Daisy - 13

523 101 26
                                    

Teriakan barusan sontak membuat kedua remaja itu menoleh ke arah rumah. Tanpa memedulikan Davino yang menatapnya bingung, Daisy langsung membuka pagar dan berlari masuk ke dalam rumah. Matanya membelalak begitu melihat Sarah terduduk di lantai dan histeris sambil memeluk sebuah pigura. Di sebelahnya, Bi Asih yang panik berusaha menenangkannya.

"Mama!"

Daisy langsung memeluk Sarah, berusaha menenangkan wanita itu. "Mama tenang, ya. Ada Daisy di sini," ucapnya seraya mengusap pelan punggung wanita itu.

"Ya ampun, Day. Ini ada apa?"

Pertanyaan tersebut membuat Daisy menoleh kaget. Davino ternyata mengikutinya masuk.

"Bisa tolong bantuin gue bawa Mama ke kamarnya?"

Davino mengangguk cepat. Kedua remaja itu pun memapah Sarah ke kamar, mendudukkannya pelan-pelan di tempat tidur. Daisy mengambil alih pigura dari dekapan Sarah dan meletakkannya di nakas. Daisy kembali memeluk Sarah erat sambil mengusap punggung dan lengan wanita itu.

"Udah ya, Ma. Mama tenang, ya, udah ada Daisy di sini," ucap Daisy menenangkan Sarah. Perasaannya masih tidak karuan karena kejadian barusan.

Tangis histeris Sarah perlahan mereda. Bahkan kini wanita itu terlelap di pelukan Daisy. Daisy menghela napas, lalu beringsut pelan membenahi posisi Sarah. Davino yang melihat itu refleks membatu Daisy untuk membaringkan Sarah di tempat tidur. Setelahnya, Daisy menarik selimut sampai sebatas perut.

Daisy menatap sekali lagi wajah Sarah yang terlelap. Diciumnya dahi wanita itu singkat sebelum keluar dari kamar orang tuanya diikuti Davino di belakangnya. Daisy menghela napas pelan seraya menatap pintu kamar yang sengaja dibiarkan terbuka sedikit.

"Thanks. Sorry, jadi ngerepotin lo," ujar Daisy. Seulas senyum tipis tercetak paksa di wajahnya.

"Iya, sama-sama," jawab Davino seraya menatap lurus pada Daisy. Tatapan tajam yang biasa terpancar dari gadis itu, kini seolah hilang. Raut wajah gadis itu tampak lelah. Pandangan Davino seketika beralih ketika sebuah panggilan terdengar diikuti suara langkah kaki mendekat.

"Permisi, Non. Keadaan Ibu bagaimana? Bibi dari tadi nggak tenang, takut sama keadaan Ibu." Kedatangan Bi Asih membuat kedua remaja itu refleks menoleh.

"Mama sekarang udah tidur, Bi. Tapi, Daisy mau tanya sama Bibi. Kenapa Mama bisa kayak gitu ya, Bi? Apa ada sesuatu yang terjadi sebelum Daisy pulang tadi?" tanya Daisy dengan nada sedikit menuntut.

Wanita paruh baya itu menunduk, takut. "Itu ... anu, Non ... Bapak tadi pulang. Terus karena Bapak minta dibuatkan kopi, jadi Bibi tinggal ke dapur sebentar. Tapi pas Bibi balik ke depan, Bapak udah marah-marah terus Ibu juga histeris. Habis itu, Bapak pergi lagi ndak tau ke mana. Kopinya juga nggak diminum," jelas Bi Asih.

"Papa ..." desis gadis itu. Tangan kanannya terkepal di sisi tubuh. Napasnya sesak melihat melihat kondisi Sarah tadi, ditambah kini penjelasan dari Bi Asih justru semakin membuat amarahnya naik. Rasa kecewa semakin menjadi. Tidak menyangka pria yang sangat Daisy banggakan bisa bersikap seperti itu.

"Maaf, Non. Maafin Bibi ndak becus jagain Ibu. Bibi minta maaf, Non," ucap Bi Asih sambil masih menunduk.

"Enggak, Bi. Bibi nggak perlu minta maaf. Ini bukan salah Bibi. Ini salah Papa. Justru Daisy berterima kasih banget sama Bibi udah bantu jagain Mama dengan baik," jawab Daisy seraya mengusap lengan Bi Asih. "Ya udah kalau gitu, Bibi tolong buatin minuman buat temen Daisy, ya? Lo mau minum apa?" Gadis itu beralih menatap Davino.

"Apa aja, Day."

"Minta tolong buatin es jeruk aja ya, Bi."

"Iya, Non. Bibi permisi ke dapur dulu."

Daisy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang