Daisy - 17

484 97 58
                                    

Tidak ada yang tidak mengenal nama seorang Daisy Aresha di SMA Tirta Biru. Semua warga sekolah sangat mengenal Daisy, si cantik juara paralel kelas sebelas. Ralat, nama Daisy terkenal sebagai juara paralel sejak kelas sepuluh.

Memiliki wajah cantik serta otak cemerlang, membuat kebanyakan orang memandangnya kagum, bahkan ada juga yang merasa iri dengan apa dipunya gadis berambut hitam sepunggung itu. Kontras dengan wajah cantiknya, Daisy dikenal sebagai orang yang cuek dan bodo amat. Membuat murid lain segan untuk akrab dengannya. Meski begitu, sekalinya Daisy tersenyum, senyum itu mampu menular ke orang di sekitarnya. Senyum yang juga berhasil membuat seorang Davino Wardhanu merasa semesta berbaik hati padanya.

Ya, dia Daisy Aresha. Gadis manis yang berhasil mencuri perhatian Davino sejak pertama kali bertemu. Tepatnya di perpustakaan sekolah sebulan lalu. Love at first sight, istilahnya.

Saat itu, Davino dan Bayu—teman sekelasnya—diminta Pak Amir mengembalikan buku ke perpustakaan. Namun, begitu sampai perpustakaan, Bayu langsung keluar lebih dulu setelah meletakkan tumpukan buku itu ke meja petugas dan meninggalkan Davino yang terpaksa harus mengurus pengembalian buku-buku tersebut. Saat akan keluar, matanya menangkap seseorang di lorong ketiga perpustakaan. Dan entah mendapat keberanian dari mana, Davino menghampirinya.

"Nama dan orangnya, sama-sama cantik," batin Davino saat itu.

Sayangnya, saat Davino mencoba mengajak ngobrol Daisy, gadis itu malah kesal. Seolah kehadirannya sangat mengganggu. Bahkan dia masih ingat ekspresi kesal Daisy saat itu. Davino tidak marah, dia maklum karena memang ini salahnya. Salahnya karena ngajak ngobrol orang tidak tahu tempat.

Davino suka; setiap Daisy menelusuri berbagai judul buku di rak, setiap Daisy fokus pada buku bacaannya, setiap ekspresi bingung Daisy saat menemukan sesuatu yang tidak gadis itu pahami, serta ekspresi kekesalan Daisy jika bertemu dengannya. Semuanya tampak ... lucu.

Sejak pertemuan pertama itu pula Davino sadar satu hal. Bahwa dia sudah jatuh cinta pada Daisy. Gadis manis yang kata orang berubah sejak awal tahun baru. Davino jadi rajin ke perpustakaan. Bukan untuk membaca, tapi untuk bertemu Daisy. Serta sekarang dia tahu kapan dan tempat mana saja yang memungkinkan untuk bertemu Daisy. Lorong ketiga perpustakaan saat jam istirahat dan jam kosong, di depan perpustakaan saat pagi hari, serta warung nasi goreng Pak Wiryo—langganannya.

"Muka lo cerah amat, Bro. Abis menang?" tanya Rendra yang baru masuk ruang OSIS dan mendapati Davino tersenyum sambil menatap layar ponsel.

"Muka gue emang selalu cerah, kali," sahut Davino yang masih fokus pada ponsel. Kedua ibu jarinya bergerak menekan layar, seakan sedang menembak musuh.

Hari ini tidak ada agenda rapat, tapi karena jam kosong, Davino dan Rendra memilih kabur ke ruang OSIS. Alasan lainnya karena Wi-Fi di koridor barat sangat lancar daripada tempat lain. Jadi, cocok untuk mabar alias main bareng.

"Daisy?"

"Yes, victory!" ucapnya mengikuti suara dari game yang sudah berakhir dan menampilkan tulisan 'victory' di layar. "Lo tadi bilang apa, Ren? Daisy? Daisy kenapa?"

"Muka lo cerah gini arena Daisy?" Rendra mengulangi.

Spontan Davino mengangguk. "Jelaslah! Lo tau, kenapa? Karena gue kemarin akhirnya bisa nganterin dia pulang," sahutnya antusias. Dia menyandarkan tubuh ke sandaran kursi sambil mengingat kejadian kemarin.

"Nganterin dia pulang? Kok bisa?" tanya Rendra bingung. Pasalnya selama ini, wakilnya itu selalu bilang diusir Daisy setiap mencoba mengajak ngobrol dan sekarang tiba-tiba saja Davino cerita kalau dia kemarin mengantar Daisy pulang. Bagaimana bisa?

Davino akhirnya menceritakan semuanya. Tentang dia yang diam-diam sengaja membawa minuman ke perpustakaan hingga berujung hukuman dari petugas. Dan akhirnya dia bisa mengantar Daisy pulang, ya meski pun agak sedikit memaksa. Tapi tak apalah yang penting dia sudah tahu di mana rumah Daisy.

Daisy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang