Kursi Roda

393 47 4
                                    

Happy Reading 🖤

_________________________________________

Begini saja aku bahagia.
Kita duduk di kursi yang sama.
Gila memang, bahagia melihat kamu duduk di kursi itu. Tapi, satu kesamaan yang menyakitkan akan membahagiakan saat kita hanya punya sejuta perbedaan.
•Dari aku yang sedang berusaha percaya akan adanya Tuhan•

"Maafin aku, Mi. Aku..."

"Sttt, udah jangan dibahas lagi. Ummi tau kamu punya alasan kenapa bohongin kami." Ailani semakin memeluk Rania dengan erat.

Tidak mungkin Ailani memarahi Rania, kondisi Rania belum membaik, gadis tersebut baru sadar dan langsung menangis meminta maaf pada Umminya.

Marah? Tidak, Ailani hanya kecewa. Kecewa karena Rania berani-beraninya berbohong dan tentunya dosa tersebut akan ia pertanggungjawabkan nantinya.

"Jangan nangis lagi. Sekarang ambil wudhu, segera sholat taubat." Suruh Hamdi yang baru masuk ruangan.

Rania mengangguk dan segera melaksanakan perintah Abinya. Dosanya begitu besar, sangat luar biasa rasanya jika Allah mengampuninya tanpa ia pinta. Semoga saja, dengan sholat dua rakaat ini, ia terselamatkan dari siksa api neraka.

Uwais menghentikan langkahnya,  pastinya membuat kursi roda yang Rania duduki juga terhenti.

Rania mengeluh bosan dan meminta untuk diajak keluar pada Uwais, tentu Uwais tak langsung mengiyakan permintaan ponakannya itu. Ada sedikit perdebatan yang akhirnya dimenangkan oleh Uwais, yang benar saja, keadaan masih lemah dan Rania tidak mau menggunakan kursi roda.

Tawanya semakin pecah saat Rania membuang muka saat ditatap Uwais. "Udah kayak mulut bebek tuh mulut, hati-hati loh nanti maju permanen mulutnya." Goda Uwais semakin membuat Rania kesal.

Rania tetap diam mengabaikan Uwais. "Iya deh, Uncle ngalah." Bujuk Uwais yang masih diabaikan Rania.

"Kamu sekarang kok ngambekan sih orangnya, udah kayak perempuan aja." Rania langsung menoleh ke Uwais dengan tatapan jengkelnya.

"Jadi Uncle pikir aku ini apa? Laki-laki?" sinis Rania malah membuat Uwais kembali tertawa.

Rania sangat kesal melihat wajah senang Unclenya itu, ia menghela nafas panjang. Percuma ia kesal, mengingat sosok Uwais yang sangat jahil, akan sangat percuma jika Rania merundung kesal.

"Bukan, kamu mah banci."

Jawaban Uwais membuat Rania memutuskan untuk mengabaikan Unclenya itu, daripada kesel sendiri. Uwais pun dengan susah membujuk kembali Rania yang hanya melantunkan dzikir dengan pandangan lurus ke depan.

"Abi...Abi...Abiandra!" kesal William berusaha menghentikan Abiandra yang terus mendorong kursi rodanya dengan senyum lebar.

"Berhenti atau kakak turun!" Bukan ancaman, William sudah menahan agar tidak memekiki Abiandra saat adiknya itu tidak mendengar ucapannya.

Abiandra terpaksa berhenti sambil berdecak. "Kenapa sih kak, biasa aja kali. Orang Abi kangen sama Rania, kalau kakak nggak mau ikut, ya udah balik aja sendiri." Abiandra berusaha untuk tidak senyum melihat ekspresi tidak suka William.

"Ya udah, sana kamu pergi. Kakak balik sendiri aja." William akan menjalankan kursi rodanya sendiri namun tidak jadi saat Abiandra mendorong cepat kursi roda tersebut membuat William kembali menyuruh Abiandra untuk berhenti.

"Assalamu'alaikum. Halo Rania, halo Uncle," sapa Abiandra semangat.

"Wa'alaikumsalam." Rania menoleh kesamping saat mendengar sapaan Abiandra.

RANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang