Daisy - 25 (Ending)

1.4K 134 54
                                    

Rahasia itu seperti bom waktu. Bisa meledak sewaktu-waktu tanpa pernah kita duga. Kapan pun waktunya, kita harus siap dengan efek ledakan bom tersebut. Sama seperti cerita masa lalu yang sengaja dikubur dalam-dalam dengan harapan tidak cepat meledak, hanya demi melanjutkan hidup.

Ya, masa lalu menjadi salah satu alasan utama orang-orang sengaja menyimpan rahasia.

Masa lalu setiap orang berbeda. Kita tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu orang itu. Entah itu kisah yang baik atau buruk, kita juga tidak tahu. Kita tidak bisa menghakimi orang atas masa lalunya, karena kita tidak hidup di masa lalu mereka. Kita juga tidak tahu bagaimana kesulitan yang mereka hadapi untuk bisa berdamai dengan masa lalunya.

Kalaupun ternyata kita ikut menjadi bagian dari masa lalu mereka, seharusnya kita tidak saling menjatuhkan atau menyalahkan. Kita memang bisa saja berkomentar tentang kehidupan orang lain, tapi percayalah hukum karma masih tetap berlaku. Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai nanti. Sesederhana itu.

Dan kejadian kemarin menyadarkan Daisy. Bahwa, tidak seharusnya dia menghakimi Davino dan keluarganya atas kecelakaan akhir tahun lalu karena selama ini tidak hanya Daisy yang menderita, tapi Davino juga. Mereka sama-sama kehilangan orang yang mereka sayangi untuk selamanya. Daisy menyesal.

Tidak hanya Daisy, tapi Hendra juga. Pria itu menyesali semua sikap buruknya pada keluarganya dan perlahan mulai mengubah sikapnya kembali hangat seperti dulu. Namun, akibat korupsi yang dilakukan oleh staf kantornya, keluarganya pun hidup lebih sederhana. Sebenarnya, Hendra sempat ingin menjual rumah untuk membayar gaji pegawainya, tapi hal itu urung dilakukan mengingat rumah itu merupakan kenangan terakhir mereka dengan mendiang Lily. Beruntung, ada orang baik yang membantu perusahaan Hendra dan mereka justru melakukan kerja sama. Entah kerja sama apa, Daisy tidak tahu. Dia tidak paham dengan dunia bisnis.

Meski begitu tetap saja perasaannya belum juga membaik. Rasanya masih ada yang mengganjal di hatinya. Oleh sebab itu, Daisy memutuskan untuk berdamai. Tidak baik juga menyimpan kekecewaan terlalu dalam, terlebih semuanya sudah terjadi. Jika terus-menerus seperti itu, yang ada dia hanya akan tetap hidup dalam kubangan masa lalu dan sulit melangkah ke depan.

"Nih." Daisy mengulurkan sebotol minuman berwarna oranye pada seorang gadis yang duduk di pinggir lapangan. Gadis itu tersentak kaget sambil menatap Daisy ragu. "Ambil, Ki."

"Buat gue?" Kia menunjuk dirinya sendiri. Dia terlalu kaget karena Daisy tiba-tiba menghampirinya padahal sejak insiden di ruang OSIS hari itu, Daisy benar-benar menghindarinya.

"Kalau lo nggak mau, ya buat Rendra."

"Gue mau!" seru Kia seraya mengambil minuman tersebut. Gadis itu langsung membukanya. "Makasih, Day."

Daisy hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya barusan. Selama hampir dua minggu memilih menenangkan diri, ternyata membuat Daisy merindukan tingkah ajaib Kia. Telinganya sudah lama tidak mendengar cerewetnya Kia.

Daisy mendaratkan tubuhnya di sebelah Kia. Ikut memandangi lapangan rumput yang dipenuhi laki-laki dengan jersey biru saling berebut bola sepak. Sekolah sudah sepi, hanya tinggal tim esktrakurikuler sepak bola yang masih berlatih di lapangan, serta mungkin beberapa guru di ruang guru. Suara riuh pemain yang beberapa kali meminta operan bola, mengomando teman satu tim untuk bisa menembus pertahanan lawan, dan berakhir dengan sorakan senang karena bola meluncur masuk gawang hanya dengan sekali tendangan kuat, menjadi latar sore itu. Hingga tanpa sadar membuat kedua gadis di pinggir lapangan itu kembali ikut bersorak ketika tim Rendra berhasil menambah gol ke gawang lawan.

"Day?"

"Ya?"

"Lo baik-baik aja, kan?"

Daisy menoleh. "Kapan gue nggak baik-baik aja?" tanyanya balik.

Daisy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang