"Udah nggak ada yang ketinggalan, kan?"
"Enggak ada," jawab Daisy seraya menutup ritsleting tas berukuran sedang berisi kebutuhan Sarah selama di rumah sakit.
Setelah lima hari dirawat, keadaan Sarah sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya dan dokter pun memperbolehkannya pulang. Dan selama Sarah dirawat, Daisy bergantian jaga dengan Bi Asih. Setiap pulang sekolah, Daisy akan langsung ke rumah sakit untuk menggantikan Bi Asih. Kadang jika tidak sedang sibuk, Tania juga datang. Daisy tidak peduli walaupun Hendra menyuruhnya untuk fokus ke sekolah saja dan tidak terlalu memikirkan Sarah yang sakit.
"Kakak udah urus administrasinya. Jadi, sekarang kita bisa langsung pulang. Ayo, Tante. Tania bantuin." Tania menarik kursi roda ke samping bed dan membantu Sarah duduk di kursi roda.
"Tapi Papa gimana?"
Tania menghela napas berat, menoleh pada Daisy. "Lima hari cuma kita aja yang jagain Mama kamu di rumah sakit dan sekarang, kamu masih nunggu Papa kamu datang? Kamu berharap apa sama Papa kamu?"
Ucapan Tania seperti tombak yang menusuk jantung. Namun, Daisy tidak bisa marah karena faktanya memang benar. Selama Sarah dirawat, Hendra tidak pernah sekalipun menjenguk. Jangankan menjenguk, bertanya tentang keadaan Sarah saja hanya beberapa kali dilakukannya.
Semalam, Daisy sudah memberitahu Hendra melalui pesan jika hari ini Sarah keluar dari rumah sakit. Daisy juga meminta papanya untuk menjemput mereka. Meski masih kecewa dengan sikap Hendra, tapi Daisy masih berharap pria itu mau menjemput mereka. Dengan begitu, dia bisa tahu kalau masih ada harapan untuk keluarganya kembali utuh.
"Nggak usah nunggu Papa kamu. Kita pulang sekarang. Mama kamu masih harus minum obat dan juga istirahat," putus Tania sebelum meninggalkan ruangan sambil mendorong kursi roda Sarah menuju parkiran.
Empat puluh menit kemudian, mobil yang dikendarai Tania akhirnya sampai di depan rumah Daisy. Daisy langsung turun dan membuka pintu pagar lebar-lebar. Mobil Tania masuk dan Daisy kembali menutup pagarnya. Setelah itu, dia membantu Sarah duduk di kursi roda, lalu mendorongnya masuk ke rumah.
Begitu masuk, mereka disambut suasana rumah yang terasa lebih parah. Kosong, seperti tak berpenghuni. Sesaat Daisy terdiam di ambang pintu. Sudut bibirnya terangkat ketika netranya menatap sebuah pigura besar berisi foto keluarga yang terpajang di dinding ruang tamu.
"Day, kok malah diem di situ?"
Daisy tersentak. Dia mengulas senyum pada Tania lalu mengikuti wanita itu masuk. Daisy membawa Sarah ke kamarnya. Namun, sebelum itu, Daisy menyuapi Sarah makan siang supaya mamanya bisa langsung minum obat.
"Cepet sembuh ya, Ma. I love you." Daisy mencium dahi Sarah, mengusap punggung tangannya sebentar, lalu keluar.
Daisy mengambil ponsel di sakunya, mengotak-atiknya sebentar sebelum kemudian menempelkan benda pipih tersebut di telinga kiri. Beberapa kali dia melakukan itu, tapi yang dia dapatkan hanya "Nomor yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi."
"Tante Sarah udah tidur?" tanya Tania yang sejak tadi mengamati sikap adiknya. Disodorkannya segelas air putih pada Daisy. Gadis itu menerimanya.
"Udah." Daisy meneguk air putihnya hingga tak tersisa, lalu mengikuti Tania ke meja makan. Tania meletakkan sepiring ayam goreng dan semangkuk sayur sop di atas meja. Tadi saat mereka pulang, Bi Asih sedang memasak, jadi Tania membantunya sedikit.
"Syukurlah, kalau Tante udah tidur. Tante Sarah harus banyak-banyak istirahat. Oh iya, ini obatnya Tante Sarah. Nanti kamu simpan, ya. Obatnya harus diminum sesuai aturannya." Tania menggeser sebuah plastik berisi obat-obatan ke arah Daisy. "Gimana sekolah kamu? Lancar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Daisy [COMPLETED]
Fiksi Remaja[Wattpadindo Writing Challenge 2020 Winner] Dia pergi. Kepergiaannya turut membawa serta kebahagiaan Daisy. Harapan-harapan yang sudah ia rancang pun turut lenyap seketika. Bahkan pergantian tahun yang harusnya dirayakan dengan bahagia, justru diray...