Zidni menutup buku lksnya. Bersandar pada bangku dengan tangan kanan memegang dahinya. "Pusing gue Bu Irna kalau ngasih tugas suka nggak pake bismillah."
"Sebel gue juga tugasnya banyak banget. Malam ini rencananya mau marathon drakor. Gagal udah," ujar Berlin dengan wajah yang lesuh.
"Sabar, sabar." Aina menepuk bahu Berlin. "Gimana kalau malam ini kita kerjain tugas bareng?"
"Maleslah gue," ketus Citra. Aina memukul pelan tangan Citra yang berada diatas meja. "Citra nggak boleh gitu!"
Citra mendengus pelan.
"Ayo deh. Biasanya gue kalo ngerjain tugas sendiri ngantuk terus. Kalau ngerjainnya bareng kan kita bisa sambil ngobrol," ujar Berlin. Mereka mengangguk menyetujui.
"Dirumah siapa?" tanya Zidni.
"Dirumah lo aja Zi. Gimana?" tanya Aina membuat ketiga cewek itu memberikan perhatian pada Zidni menunggu jawaban.
"Ayo aja." Suara decitan bangku membuat Aina, Berlin dan juga Citra mengerut bingung.
"Mau kemana lo?"
"Toilet."
Senyum lebar Zidni menghias dibibirnya. Zidni memang cewek yang ceria. Membuat orang lain akan mudah merasa nyaman berdekatan dengannya.
"Kiw, cewek."
Zidni langsung membalikan badan. Dahinya berkerut melihat Gavan dan keempat temannya sedang asik bersandar pada tembok. "Asik bener Neng sampai kita-kita dianggep setan."
Zidni terkekeh sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kalian dari kapan ada disitu?"
"Dari kemarin sore." Vega memukul kepala belakang Izar. "Dari tadi Zi, lo nya aja yang gak nyadar."
"Eh masa sih," Zidni menyengir. "Maaf gue nggak lihat tadi."
"Santai," ujar Nilam.
"Mau kemana?" tanya Gavan dengan raut wajah datar. Lalu dia menoleh pada teman-temannya. "Jaga mata kalau gak mau gue congkel."
"Serem amat Bang maenannya congkel-congkel mata." Vega terkekeh.
"Tutup mata. Mupeng dah!" Rigel mengusap wajah Izar. Membuat cowok itu memukul tangan Rigel kencang. "Tangan lo bau Rigel! Jangan sentuh-sentuh! Dasar jorok lo."
"Ngada-ngada." Rigel menoyor kepala Izar hingga tersudut pada tembok. "Gavan itu Rigel ish kasar banget!" Izar mengadu pada Gavan.
"Gel, jangan mulai." Gavan berujar pada Rigel. Rigel memutar bola matanya. "Ngadu terus kayak bocah."
Zidni memperhatikan mereka dengan berbinar. Membuat Gavan berdecak. "Jangan ngeliatin kayak gitu."
Zidni mengerutkan keningnya. "Kenapa memangnya?"
Vega berseru kencang. "Cembukur dia Zi cembukur!"
"Gavan cemburu itu aja gak tau," ujar Rigel sewot.
"Wohooo Gavan cemburu!" Izar heboh.
Sorakan yang didominasi oleh suara Izar dan Vega membuat Zidni tersenyum malu. Gavan menyadari itu mendekat pada Zidni. "Gak usah didengerin."
"Ayo ke koprasi," ujar Gavan membawa Zidni menjauh. Mereka berjalan bersebelahan dengan tangan yang saling menggamit tentu saja menarik perhatian siswa lain yang tidak sengaja berpapasan.
"Mau ngapain sih Van?" bukannya menjawab Gavan mendorong tubuh Zidni agar masuk ke koprasi.
Setelah membeli barang yang dia butuhkan Gavan memberikannya pada Zidni lalu menarik tangan cewek itu. Membuat Zidni tidak berhenti bergumam kesal karena Gavan tidak menjawab pertanyaanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OCCASION
Teen Fiction[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Bagi Zidni, Gavan itu sebuah teka-teki yang penuh dengan misteri. Rubik membingungkan yang tidak punya titik temu untuk diselesaikan. Seperti menyatukan kepingan puzzle yang runyam. Sedangkan bagi Gavan, Zidni i...