Selamat hari Sabtu dan selamat membaca kisah Daisy.
Hari yang ditunggu pun akhirnya tiba. Tepat hari ini adalah hari H dilaksanakannya Olimpiade Sains Kota/Kabupaten tingkat SMA. Olimpiade tersebut diadakan di salah satu SMA yang cukup terkenal di Jakarta.
Sembilan murid yang ditunjuk sebagai perwakilan itu pun berangkat menaiki minibus milik sekolah bersama tiga guru pendamping. Butuh waktu sekitar dua puluh menit dari SMA Tirta Biru ke SMA Angkasa, tempat berlangsungnya olimpiade.
Selama perjalanan ada saja obrolan yang tercipta. Awalnya guru pendamping hanya menanyakan tentang persiapan lomba kepada murid, tapi kemudian berlanjut sampai membicarakan guru killer di Tirta Biru. Lucunya para guru itu juga ikut-ikutan membicarakan guru lainnya. Beberapa kali ada yang melempar jokes untuk mencairkan suasana dan meredakan ketegangan.
Namun, berbeda dengan Daisy. Gadis yang rambutnya dikuncir ekor kuda itu lebih memilih menyumpal telinganya dengan earphone putih sambil menatap jalanan, tak tertarik sedikit pun dengan obrolan teman-temannya.
Tiba-tiba dia merasa kabel earphone-nya ditarik. Daisy menoleh dan mendapati ketua OSIS Tirta Biru tersenyum ke arahnya. Detik berikutnya, Daisy kembali mengalihkan pandangan pada kaca di sebelahnya. Lagi, Rendra menarik kabel earphone-nya.
"Apa?" ketus Daisy.
"Kalau ngomong sama orang, ininya dilepas dulu biar sopan," ucap Rendra seraya melepas earphone kanan milik Daisy.
Menghela napas pelan, Daisy pun melepas kedua benda yang sejak tadi bertengger di telinganya. "Kenapa?"
"Nah, gitu dong. Gimana persiapannya? Aman?" Laki-laki berambut ikal itu menaikkan satu alisnya.
Yang ditanya hanya mengangguk sebagai jawabannya.
"Are you okay?" Rendra kembali bertanya.
Kini giliran Daisy yang menatap Rendra dengan alis terangkat. Daisy baik-baik saja, kenapa laki-laki itu bertanya?
"Lo kangen wakil gue, ya?"
"Hah?"
"Lo kangen wakil gue?" ulang Rendra.
"Wakil?" Nyatanya konsentrasi gadis itu belum sepenuhnya kembali.
"Iya, wakil gue, Davino. Lo kangen dia, kan? Makanya dari tadi lo kayak orang galau. Iya, kan?"
Daisy berdecak. Pertanyaan macam apa barusan? Bisa-bisanya Rendra bertanya hal tidak penting seperti itu. Ah, ini pasti gara-gara gosip yang tersebar di sekolah. Sialan.
"Kebanyakan makan gosip lo!"
"Loh, gue serius, Day. Lo dari tadi melamun liatin jalanan terus pasti karena galauin Davino, kan? Lo kangen sama Davino, kan?"
"Gue nggak galau dan nggak kangen sama Davino!" tegas gadis itu tak terima. Telinganya sudah cukup sakit mendengar nama laki-laki itu disebut.
"Bohong, kan elo?"
"Bohong apanya, sih, Ren?"
"Lah, emangnya lo nggak galau Davino sering barengan sama Shella? Lo sama Davino bukannya lagi deket, ya?"
Daisy menghela napas. Rasanya ingin sekali memakan laki-laki di sebelahnya ini hidup-hidup karena saking cerewetnya. "Enggak heran, sih kalau anak buahnya kemakan gosip, orang ketuanya aja juga percaya gosip."
"Yee, gue serius, Day. Kali aja kalian beneran deket biar lo nggak jomblo lagi."
"Ngaca!" Daisy baru akan memasang earphone lagi ketika suara Rendra menghentikan gerakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daisy [COMPLETED]
Teen Fiction[Wattpadindo Writing Challenge 2020 Winner] Dia pergi. Kepergiaannya turut membawa serta kebahagiaan Daisy. Harapan-harapan yang sudah ia rancang pun turut lenyap seketika. Bahkan pergantian tahun yang harusnya dirayakan dengan bahagia, justru diray...