"Jangan terlalu berharap baik dari yang belum pasti. Kalau ternyata kenyataanya buruk, hati yang akan tersakiti."
***
Zidni memandang cincin berwarna silver yang bergantung pada kalung yang ia pakai. Setiap melihat cincin ini jantungnya berdetak cepat seperti ingin meledak.
"Zi, kamu belum tidur?" mendengar suara lembut itu Zidni langsung melepaskan genggamannya pada cincin. "Kenapa sayang?" Riana seperti tahu ada sesuatu yang membuat anak gadisnya resah.
Riana dengan penuh kasih sayang mengusap surai rambut Zidni. "Anak Mama sudah besar. Sekarang tanggung jawabnya bertambah. Mama tau, itu ngebebanin kamu kan Zi?"
Zidni merasa nyaman di dekat Riana. Merasakan kasih sayang yang besar dari seorang ibu. Zidni sangat beruntung mempunyai Riana di hidupnya. Sosok tangguh yang berjuang untuk membesarkan dan merawatnya dengan sebaik mungkin. Membuat Zidni tidak akan tega untuk mengecewakannya.
"Ma, apa Zidni udah pantas?" Zidni yang terkenal galak dan memiliki perkataan yang pedasnya melebihi cabai rawit kini berkata lembut pada Riana.
Riana seolah tahu pembicaraan ini akan mengarah kemana. "Mama yakin kamu sudah pantas untuk itu Mama percaya kan keputusan ini untuk kamu. Zidni anak baik, Mama tau kamu bisa."
Tatapan Zidni melemah pada Riana. "Aku rasa-- aku belum siap."
Riana tersenyum hangat. Kini tangannya menggenggam tangan Zidni yang terasa dingin. "Cuma perlu waktu. Kamu masih punya waktu tiga minggu."
"Mama tau aku anaknya seperti apa. Aku cuma takut nggak bisa jadi seseorang yang baik untuk dia." Zidni menghela napas lemas. "Aku memang belum kenal tapi rasanya takut buat dia kecewa sama perlakuan Zidni."
"Dia anak yang baik. Dia akan memaklumi kamu selama kamu mau berubah menjadi lebih baik," ujar Riana. "Selama beradaptasi dengan lingkungan baru kamu nanti, kamu harus pintar kontrol diri. Mama tau prosesnya memang gak mudah. Tapi Mama yakin, anak Mama yang cantik ini pasti bisa."
Senyum tipis muncul di bibir Zidni. Menghilangkan raut wajah murungnya. "Mama kasih tau Zidni kalau Zidni ngelakuin kesalahan ya?"
Riana mengangguk. "Pasti. Kamu anak kesayangan Mama. Kalau nanti ada yang kamu tidak tau, jangan ragu untuk tanya ke Mama, oke?"
Zidni mengangguk riang. Tapi setelahnya wajahnya kembali murung. "Tapi kalau sebaliknya. Gimana kalau dia sebenernya orang jahat yang pura-pura baik di depan Mama? Kalau dia memperlakukan Zidni gak baik, Zidni harus apa?"
"Itu cuma ketakutan kamu. Mama sudah kenal dia sejak dia masih kecil. Mama gak mungkin pilih orang yang sembarangan untuk kamu."
Zidni mengerti. Riana tidak mungkin menjerumuskannya. Riana sangat sayang pada Zidni. Rasa sayangnya untuk Zidni bahkan melebihi rasa sayang pada dirinya sendiri.
"Zidni percaya sama Mama." Zidni lalu memeluk Riana yang langsung dibalas.
Keduanya hanyut dalam keheningan. Menikmati waktu dalam kebersamaan. Kehangatan yang untuk beberapa waktu kedepan akan jarang Zidni rasakan. Mengingatnya Zidni kembali sedih.
"Ma?" Zidni mendongak dalam pelukan Riana.
"Apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
OCCASION
Teen Fiction[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Bagi Zidni, Gavan itu sebuah teka-teki yang penuh dengan misteri. Rubik membingungkan yang tidak punya titik temu untuk diselesaikan. Seperti menyatukan kepingan puzzle yang runyam. Sedangkan bagi Gavan, Zidni i...