Correct me if I wrong, guys...
"Lo suka sama Davino?" Daisy mengulangi pertanyaannya. Pandangannya lurus pada Kia.
"K-kenapa lo nanya gitu?"
"Sikap lo aneh kalau lagi ngomongin Davino. Lo suka sama dia, kan?"
"Enggak! Mana mungkin gue suka sama Davino, enggaklah! Lo ngaco!" sahut Kia seraya mengalihkan pandangan kembali ke layar televisi. Sikapnya tentu saja membuat Daisy menyipitkan mata, curiga.
"Gue cuma menyuarakan pikiran gue aja. Emangnya salah?"
Sontak, Kia yang awalnya fokus pada televisi, menoleh cepat. "Kata-kata gue itu!" protesnya dengan bibir mengerucut sebal.
"Emang." Daisy meneguk minumannya, lalu kembali menatap Kia. "Jadi?"
"Jadi? Jadi apa? Prok ... prok ... prok, gitu?" kelakar Kia berusaha mencairkan suasana. Dia masih terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba yang dilontarkan Daisy barusan.
Andai saja tubuh Kia lebih kecil lagi, sudah pasti Daisy akan menceburkannya ke kolam depan rumahnya. Bisa-bisanya malah melemparkan candaan garing seperti itu untuk menjawab pertanyaannya. Heran, kenapa bisa dia dulu punya sahabat seajaib Kia.
"Terserah lo, deh. Capek gue ngomong sama lo."
"Emangnya kenapa kalau gue suka sama Davino? Ada masalah buat lo?"
Pertanyaan itu membuat Daisy menoleh. Dia menggeleng cepat. Tidak! Itu sama sekali tidak jadi masalah bagi Daisy jika benar Kia memang menyukai Davino. Sikap Kia yang selalu antusias saat membahas tentang Davino—seolah Davino adalah penemuan langka yang baru ditemukan oleh arkeolog—sudah cukup menguatkan fakta bahwa sahabatnya itu menyukai Davino.
"Jadi, benar lo suka sama Davino, Ki?" tanya Daisy lagi.
"Aduh, Day, gimana bisa gue suka sama Davino kalau ...." Ucapan Kia menggantung begitu saja. Gadis itu tiba-tiba terdiam.
"Kalau?" Daisy menaikkan alisnya, penasaran dengan kalimat selanjutnya. Entah kenapa, dia melihat keraguan dalam diri Kia. "Kalau apa, Ki?"
"Kalau ... kalau Davino suka sama lo! Iya, Davino suka sama lo!" sahut Kia seraya menyunggingkan senyumnya. Dia menatap lurus Daisy, meyakinkan sahabatnya.
Daisy tak merespons apa-apa. Dia hanya diam sembari menatap layar televisi. Sebenarnya, dia sudah cukup sering mendengar pernyataan semacam itu. Namun, Daisy mengabaikannya.
Memang menyukai orang lain adalah hak setiap orang. Orang-orang bebas menentukan siapa yang mereka sukai dan orang-orang juga bebas mau membalas rasa suka itu atau tidak. Semua itu tergantung diri sendiri. Jadi, jika benar Davino menyukainya seperti yang dibilang Kia tadi, Daisy sama sekali tidak masalah. Hanya saja prinsipnya, biar saja Davino menyukainya, asal dia tidak suka balik dengan Davino.
Lagi pula, Daisy malas berurusan dengan Davino lagi. Sudah cukup gosip yang beredar di sekolah membuat hidupnya terusik. Ditambah lagi Shella yang dengan terang-terangan memintanya menjauhi Davino, membuat Daisy semakin tidak ingin terlibat urusan dengan laki-laki itu. Jelas, itu termasuk tipe orang yang harus Daisy hindari.
"Kalau Davino nembak lo, gimana?"
"Gue jadi curiga lo emang beneran suka sama Davino, Ki. Kalau lo emang suka sama dia, perjuangin, biar dia bisa ngelihat lo. Jangan sampai dia merjuangin orang lain."
Setelahnya, Daisy beranjak dari sofa dan berlalu ke dapur. Meninggalkan Kia yang masih terdiam dengan sejuta tanya sambil menatap punggung Daisy. Beberapa detik kemudian, gadis itu menghela napas pelan lalu menggeleng singkat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Daisy [COMPLETED]
Teen Fiction[Wattpadindo Writing Challenge 2020 Winner] Dia pergi. Kepergiaannya turut membawa serta kebahagiaan Daisy. Harapan-harapan yang sudah ia rancang pun turut lenyap seketika. Bahkan pergantian tahun yang harusnya dirayakan dengan bahagia, justru diray...