Riana yang sedang sibuk menyiapkan makanan.

Riana tersenyum hangat pada putrinya. "Pagi juga sayang. Mama udah bikinin nasi goreng kesukaan kamu. Kamu mau sarapan sekarang?"

Zidni mengangguk lalu menarik bangku dan duduk dengan nyaman. Riana duduk disebrangnya. Zidni tersenyum melihat Riana menaruh sepiring nasi goreng dihadapannya.

"Makasih Mama cantik," ucap Zidni.

"Kamu inget 'kan Zi, ini hari apa?" Riana membuka obrolan.

Zidni yang baru sama ingin menyuapkan makanan kedalam mulutnya mengerutkan kening. "Aku ingetlah Ma, ini hari minggu."

"Bukan itu sayang maksud Mama," ucap Riana tersenyum geli. Zidni jadi curiga sekarang. Riana terlihat aneh.

"Aku engga ngerti."

"Hari ini tunangan kamu akan datang ke rumah," ujar Riana bahagia.

"Uhuk, uhuk." Zidni memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Riana langsung panik dan segera menyodorkan satu gelas pada Zidni.

"Makanya kamu kalau makan itu pelan-pelan, Zi." Riana kembali duduk ditempatnya.

Kejadian barusan terjadi karena Zidni terkejut dengan perkataan Riana. Zidni bersandar pada sandaran bangku. Dadanya terasa sesak. Tenggorokannya pun sakit. Tadi rasanya seperti akan mati.

"Emang udah tiga minggu, Ma?" tanya Zidni tidak percaya.

Riana mengangguk. "Iya, sayang. Bahkan ini sudah lewat tiga hari dari janji yang kita buat."

Zidni tiba-tiba saja memelas pada Riana. "Mama... "

"Engga mau," rengek Zidni.

Riana bukannya merasa iba malah tertawa melihat tingkah Zidni. "Mau sampai kapan kamu terus-terusan lari? Emangnya kamu engga pengen tau orang yang saat ini jadi tunangan kamu?"

Zidni menggeleng cepat.

"Nanti kamu nyesel lho," ledek Riana pada Zidni membuat cewek itu menatap tidak suka.

"Kalau setelah ketemu, dia ngajak aku buat cepet-cepet nikah gimana? Pokoknya aku engga mau. Aku belum siap. Aku belum lulus sekolah, Ma." Zidni kembali merengek pada Riana.

"Engga akan, sayang. Dia juga masih sekolah. Kalian bisa sama-sama nikmatin masa sekolah dulu. Baru setelah lulus kalian menikah."

"Tambah satu minggu lagi ya, Ma? Jangan sekarang. Zidni masih belum siap."

Riana menggeleng. Jari telunjuknya terangkat dan bergerak ke kanan dan kiri. "No! Mama rasa waktu tiga minggu kemarin kamu gunakan dengan sangat baik. Jangan nawar, Zi. Karena Mama engga akan kasih kamu uluran waktu lagi."

Kedua bahu Zidni merosot. Tanggapan Riana sungguh mengecewakan. Ia kira mamanya akan kasihan dan memberikan tambahan waktu agar ia lebih siap untuk bertemu tunangannya.

"Mama tega banget sama Zidni," ucap Zidni melesuh.

"Ini demi kebaikan kamu," ujar Riana sambil terkekeh. Menertawakan wajah masam anaknya.

"Demi kebaikan aku atau kebaikan Mama sama Tante Arsyel?" kata Zidni memprotes.

"Dua-duanya," ucap Riana. "Muka kamu jangan bahagia banget gitu dong, Zi. Mama 'kan jadi makin engga sabar nemuin kamu sama calon menantu Mama."

OCCASION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang