Happy Reading 🖤
_________________________________________
"Hisham, ayo ikut Grandpa balik ke Mesir." Siapa lagi kalau bukan Uwais yang selalu membujuk Hisham untuk ikut dengannya.
Seperti biasanya, Hisham menggeleng dengan senyum manis. "Hisham suka Mesir," ujarnya jujur. Dia memang tertarik dengan Mesir sejak tahun lalu saat mereka menghadiri pernikahan Uwais disana.
"Tapi Hisham nggak mau ninggalin Abi." Uwais berdecak malas, untuk kesekian kalinya Hisham menolaknya tanpa berpikir.
Sementara William tersenyum puas mendengar jawaban Hisham. Dia menatap lembut putranya itu, tidak terasa sudah 2 tahun Hisham menjadi miliknya. Benar kata Lina kala itu, Hisham bukan hanya tampan, dia juga cerdas dan memiliki pemikiran yang luas jika dibandingkan dengan anak seusianya.
Ya, 2 tahun sudah berlalu sejak kepergian Rania. William kadang masih tidak percaya, dia berharap itu hanya mimpi buruknya dalam tidur ketika menunggu wanitanya tiba. Tapi sekarang dia sadar, mimpinya terlalu panjang hingga 2 tahun telah berlalu, yang berarti ini semua nyata adanya.
Matanya menatap satu persatu orang disana, dua keluarganya berkumpul untuk merayakan ulang tahun Hisham.
Uwais sengaja pulang dari Mesir. Dia memilih kembali pindah ke Mesir setelah benar-benar gila atas kehilangan Rania. Syukurnya atas paksaan Ailani dia memaksakan diri untuk mengkhitbah Taqiyya, awal pernikahan mereka memang buruk karena Uwais belum bisa menerima kebahagiaan atas dukanya, tapi Taqiyya benar-benar sabar dan perlahan mengobati duka Uwais dengan kebahagiaan.
William beralih menatap Ailani dan Hamdi, senyumnya langsung hilang melihat kerapuhan dimata Ailani. Ibu mertuanya itu benar-benar lebih hancur darinya, Ailani bahkan mengalami stroke ringan. Hamdi tak ada bedanya dengan Ailani, dia semakin hancur ketika Ailani didiagnosa stroke ringan setelah mereka kehilangan anak untuk kedua kalinya. Hidup mereka benar-benar hitam putih, untungnya Hisham mampu memberi sedikit warna pada mereka, walaupun warna tersebut pudar.
"Hishammmm," teriak Abiandra. Dibelakangnya Diana dan Habib menyusul, Diana sedikit berlari untuk memeluk Hisham.
Ah iya. William dan Hisham hanya tinggal berdua dirumah yang dia beli sebelum menikah dengan Rania. Awalnya Diana dan Habib menolak keras permintaan putranya itu, tapi William tetap gencar merayu orangtuanya hingga Diana dan Habib setuju dengan terpaksa.
"Hisham, ayo kita lihat kado kamu," ajak Abiandra menggenggam kedua tangan Hisham. "Uncle Cello, Uncle Alvin, Uncle Anan, sama Aunty Mika udah nunggu disana."
Kening Hisham berkerut tanda bingung. "Kenapa nggak dibawa kesini aja, Uncle."
Abiandra tersenyum puas, ada sedikit kesombongan dari senyumnya itu. "Kami kasih kamu kado yang berbeda tahun ini, kadonya nggak bisa dibawa kemana-mana. Ayo." Abiandra langsung menarik Hisham secara paksa.
Semuanya juga langsung mengikuti Abiandra dan Hisham, terutama William karena dia tidak bisa jauh dari Hisham.
"Bi, kami keluar sebentar, jangan tinggalin rumah dulu ya sampai kami balik." Pinta Diana pada Bibi yang bekerja untuk William.
"Dian, mereka kasih kado apa? Kenapa nggak dibawa kesini aja?" tanya Ailani berbisik.
Diana tersenyum, menjawab Ailani juga berbisik. "Apartemen." Senyum Ailani ikut merekah mendengarnya.
"Kamu suka?" tanya Cello sambil mensejajarkan tingginya dengan Hisham.
Hisham mengangguk dengan senyum lebarnya. "Suka Uncle, terimakasih Uncle dan Aunty. Tapi, apa ini nggak berlebihan? Hisham rasa ini terlalu mewah."
KAMU SEDANG MEMBACA
RANIA
De TodoTentang 'Perbedaan' Perbedaan umur yang sangat jauh. Perbedaan fisik yang sangat kentara. Perbedaan perjalanan hidup yang sangat berbeda. Bahkan. Perbedaan kepercayaan pun salah satu dari banyak perbedaan yang ada. "Aku percaya Allah, tapi kamu tida...