Daisy - 3

1.1K 182 55
                                    

Perpustakaan adalah tujuan utama Daisy ketika tiba di sekolah. Tidak, bukan untuk membaca buku, melainkan untuk melakukan rutinitas paginya. Duduk di kursi depan perpustakaan seraya memandang lapangan. Kedengarannya memang aneh, tapi memang itu yang sering Daisy lakukan.

Berada di ujung koridor sebelah barat, membuat tempat ini banyak mendapat sinar matahari pagi. Rasanya hangat. Ditambah lagi embusan angin yang tidak terlalu kencang menjadikan tempat ini begitu sejuk. Sebuah pohon ceri yang tumbuh tepat di selatan perpustakaan serta beberapa pot bunga yang tersusun rapi di sekitar pohon, juga menambah kesan asri.

Daisy memejamkan matanya. Merasakan sorot matahari yang perlahan mulai naik, mengenai kelopak matanya dan embusan angin yang menerpa wajah cantiknya.

"Hai, kita ketemu lagi."

Suara itu sontak membuat Daisy membuka matanya. Alangkah terkejutnya dia saat mendapati siapa pemilik suara tersebut. Daisy mendengkus kesal, lantas segera mengalihkan pandangan ke arah lain. Ketenangannya terusik.

"Gue tadi habis dari ruang OSIS dan nggak sengaja lihat lo di sini. Makanya, gue samperin." Davino membuka suara.

Laki-laki itu berdiri beberapa langkah dari Daisy dengan pandangan yang masih terpaku pada gadis itu. Tangan kanannya memegang tali tas ransel yang tersampir di bahu kanannya, sedangkan tangan kirinya berada di sisi tubuh.

"Nggak nanya," sahut Daisy tanpa mengalihkan pandangan dari lapangan yang kosong.

"Gue boleh duduk di sana?" tunjuk Davino pada space kosong di sebelah Daisy.

"Nggak."

"Ya udah gue di sini aja." Davino menyandarkan punggungnya di pilar depan ruang perpustakaan. "Nama lo Daisy, kan?"

Daisy menoleh. "Tahu dari mana lo?"

"Se-antero TB juga tahu kali kalau lo Daisy, si juara paralel angkatan kita. Apalagi kemarin temen lo manggil nama lo waktu di perpustakaan."

Sial, kejadian itu lagi!

"Oh iya, lo belum jawab pertanyaan gue kemarin."

Ucapan Davino seketika membuat alis Daisy terangkat. Pertanyaan? Pertanyaan yang mana?

"Lo lupa?" Davino berdecak pelan. "Masa baru kemarin aja udah lupa, gimana sih? Kalau gitu biar gue ulangi. Kemarin lo bilang, kita nggak boleh ngobrol di perpustakaan. Pertanyaan gue, kalau di luar perpustakaan boleh ngobrol, kan?"

"Nggak!"

"Kenapa?"

"Lo ganggu."

"Tapi dengan lo jawab pertanyaan gue dari tadi, bukannya itu udah termasuk ngobrol, ya?"

"Apa sih? Enggak!"

"Oh, jadi ini bukan ngobrol versi lo, ya? Gue salah, dong," sesal Davino seraya menunjukkan wajah polosnya. "Kalau gitu ngobrol versi lo itu gimana? Yang kayak orang-orang ngobrolnya di kafe-kafe sambil nongkrong gitu atau yang kayak gimana?"

"Mau lo apa, sih sebenarnya?" Kesabaran Daisy habis. Matanya menatap Davino tajam. Tak peduli jika laki-laki di hadapannya ini adalah wakil ketua OSIS.

Davino yang sejak tadi nyaman bersandar pun langsung menegakkan tubuhnya. Matanya mengerjap kaget. Baru kali ini ada cewek yang berani membentaknya. Padahal semua cewek di Tirta Biru mengidolakannya. Oke, yang terakhir ini Davino sombong.

Detik berikutnya, Davino tersenyum seraya menggaruk bagian belakang kepalanya. Daisy sedikit bergidik ngeri, mungkin kepala laki-laki itu kutuan.

"Hmm, gue juga bingung mau gue apa, Day. Mau ngajak lo kenalan, tapi lo pasti udah kenal siapa gue. Mau nga—Eh, Day kok lo malah pergi? Gue belum selesai ngomong."

Daisy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang