Melepaskan yang Salah

386 43 15
                                    

Happy Reading 🌼

_________________________________________

"Assalamu'alaikum, Abi," sapa Rania saat mendapat panggilan telepon dari Hamdi.

"Wa'alaikumussalam, Nak. Bagaimana kabarmu?" tanya Hamdi pada putrinya.

"Alhamdulillah baik, Abi dan Ummi sendiri bagaimana?" balas Rania ikut bertanya.

"Alhamdulillah baik," jawab Hamdi seadanya

"Rania," lanjut Hamdi memanggil putrinya.

"Iya, Bi?" jawab Rania dengan nada bertanya.

"Pulanglah, ada seseorang yang ingin mengkhitbahmu."

Tidak mendengar suara diseberang sana, Hamdi sedikit menjauhkan ponsel dari telinga untuk melihat apa sambungan mereka terputus atau tidak. Namun ternyata Rania hanya terdiam mendengar ucapannya.

"Segera urus surat pindah ke Indonesia. Abi akan membantunya disini."

"Tapi, Abi ... aku udah nyaman kuliah disini."

"Abi udah terima lamaran pria itu untukmu," ujar Hamdi.

"Aku ... belum siap menikah," lirih Rania hampir tak terdengar.

"Beda cerita jika William yang melamarmu, 'kan?"

Rania diam. Hamdi menghela napas panjang karena tau jawaban dari putrinya.

"Rania, kamu mencintai William?" tanya Hamdi.

Masih diam, Hamdi yakin putrinya sedang menangis diseberang sana.

"Ternyata benar."

"Maafin aku, Bi. Aku salah," aku Rania semakin menangis. "Aku benar mencintainya. Tolong kasih aku waktu sebentar lagi buat hilangin rasa ini." Harap Rania memohon.

"Abi yang salah. Pulanglah, dengan menikah mungkin bisa membantumu menghilangkan rasa yang salah itu." Suruh Hamdi kemudian mematikan sambungan teleponnya.

"Abi," panggil Ailani ragu.

"Semua sudah siap?" tanya Hamdi diangguki Ailani.

"Sudah. Tapi, didepan ada ... William," adu Ailani dibalas Hamdi dengan anggukan.

Hamdi keluar dari kamarnya, menemui tamu yang sudah ia kira akan datang. Matanya menatap serius pada pemuda yang berdiri di ambang pintu rumahnya.

"Mau apa lagi kamu?" ketus Hamdi.

"Mau melamar Rania," jawab William mantap.

"Masuklah," ajak Hamdi.

Terkejut dengan ajakan Hamdi, William sampai membeku di tempatnya, masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Silahkan nak William," ujar Ailani menyadarkan William.

William mengangguk ragu pada Ailani yang tersenyum lembut padanya, ia juga dapat melihat raut gelisah namun sedikit menyiratkan keterkejutan dari wajah damai Ailani, tak berbeda jauh dari raut wajahnya.

"Sudah berapa kali saya bilang. Jangan datang lagi, dan berhenti memperjuangkan putri saya." Ingat Hamdi setelah ia dan William mengambil posisi duduk.

"Saya belum lelah, pak. Ini bertanda Allah masih mengijinkan saya untuk memperjuangkan putri bapak," jawab William. "Dan, apa yang salah dengan saya, kenapa lamaran pria lain bapak pertimbangkan sementara saya langsung bapak tolak?" lanjut William bertanya. Sudah Hamdi tebak William akan tahu tentang ini dari Uwais.

Mendengar jawaban mantap dari William membuat Hamdi terdiam, tidak tau mau membalas jawaban itu dengan apa. Pertanyaan William ada benarnya, memang dulu ia menolak William karena pria itu seorang atheisme, lalu sekarang alasan itu tak masuk akal lagi. Hamdi memilih tidak menjawab pertanyaan itu.

RANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang