Gugup sudah pasti. Itulah yang dirasakan Daisy begitu memasuki ruangan lomba untuk kali kedua setelah olimpiade sebulan lalu. Kedua telapak tangannya terasa basah. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat saat mendudukkan diri di bangku. Memandang sekitar, ketidakpercayaan dirinya kembali muncul. Hanya sebentar karena dia langsung menepisnya kuat-kuat.
Alasannya sederhana. Karena Daisy tidak mau mengecewakan semua orang yang sudah percaya padanya.
Sekarang, dia hanya perlu fokus pada lomba. Mengerjakan soal dengan tenang dan teliti, serta meminimalisir kesalahan. Entah bagaimana hasilnya nanti, dia yakin hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha.
Sistem lomba kali ini kurang lebih sama dengan sistem lomba di tingkat kota/kabupaten beberapa waktu lalu. Waktu tes dan jumlah butir soalnya pun sama. Olimpiade tingkat provinsi ini dilaksanakan selama tiga hari dengan pembagian tiga cabang olimpiade per hari dan Biologi ada di hari pertama yakni hari ini.
Namun, ternyata apa yang terjadi sekarang sangat berbeda dengan ekspektasi Daisy. Dalam hati, dia memang membaca kalimat yang tertulis di lembar soal, tapi sesungguhnya otaknya tidak bisa memberikan satu pun jawaban untuk soal-soal tersebut. Semuanya mendadak blank. Fokusnya buyar. Tentang olimpiade, tentang mama, dan tentang kejadian sialan itu.
Semakin dia berusaha fokus pada soal di hadapannya, semakin pecah pula konsentrasinya. Entah apa yang sebenarnya terjadi dalam tubuh dan otaknya. Kenapa tidak bisa bekerja dengan baik?
Daisy menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Dia memejamkan mata sejenak, berharap fokusnya kembali. Sayangnya, itu juga tidak berguna untuknya saat ini. Di saat peserta lain sibuk berkutat dengan soal dan pikiran mereka, fokus Daisy malah terpecah dan dia sendiri kesulitan mengatasinya.
Bodoh. Harusnya dia tidak boleh seperti ini. Kalau dia begini, semuanya pasti kecewa. Dia tidak mau menghancurkan kepercayaan semua orang padanya. Meskipun apa yang dia lakukan saat ini sudah termasuk bagian menghilangkan kepercayaan orang lain.
Daisy kembali menghela napas. Tangannya perlahan bergerak di lembar jawab. Sesekali matanya terpejam beberapa saat sembari berusaha mengingat materi yang sudah dia pelajari jauh-jauh hari, lalu mengisinya di lembar jawab.
"Kamu kenapa, Daisy? Apa kamu sakit?"
Pertanyaan Bu Arum membuka percakapan di perjalanan pulang dari lokasi lomba. Daisy sudah tidak memiliki jadwal lain lagi, jadi dia bisa langsung pulang. Perjalanan dari lokasi lomba ke hotel hanya memakan waktu sekitar sepuluh menit.
Gadis yang rambutnya dikuncir ekor kuda itu pun menoleh. "Nggak, Bu. Saya baik-baik aja," jawabnya diikuti senyuman.
"Kamu yakin baik-baik aja? Kalau kamu sakit, kita mampir ke klinik dulu. Soalnya Ibu perhatikan sejak keluar hotel tadi pagi, kamu agak kurang semangat," ungkap Bu Arum. Di antara semua guru yang Daisy kenal, Bu Arum adalah orang yang sangat peka dengan sekitar, terutama jika menyangkut anak didiknya. Apalagi ini bukan kali pertama Daisy kepergok melamun saat bersama gurunya itu. Saat bimbingan pun, hal ini beberapa kali terjadi.
"Mungkin ada yang mengganggu pikiran kamu, Nak? Bisa berbagi sama ibu." Kalimat itu pula yang sering ditanyakan Bu Arum pada Daisy setiap melihatnya seperti sekarang.
"Saya baik-baik aja, Bu." Dan kalimat itu pula yang selalu Daisy gunakan untuk menjawab pertanyaan dari Bu Arum.
Ya, Daisy baik-baik saja. Bahkan sejak tadi pagi—ralat, sejak kemarin lebih tepatnya, Daisy sangat baik-baik saja. Sebelum kejadian tadi pagi membuat Daisy menarik kembali jawabannya. Kejadian yang bahkan dia sendiri tidak mau mengingatnya.
"Baiklah, Ibu paham. Mungkin kamu memang sedang ada sedikit masalah sama Davino, makanya kamu agak kurang bersemangat hari ini."
Daisy sontak menoleh, menatap bingung guru pembimbingnya itu. "M-maaf, maksudnya gimana ya, Bu? Masalah sama Davino? Saya nggak paham, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daisy [COMPLETED]
Novela Juvenil[Wattpadindo Writing Challenge 2020 Winner] Dia pergi. Kepergiaannya turut membawa serta kebahagiaan Daisy. Harapan-harapan yang sudah ia rancang pun turut lenyap seketika. Bahkan pergantian tahun yang harusnya dirayakan dengan bahagia, justru diray...