Selamat hari Sabtu lagi dan selamat bermalam minggu ....
"Gue suka sama Davino."
Pernyataan yang lebih terkesan seperti penegasan tersebut menyapa indra pendengaran Daisy sesaat setelah menginjakkan kaki di taman belakang sekolah. Gadis itu tersentak kaget, tapi berhasil menguasai diri. Sudut bibirnya sedikit terangkat.
"Bukan urusan gue." Bernada datar, tapi berhasil berhasil membuat gadis berambut hitam sepunggung yang berdiri membelakangi Daisy, berbalik. Sorot mata gadis itu menyiratkan rasa tak suka atas ucapan Daisy.
"Iya, emang bukan urusan lo, tapi ini urusan gue. Urusan gue karena lo dekat sama Davino."
"Gue nggak pernah dekat sama Davino," koreksi Daisy. Tatapannya masih sedatar sebelumnya.
"Oh ya? Terus maksud lo kasih Davino minuman tadi apa, ya? Lo mau modusin Davino?" Nada suara gadis itu tidak rendah, tapi tidak juga tinggi. Biasa saja. Namun, Daisy bisa merasakan ada campuran emosi di dalam nada suaranya.
Daisy memutar bola matanya malas. Lagi-lagi perkara botol minum. Pasti karena tadi pagi gadis itu melihatnya ada di ruang OSIS saat mengembalikan botol minum Davino yang kemarin.
"Kenapa emangnya?"
"Gue cuma mau bilang kalau Davino nggak bakalan mempan sama modus lo."
"Bagus! Gue juga nggak ada niatan buat modus sama dia. For your information, botol minum yang tadi emang punya Davino. Makanya, gue balikin," terang Daisy dengan santainya. Sontak, lawan bicaranya membelalak kaget.
"Hah? Oh, oke." Gadis itu gelagapan sendiri. Dia berdehem sekali, berusaha menutupi keterkejutannya. "Terus soal gosip dan foto yang tersebar di TB akhir-akhir ini, bisa lo jelasin kebenarannya?"
"Jadi, lo ngajak gue ke sini cuma buat bahas hal nggak penting kayak gini doang? Buang-buang waktu aja lo, Shel," sahut Daisy lalu beranjak. Waktunya terlalu berharga untuk disia-siakan.
Namun, baru satu langkah, gadis yang tadi dipanggil "Shel" itu kembali angkat bicara. "Gue mau minta tolong sama lo."
"Minta tolong?" Daisy berbalik. "Nggak salah lo minta tolong ke gue?"
"Enggak, karena cuma lo yang bisa nolongin gue, Day."
Daisy semakin tidak mengerti maksud gadis di hadapannya ini. Mereka jarang berinteraksi, tapi tiba-tiba gadis itu minta tolong padahal sebelumnya sempat menuduhnya. Daisy ingin mengabaikannya, tapi rasa penasarannya semakin menjadi saat tak satu pun kata keluar dari mulu gadis itu.
"Apa?"
"Tolong jauhin Davino."
***
"Lo dari mana aja, Day? Kok bisa bareng sama Shella?"
"Taman belakang." Daisy mendaratkan tubuhnya di kursi Kia dan menyandarkan punggungnya pada dinding.
"Hah? Ngapain di sana?"
"Main bola," jawab Daisy sekenanya, yang langsung dihadiahi tabokan pelan di lengan oleh sahabatnya.
"Serius, Day! Kalian ngapain di taman belakang?"
"Kok lo kepo?"
"Gue nggak kepo, cuma nanya aja. Ya jelas gue kepo lah! Lo tuh nggak biasanya bareng sama orang selain gue sama Davino—"
"Kenapa jadi bawa-bawa Davino?"
"Oh iya, sorry kebawa. Wajarlah gue kepo sama sahabat sendiri. Selama ini sikap lo cuek sama orang lain, tapi barusan, lo bareng sama Shella, dari taman belakang pula. Gimana gue nggak kepo coba? Itu terlalu mencurigakan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Daisy [COMPLETED]
Teen Fiction[Wattpadindo Writing Challenge 2020 Winner] Dia pergi. Kepergiaannya turut membawa serta kebahagiaan Daisy. Harapan-harapan yang sudah ia rancang pun turut lenyap seketika. Bahkan pergantian tahun yang harusnya dirayakan dengan bahagia, justru diray...