Daisy - 8

622 132 37
                                    

Bukan perkara mudah menjadi perwakilan sekolah, justru hal ini bisa bikin stress. Secara tidak langsung pihak sekolah mengharapkan hasil yang bagus meski waktu persiapan hanya kurang dari satu bulan. Karenanya, untuk mendapatkan hasil terbaik, pihak sekolah memberikan jam tambahan selama satu setengah jam bagi sembilan murid yang kemarin ditunjuk dengan membagi mereka di sembilan kelas berbeda sesuai mata pelajaran yang diujikan.

Meski hanya OSK, tetap saja tidak bisa diremehkan. Sekolah lain pastinya juga akan mengirimkan murid terbaik mereka untuk bisa lolos ke tingkat provinsi. Ditambah lagi, waktu yang mepet sudah pasti harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

Begitu juga dengan Daisy. Gadis itu berusaha keras selama tiga hari belakangan ini. Daisy berusaha membagi waktunya antara sekolah dan Sarah. Belajar dari pagi hingga sore di sekolah, pulangnya dia akan merawat Sarah hingga beliau tertidur. Baru setelah itu, dia belajar sedikit untuk pelajaran keesokan hari dan tidur. Semua sudah tersusun rapi dalan agenda Daisy dan dia menjalankannya dengan baik hingga tidak ada yang keteteran.

Entah kenapa pada olimpiade kali ini, semangat Daisy begitu membara. Dia belajar keras supaya bisa masuk top three yang lolos ke tingkat provinsi. Terlebih setelah pembicaraannya dengan Kia kemarin lusa.

"Hah? Gila ya lo mau ngundurin diri dari OSK? Enggak, enggak, gue nggak setuju!"

"Lo setuju atau nggak, gue bakalan tetap mundur."

"Day, lo nggak bisa mundur seenaknya, dong! Pihak sekolah udah nunjuk lo jadi perwakilan, ya itu artinya sekolah udah percaya sama kemampuan lo. Kalau misalnya lo mundur, nggak cuma pihak sekolah aja yang kecewa, tapi semua murid TB juga pasti bakalan kecewa sama lo."

"Tapi, Ki—"

"Coba sekarang lo pikir. Selama ini yang jadi juara paralel angkatan kita, siapa? Elo, Day! Bahkan, nggak ada murid TB yang bisa geser posisi lo. Selalu lo yang jadi juara satu. Dan sekarang lo malah milih mundur hanya karena ngerasa kemampuan lo nggak seberapa?" Kia menggeleng. "Nggak! Ini bukan Daisy yang gue kenal. Daisy yang gue kenal itu selalu percaya sama kemampuannya dan nggak gampang nyerah. Daisy—"

"Sayangnya, ini bukan Daisy yang lo kenal!"

"Terus lo siapa?" Kia balik membentak. Matanya menatap tajam pada Daisy. Detik berikutnya, Kia mengembuskan napas pelan sebelum akhirnya berdecak frustrasi. "Oke. Kasih gue satu alasan yang masuk akal kenapa lo milih mundur?"

"Gue nggak yakin sama kemampuan gue." Yang ditanya justru mengulangi jawabannya untuk kedua kali.

"Day, give me a reason." Nada suara Kia pelan, tapi terdengar menuntut.

Daisy menghela napas berat, lalu beralih menatap sahabatnya beberapa saat. "Mama," lirihnya.

Satu kata itu berhasil membuat Kia terdiam. Gadis itu tidak menyangka akan mendengar jawaban seperti itu dari mulut sahabatnya. "Tapi OSK cuma sehari aja, Day."

"Tetep aja gue nggak tenang, Kia. Kalau ada apa-apa sama Mama gimana? Ya, kalau ada orang yang tahu, kalau enggak, gimana?"

Sejujurnya, Daisy merasa bimbang dengan masalah ini. Pembicaraannya dengan Bu Salma lumayan mengganggu pikiran Daisy. Bu Salma dengan terang-terangan mengharapkan Daisy bisa lolos ke tingkat provinsi. Dan itu berarti jika Daisy lolos, dia akan meninggalkan Sarah selama beberapa hari. Sedangkan Daisy paling tidak tenang jika tidak melihat Sarah dalam jangkauan matanya.

"Kalau gitu gue yang akan jagain Tante Sarah."

Kalimat itu sontak membuat Daisy membelalakkan mata. "Nggak perlu, Ki. Ngerepotin lo nanti. Gue minta tolong Kak Tania aja untuk nemenin Mama. Lagian, orang tua lo kan ada di rumah. Masa iya orang tuanya lagi kumpul, tapi anaknya malah di rumah orang."

Daisy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang