Keegoisan

325 37 5
                                    

Happy Reading 🖤

_________________________________________

"Abi, mau kemana?" tanya Ailani pada suaminya.

Jam menunjukkan pukul 4 pagi, dan Hamdi sudah rapi serta sudah memanasi mobilnya. Biasanya pria paruh baya itu hanya akan berjalan kaki menuju masjid yang tak jauh dari rumah mereka, wajar jika Ailani bertanya akan pergi kemana suaminya itu.

"Ada urusan sebentar, sekalian Abi kangen sholat ke Masjid Raya," jawab Hamdi tak berbohong, selain urusan yang di maksud, Hamdi juga akan melakukan sholat Subuh di Masjid yang sudah lama tak ia kunjungi itu.

"Oh iya, nanti Ummi mau ke acara turun mandi anak cucu tetangga. Kalau Abi udah pulang, telpon aja, soalnya Bi Idah juga Ummi ajak." Langsung saja Hamdi mengangguk dan pamit pergi pada istrinya.

Sesampainya di Masjid tujuannya, Hamdi disambut hangat oleh beberapa kenalannya disana, sedikit berbasa-basi sebelum melakukan rentetan ibadahnya.

Hal tak terduga datang setelah Mu'azzin selesai mengumandangkan Azan, Allah memudahkan urusannya dengan mendatangkan sendiri William kepadanya.

Bulu tengkuknya meremang saat melihat wajah bersih William dibasahi air wudhu. Entahlah, Hamdi merasa sosok William bercahaya dibanding dengan sosoknya yang dulu. Kali ini Hamdi tidak akan berbohong untuk mengatakan bahwa William memang tampan.

Matanya masih meneliti William, terlihat pria muda tersebut melakukan sholat Sunnah Tahiyatul Masjid dengan khusyuk. Sampai William mengakhiri sholatnya, Hamdi setia memandanginya. Hamdi takjub dengan tata sholat William tanpa ada celah kesalahan, belum cukup sebulan memeluk Islam, namun sudah mapan dalam ibadah termasuk sebuah hal luar biasa, apalagi sebelumnya William sangat enggan dengan segala sesuatu yang berlandaskan atas kepercayaan.

"Ustadz, silahkan jadi imam." Tawar seseorang mengejutkan Hamdi.

"Silahkan kamu saja, Rom." Tolak Hamdi diiringi senyum. Pria yang bernama Romi tersebut mengangguk lalu permisi untuk memulai sholat.

Setelah selesai sholat dan sedikit ditambahi do'a serta dzikir. Hamdi kembali mencari keberadaan William, untungnya William masih duduk disana setelah mengambil sebuah Al-Qur'an dan mendekati seorang ustadz yang merupakan teman dekat Hamdi.

"Assalamu'alaikum, Hamdi." Sapa seseorang menepuk pundak Hamdi.

Hamdi membalikkan tubuhnya, melihat siapa pemilik suara yang tak asing itu. "Wa'alaikumussalam, Kiai." Segera Hamdi menyalami tangan pria tua didepannya.

"Apa kabar? Ailani sehat?" tanya Kiai tersebut meminta Hamdi menuntun tangannya untuk mencari tempat duduk.

"Alhamdulillah saya baik, Kiai. Ailani juga sehat, dan juga Uwais sudah menetap di Indonesia." Jelas Hamdi pada teman dekat Ayah mertuanya itu.

Kiai Haji Mustawa, orang-orang biasa memanggilnya dengan sebutan Kiai Mustawa. Bukan kehendak orang lain, tapi itu kemauan Kiai Mustawa sendiri agar orang-orang yang dekat dengannya tidak perlu menambahkan sebutan 'haji" pada panggilannya.

"Alhamdulillah. Sudah lama kalian tidak ke pondok, sesekali kunjungilah kami, bawa juga Uwais," kata Kiai Mustawa setelah menduduki diri ke sebuah kursi disana.

"In Syaa Allah, Kiai. Kalau tidak ada urusan penting yang mendadak, besok kami berkunjung ke pondok." Hamdi sedikit berjongkok untuk lebih rendah dari Kiai Mustawa.

Kiai Mustawa mengangguk. "Kabari saja kalau kalian akan datang." Pinta Kiai Mustawa diangguki Hamdi.

"Hamdi, Kiai liat dari tadi kamu memperhatikan pria muda disana, kenapa dengannya?" tanya Kiai Mustawa saat Hamdi kembali memperhatikan William.

RANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang