Daisy - 1

2.6K 274 133
                                    

"Selamat ya, Daisy. Seperti biasa, nilai-nilai kamu selalu memuaskan. Ibu bangga sekali sama kamu. Orang tua kamu juga pasti bangga punya anak cantik dan pintar seperti kamu," ucap Bu Salma, wali kelas 11 IPA 3, seraya menyerahkan lembaran hasil Ujian Tengah Semester minggu lalu.

Daisy menerima lembar hasil tersebut. Dadanya mendadak sesak. Pada akhirnya, Daisy hanya bisa menyunggingkan senyum seraya menjawab, "Terima kasih, Bu."

Ditatapnya lembaran penuh angka di meja. Seperti yang dikatakan Bu Salma tadi, nilainya selalu memuaskan. Angka-angka tinggi, itulah yang selalu tertulis pada lembar penilaian seorang Daisy Aresha.

"Ciee, langganan lagi," celetuk Kia sambil menunjukkan senyum jahilnya. Gadis itu mengubah posisi duduknya menjadi bersandar di dinding.

Daisy tak menenjawab, sudah paham maksud teman sebangkunya. Langganan yang dimaksud Kia adalah Daisy selalu menempati peringkat pertama baik di kelas maupun satu angkatan. Kepintaran Daisy memang di atas rata-rata dan membuat banyak murid SMA Tirta Biru iri padanya.

Kia menghela napas, sudah biasa dengan sikap Daisy yang seperti itu. Bagi Kia, Daisy masih mau menanggapi ocehannya saja meski hanya sesekali, ia sudah sangat senang. Kia bersyukur, setidaknya itu merupakan kemajuan dari seorang Daisy setelah apa yang menimpa gadis itu.

"Nanti ke kantin, ya?" Bisikan Kia di telinga Daisy dihadiahi gelengan oleh gadis itu. Maklum, Bu Salma masih berada di kelas, membagikan hasil ujian.

"Ayolah, Day, sesekali temenin gue ke kantin, dong. Masa iya gue sendiri terus ke kantin kayak orang hilang," rengek Kia. Gadis yang rambutnya dikuncir ekor kuda itu menatap Daisy melas. "Ayo, dong. Nanti gue temenin lo ke perpus juga, deh biar lo nggak sendirian."

"Gue biasa ke perpus sendirian," jawab Daisy yang kini kembali fokus pada buku catatannya.

"Ish! Gue juga pengin tahu sesekali ke perpus. Siapa tahu bisa bonus ketemu cogan." Namun, Daisy hanya memutar bola matanya tak acuh. "Eh, atau gini aja, Day, gimana kalau kita taruhan?"

"Taruhan?"

"Iya, taruhan. Jadi, kita ke perpustakaan, terus siapa yang pertama kali ketemu sama cogan, itu berarti dia yang menang. Yang kalah harus traktir makan. Gimana?"

Itu adalah taruhan paling tidak masuk akal menurut Daisy. Namun, Kia sama sekali tidak menyerah membujuk Daisy. Bukan apa-apa, tapi ini Kia lakukan karena dia peduli dengan Daisy. Pasalnya, Daisy memang jarang sekali ke kantin. Ralat, hampir tidak pernah. Sebulan saja bisa dihitung dengan jari berapa kali Daisy ke kantin.

"Kalau memang mau makan, ya makan aja. Ngapain pakai acara taruhan segala? Nggak ada gunanya," sahut Daisy sambil membanting pulpen ke meja. Gara-gara ocehan Kia, fokusnya jadi lenyap.

"Ada lah, Day. Nih, ya gue kasih tahu. Kalau nanti kita ketemu cogan, kan lumayan bisa buat cuci mata, apalagi pas siang-siang gini. Duh, rasanya udah kayak habis minum jus jeruk yang baru diambil dari kulkas. Seger!"

Mendengar itu, Daisy memutar bola matanya jengah. Mimpi apa dia dulu bisa bersahabat dengan orang seperti Kia. Gadis konyol yang hobinya stalking akun para cowok ganteng di seluruh dunia.

"Jadi gimana, Day? Yes or no?" tanya Kia lagi. Susah payah dia membujuk Daisy supaya mau ikut ke kantin dengannya.

Mau tak mau akhirnya Daisy mengangguk. Tak tega juga dengan sahabatnya yang lebih sering ke kantin sendirian daripada bersamanya. Daisy sendiri juga takut kalau tiba-tiba kia menjauh dan tidak menganggapnya lagi hanya karena hal sepele saja.

Sebenarnya bukan tanpa alasan Daisy jarang ke kantin. Daisy hanya tidak terlalu suka keramaian. Setiap Kia ke kantin, Daisy selalu pergi ke perpustakaan dan mengasingkan diri di sana hingga jam istirahat selesai. Selain itu karena ada alasan lain, karena Daisy ... menghindari seseorang.

Daisy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang