Silaturahmi✓

414 45 13
                                    

Happy Reading 🖤

Tepat hari ini, hari dimana umur Afnan bertambah satu tahun. Ailani dan Hamdi sudah pulang dari perjalanan mereka, menyisihkan satu hari untuk merayakan hari ini, begitu pula dengan Uwais yang telah resmi memegang kendali atas perusahaan mendiang orangtuanya, dan juga Rania yang sengaja meminta agar diberikan waktu kosong hari ini kepada William.

Ada kesalahan saat acara ini dinamakan perayaan ulang tahun, karena di Islam perayaan ulang tahun tidak diperbolehkan. Maka ada baiknya diganti judul menjadi acara silaturahmi rutin pertahun.

Kenapa pada hari ulang tahun Afnan? Karena dari dulu Rania selalu tidak suka ketika hari pergantian umurnya dikelilingi orang ramai, tidak ada bedanya dengan Reinand dulu.

"Assalamu'alaikum." Salam Alya dengan riang sambil memasuki rumah Rania, diikuti oleh Reyhan dan kedua orangtuanya.

"Wa'alaikumsalam," jawab Ailani yang sedang masak ditemani Bi Idah.

Alya dan Reyhan menyalimi tangan Ailani dan bi Idah bergantian, lalu dilanjutkan dengan basa-basi antara Ailani dengan sahabat dan suami sahabatnya.

"Rania mana, Mi?" tanya Alya yang tidak menemukan keberadaan Rania.

"Ada dibelakang lagi dekorasi taman." Alya mengangguk dan kemudian meminta ijin untuk menemui Rania sambil merangkul tangan kakaknya.

Dengan susah payah Reyhan menyeimbangi langkah Alya yang berjalan dengan sedikit berlari.

"Semangat banget si Alya." Kekeh Keysa sambil meletakkan tasnya kemudian menyusul Ailani kedapur.

"Hamdi mana, Lan?" tanya Fachri, Abi Alya.

Ailani menghentikan kegiatannya sejenak. "Nggak tau Mas, nggak keliatan dari tadi," jawabnya lalu melanjutkan kegiatan memasaknya.

"Ibu-ibu kalau lagi masak mah gitu." Cibir Fachri sambil berjalan menjauhi dapur yang disambut gelak tawa Ailani dan Keysa yang sudah ikut berkecimpung di dapur tersebut.

Keysa menghentikan tawanya saat menyadari Bi Idah yang diam saja, berbeda seperti sebelumnya. "Bibi kenapa?" Keysa mendekati Ni Idah yang ternyata melamun sambil mengupas bawang.

"Bi?" Tepukan pelan Keysa pada bahu Bi Idah, membuat wanita paruh baya tersebut terlonjak kaget sambil beristighfar.

Ailani mendekati mereka setelah mematikan kompor. "Kenapa, Bi? Dari tadi saya perhatiin Bibi ngelamun. Afnan ada masalah?"

Helaan nafas Bi Idah sudah menjawab semuanya. Ada masalah dengan Afnan, putra tunggal yang satu-satunya yang bi Idah miliki. Sebagai single parent apalagi yang bi Idah pikirkan kecuali anak tunggalnya. Bukan seorang ibu jika ia tidak memikirkan masalah yang anaknya hadapi. Namun semua itu harus mereka ikhlaskan saat anak-anak mereka memiliki keluarga dan kadang ada yang melupakan jasa terbesar itu, kemudian baru sadar ketika orang yang ia panggil ayah atau ibu tersebut sudah terkubur raganya, hanya menyisakan kenangan yang membuat kita baru menyadari, betapa manisnya pengorbanan mereka. Menyesal? Bukan pilihan yang dapat mencari jalan penyelesaian.

"Afnan kenapa?" Keysa mengusap pelan bahu Bi Idah.

"Dia keras kepala buk, saya udah bilangin berkali-kali, tapi dia nggak pernah dengerin saya, dan nanti," ujar bi Idah menggantung ucapannya

"Nanti?" Ailani mengernyitkan keningnya

"Buk lani, maafin saya dan Afnan. Maafin saya buk, nanti apa yang dilakuin Afnan, ibuk jangan benci kami," racau Bi Idah berkali-kali mengucapkan maaf.

"Bibi kenapa sih? Saya nggak paham. Coba jelasin dulu Afnan nya kenapa? Benci apanya? Ya nggak mungkin lah." Keysa mengangguk tanda setuju dengan Ailani, ia juga bingung apa maksud Bi Idah.

RANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang