Chapter 26 - Menderu

1.1K 289 93
                                    

Adrian hanya bisa berdiri bengong menatap gimana sang papa yang kini udah dikebumikan. Rasanya sakit, jelas, tapi seluruh kesedihan telah terbuang di hari kemarin, jadi kini lelaki manis itu cuma bisa mengikhlaskan apa yang terjadi. Toh gimana pun, Adrian gak akan bisa ngehidupin papanya, semua atas kehendak yang di atas.

Padahal baru kemarin mereka sarapan bareng, bercanda bareng, dan sekarang sosok tersebut udah gak ada di sisi mereka lagi. Mulai sekarang Adrian harus siap jadi tulang punggung keluarga.

"Lo gak apa?" Jian bertanya sambil nepuk pundak yang lebih muda, ngerasa khawatir juga mengingat gimana kondisi temannya sekarang.

Adrian noleh ke samping, ngulas senyum tipis sambil menggelengkan kepala sekilas. Dia masih kenapa-napa.

"Kita ada di sini kok."

"Makasih Ji."

Adrian, Jian, Reyno bahkan Bian hadir di sini, mereka memang sepakat datang demi nemenin si koala. Cukup lama berdiri bengong sambil mantengin gundukan tanah yang masih basah, pada akhirnya lelaki berfreckhles itu memutuskan untuk menepi lalu berteduh sebentar.

Ini udah cukup sore, perut rasanya mulai laper dan tubuh lelah ingin istirahat. Reyno sama Jian memutuskan pamit, lagipula ada Bian yang ngejagain, kedua remaja tersebut akan memberi waktu untuk teman-teman mereka duduk berdua. Mungkin akan ada satu atau dua hal yang perlu pemuda itu sampaikan demi menenangkan si manis.

"Masih pengen nangis?" Bian bertanya dengan pandangan lurus ke depan, natap puluhan batu nisan yang tertanam di atas tanah, pemilik mereka tengah tertidur tenang di bawah sana.

"Pengen, tapi capek." Senyum tipis terulas. Adrian gak tahu pasti mengenai apa yang ingin dia lakukan sekarang, hidupnya seperti tanpa tujuan.

Srett...

Manik indah itu membelalak kaget ketika tubuhnya tiba-tiba terasa ditarik dari samping, berakhir dengan kepala yang terjatuh tepat di atas pundak sang kekasih, yang lebih muda medongkak sekilas, mendapati Bian yang masih berada dalam posisi semula.

"Istirahat aja bentar."

Adrian menyamankan diri dalam sandaran tersebut, meski Bian kelihatan cuek banget tapi sebenernya pemuda tampan tersebut cukup soft serta perhatian, cuma dia gak tahu aja cara nunjukinnya gimana.

Satu buah balai cukup besar di sisi kuburan, tempat para pelayat berteduh dari terik dan hujan, kini fasilitas itu mereka pinjam untuk beristirahat sebentar demi menyiapkan diri untuk kehidupan yang akan berbeda.

Mungkin karena suasana sore serta angin sepoi-sepoi yang bertiup membuat kantuk datang menyerang. Yang lebih muda jatuh terlelap, gak sadar dengan tangan Bian yang kini asik mengelus surai lembutnya.

Pandangan yang sedari tadi menatap lurus ke depan, kini mulai bergerak turun, memperhatikan Adrian lekat sembari mengulas senyum sekilas. "Gak apa, gue ada di sini."

━━━━━━━━━━ ⸙ ━━━━━━━━━━
t r e n d
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Langit udah hampir gelap dan Bian baru muncul di rumah, entah kemana perginya anak itu seharian, yang pasti kalau Hadi tahu anaknya kelayapan kagak jelas, bakal ngamuk pasti.

"Dari mana kamu?"

Langkah Bian terhenti di ujung tangga begitu mendengar suara sang papa entah dari mana. Pria paruh baya itu sebenernya lagi duduk di sofa ruang tengah sambil baca koran harian, cuma ya karena Biannya main jalan gitu aja, dia jadi gak sadar.

"Gak tahu." Bian terlalu malas menjelaskan, nanti malah ditanya ini itu dan hal tersebut hanya ngebuat dirinya berujung harus melontarkan banyak kata. Bian terlalu enggan.

Trend; Self Injury [Minsung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang