Zidni melangkah dengan lunglai. Seharian latihan sungguh menguras tenaga. Walau begitu, ada rasa lega menyapa karena mengingat hari ini gladi bersih mereka. Kedepannya Zidni tidak perlu mengorbankan minggu pekannya lagi untuk latihan.
Namun entah bagaimana menerima pesan dari Gavan membuatnya merasa lebih baik. Ada rasa hangat yang terasa menyadari lelaki itu memperhatikannya.
Langkahnya terhenti tepat dihalaman Mentari. Seseorang turun dari motor dengan membawa plastik menghampirinya. Mata Zidni menyipit memperhatikan.
"Nona manis, lain kali jangan bandel kaya gini ya. Put health before anything else."
Sempat terheran, senyum merekah hadir pada bibir Zidni yang terlihat pucat. Ia memukul bahu seseorang yang awalnya ia kira kurir go food.
"Gavan, this is you?"
Dibawah remang lampu halaman Mentari, ia membawa senyum pada wajahnya meski sesaat.
Mata Zidni berbinar. Benar adanya, setiap sesuatu hal pasti ada penawarnya. Begitu pun rasa lelah Zidni.
Perempuan itu merentangkan kedua tangannya. Namun tak lama bibirnya cemberut karena Gavan tetap diam, hanya memperhatikannya.
"Mau peluk," ujar Zidni manja. Gavan tetap diam saja. Zidni menurunkan tangannya, menatap Gavan sedih. "Sini makanannya."
"Makasih makanannya. Pulang dari sini langsung istirahat, jangan keluyuran." Tidak bisa dipungkiri rasa kecewa ia rasa kan tetapi begitu Zidni tetap senang Gavan sudah perhatian kepadanya.
Beberapa langkah sudah ia pijak menjauh dari Gavan, jantungnya berderap. Menunduk melihat lingkaran tangan yang hangat memeluk perutnya, juga sandaran dagu pada bahunya.
"How's your day, hm? pasti cape, mau pulang sekarang?"
Zidni menggeleng dalam pelukan. Ia berbalik menatap Gavan yang menunduk menatapnya dengan lembut. Bersyukur, Zidni tidak menghadapi sosok Gavan yang keras saat keadaanya yang sedang seperti ini.
"Engga mau pulang, cuma mau peluk." Gavan mengulurkan tangan memeluk badan mungil Zidni. Memberikan rasa hangat yang semoga saja membantu mereda rasa lelah wanitanya.
Setelah beberapa lama, Zidni mengulur pelukan mereka sambil mendongak. "Wangi banget, genit."
"Kalo bau lo pasti engga mau meluk."
Zidni mengangguk, "tapi tadi abis beli makan langsung ke sini kan? engga mampir ke rumah cewe lain dulu?"
"Ini curiga ceritanya?"
Zidni mengerling. "Jawab dulu, langsung ke sini kan tadi?"
"Heum, bawel." Gavan mengeratkan pelukan.
Zidni mengukir tangannya didada Gavan. Begini tulisannya, cuma milik Zidni.
"Gavan, i love you." Manik mata Zidni berbinar menatap Gavan.
KAMU SEDANG MEMBACA
OCCASION
Teen Fiction[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Bagi Zidni, Gavan itu sebuah teka-teki yang penuh dengan misteri. Rubik membingungkan yang tidak punya titik temu untuk diselesaikan. Seperti menyatukan kepingan puzzle yang runyam. Sedangkan bagi Gavan, Zidni i...