Chapter 14 Perubahan Sikap

56 25 122
                                    

Chapter [14] Perubahan Sikap

HAPPY READING!!!
🌙🌙🌙

Saat ini semua para siswa kembali bertempur dengan pelajaran beberapa jam yang lalu. Mereka semua tampak terlihat lelah, termasuk Maira. Gadis itu sedari tadi sibuk memikirkan keadaan Vino, ia lupa untuk melihatnya ke ruang UKS. Maira khawatir kalau Vino kenapa-napa. Memikirkannya saja sudah membuat Maira semakin lelah.

Tak disangka, bel pulang sekolah pun sudah berbunyi. Pastinya semua siswa merasa senang, begitupun juga dengan Maira. Dia buru-buru memasukan semua barang yang ada di atas meja ke dalam tas. Rena dan Aidan pun juga melakukan hal yang sama.

"Kita ke UKS sekarang," ajak Maira menarik tangan Rena dan Aidan.

"Iya tapi nggak usah tarik-tarik juga kali, lo kira gue kambing."

"Aku khawatir sama Vino Aidan, nggak ada waktu buat debat lagi sekarang."

Regan yang baru keluar kelasnya langsung juga ditarik oleh Aidan, tak lupa cowok itu membawakan tas milik Vino. Kini mereka semua sudah di depan pintu UKS, saat Regan ingin membuka pintu, pintu pun terbuka dari dalam yang memperlihatkan Vino baru bangun tidur.

"Vino."

"Lo nggak papa? Kepala lo masih sakit?"

Diam, Vino hanya diam tanpa menjawab pertanyaan dari Regan. Sepertinya ini efek sehabis bangun tidur.

"Vino, kamu kenapa?" Kali ini Maira yang bertanya, ada rasa khawatir di nada bicaranya.

Maira berniat ingin memegang kening Vino untuk memastikan suhu tubuhnya, namun cowok itu segera menepis tangan Maira tanpa rasa bersalah. Hal itu langsung membuat Rena jadi marah, gadis itu langsung melemparkan tatapan tidak suka pada Vino.

"Lo nggak biasanya kasar gini sama Maira," murka Rena yang sepertinya dia ingin memukul wajah bantal Vino.

"Rena udah, aku nggak papa," balas Maira merangkul kuat tangan Rena, takut kalau dia akan mencabik cabik wajah Vino dengan kuku panjangnya.

Di saat Vino yang masih terdiam, cowok itu mendapatkan satu notifikasi dari sang Mama yang mengatakan bahwa dia sudah di depan gerbang sekolah.

"Vino kamu kenapa? Kita ada salah ya, sama kamu?" tanya Maira dengan wajah sedihnya.

Vino mengambil tas yang ada di tangan Regan dan melirik ke arah Maira.

"Kepala gue cuma pusing dan gue minta maaf buat yang tadi," ucapnya langsung pergi meninggalkan Maira dengan yang lainnya. Sebelum itu ia sempatkan untuk mengelus kepala Maira.

"Tanpa kamu minta maaf pun aku udah maafin kamu Vin," ujar Maira sambil menundukan kepala menatap ke arah sepasang sepatu yang melekat di kakinya.

"Ra, udah ayo kita pulang, mungkin aja emang kepala anak itu masih pusing." Rena menarik lembut tangan Maira menuju parkiran, dia tau kalau Maira sebentar lagi akan menangis. Regan dan Aidan berjalan di belakang mereka berdua.

"Vino kenapa?"

"Aku ada salah apa sama dia?"

"Kenapa dia jadi kayak gini?"

"Apa karena aku pergi sama Julian tadi?" Rena langsung memeluk Maira dan benar saja, gadis itu menangis.

"Udah Ra, nggak perlu lo tangisin."

"Tapi Ren, kenapa Vino natap aku dingin gitu, aku takut kalau Vino jauhin aku." Tangisan Maira semakin pecah saat ia mengingat bagaimana Vino menatapnya.

Aidan dan Regan jadi merasa pusing sendiri, kalau sudah seperti ini mereka juga tidak tau harus berbuat apa. Satu-satunya harapan mereka adalah Rena, berharap gadis itu bisa menenangkan Maira.

"Ra, udang dong nangisnya. Malu tau diliatin banyak orang," tutur Regan menenangkan Maira.

"Maira, gue kan janji buat traktir lo 'kan."

"Iya," jawab Maira melirik ke arah Aidan sembari menarik ingusnya.

"Kalau gitu, kita jajan di Supermarket, mau?"

"Tapi kamu yang bayar 'kan?"

"Iya Ra." Gadis itu kembali tersenyum dan menghapus air mata serta ingus dengan baju Rena.

Sedangkan gadis itu hanya bisa pasrah dan melihat bagaimana lendir Maira menempel pada lengan bajunya yang berwarna putih.

"Rena kamu harus ikut," ajak Maira.

"Iya Ra, gue ikut." Keduanya bergandengan tangan berjalan menuju parkiran sekolah.

Tanpa mereka sadari, ternyata Julian menyaksikan semuanya di lorong kelas dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

Dasar gadis cengeng, batin Julian beranjak pergi.

Kini mereka semua sudah berada di parkiran sekolah, Regan sedang membantu Rena untuk mengenakan helm nya dan Aidan dengan Maira yang sudah siap di atas motor Aidan menunggu dua sejoli yang masih sibuk itu.

Pandangan Maira bertemu dengan Julian, cowok itu menatap lurus ke arah Maira. Entah apa arti dari tatapan itu, yang pasti saat ini Maira memberikan senyuman adalannya pada Julian.

"Julian," panggil Maira.

"JULIAN MAU PULANG? HATI-HATI DI JALAN, NANTI KALAU ADA APA-APA KABARIN AKU YA," teriak Maira agar bisa didengar oleh Julian yang sudah pergi dari parkiran.

Aidan menutup kupingnya dan menatap tajam ke arah Maira.

"Kenapa nggak pakai toa mushola sekalian."

"Lo kira kuping gue bakalan baik-baik aja gitu dengar teriakan dari lo."

"Maaf Aidan, aku nggak sengaja." Maira memperlihatkan cengiran polosnya itu, terlihat gigi yang putih berjejeran.

"Seenggaknya lo nggak harus teriak di depan telinga gue kali Ra." Aidan menyesali kenapa ia tidak langsung memasangkan helm di kepalanya. Agar gandeng telinganya tidak sakit seperti sekarang

"Ayo kita berangkat." Akhirnya, Rena dan Regan sudah selesai dengan urusannya. Kini tujuan remaja itu adalah Supermarket yang berada tak jauh dari sekolah mereka.

Tak butuh waktu lama untuk semua remaja itu sampai di Supermarket tempat perbelanjaan yang cukup igenis ini. Buru-buru dua gadis bersahabat itu berlari mengambil keranjang dan berjalan menelusuri setiap rak yang ada di sana. Aneka makanan ringan dan berat tersusun rapi di sertai dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Maira dan Rena berjalan pada rak khusus makanan cemilan di sana. Sedangkan Aidan dan Regan sedari tadi sibuk membuntuti kedua gadis yang terlihat senang saat ini, dua gadis itu sibuk memilih jajanan yang akan dibelinya. Di mana Aidan membawa keranjang untuk Maira dan Regan membawa keranjang untuk Rena.

"Lo yakin sebanyak ini jajanan yang mau lo beli?" tanya Aidan yang melihat ke dalam keranjang yang sudah mulai penuh.

"Aidan, kamu tau kan kalau cewek nangis itu butuh tenaga, jadi untuk mengisi kekosongan tenaga itu harus banyak jajan dan makan."

"Gue sumpahin perut lo buncit," cicit Aidan yang masih bisa di dengar oleh Maira.

"Kamu bilang apa?"

"Gue nggak bilang apa apa." Aidan jadi gelagapan. Dia sangat takut kalau Maira akan nangis atau marah lagi.

Sementara Regan sibuk melihat kandungan kalori dari makanan yang dipilih oleh Rena, untuk memastikan kalau pacarnya itu akan baik baik saja bila memakan jajannya.

Bersambung......

🌙🌙🌙
Hallo all 💙
Terimakasih buat yang udah baca :)
Jangan lupa buat vote dan komen ya :)

See you 👋

MAIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang