Chapter 27 - Sebuah Trend Baru

1.3K 284 120
                                    

Hari ini mereka semua sekolah seperti biasa. Adrian udah baik-baik aja setelah terpukul dengan kenyataan yang ada, koala satu itu cuma ngerasa khawatir sama Adrina, adiknya masih kelihatan murung, tentu berbanding terbalik dengan pribadi sehari-hari yang gak berbeda jauh sama Adrian. Selain itu, lelaki manis tersebut sedikit kebingungan gimana cara dapet kerja. Meski sang mama udah ngelarang, namun mana bisa Adrian cuma duduk diem gitu aja. Dia satu-satunya cowok di keluarga, setidaknya Adrian harus bisa ngebantu untuk jadi tulang punggung.

"Udah tenang Dri, nanti kita bantuin." Reyno berucap disela ngunyah bakso, mereka bertiga lagi duduk di kantin, ngisi perut setelah ngelewatin beberapa mapel menyebalkan sejak tadi pagi.

"Iya Dri. Kalau udah mentok banget, mending jual diri aja, nanti gue cariin sugar daddy." Jian ikutan nimbrung, asal nyeplos aja yang mana hal itu berakhir dengan rasa nyeri di kaki, Adrian nendang dirinya dari bawah meja.

"Enak banget congornya."

Mengabaikan Jian, Adrian mengedarkan pandangan, mencari meja yang masih berisi bakwan kesukaan. Tapi sayangnya udah pada ludes, cuma sisa satu, itu pun di mangkok baksonya Jian.

Adrian nelen ludah gugup, "Ji, bakwannya buat gue ya."

Jian mendongak, menghentikan gerakan mengunyahnya untuk sesaat, "Gak."

"Pelit banget bangsat, gue lagi sedih loh ini."

"Jangan jadiin kesedihan lo sebagai alasan untuk dimaklumi, bakwan ini harta berharga gue, bakal gue jaga sampai mati." Jian berucap sungguh-sungguh, sama kayak Adrian, Jian juga suka dengan olahan satu itu, ya meski gak se-addict si koala.

Reyno cuma bisa senyum aja ngelihat dua uke yang kerjaannya gelut mulu. Pengen gitu rasanya nyiram mereka make kuah bakso, tapi yang ada dirinya nanti malah dibotakin berjamaah.

Takk...

Perhatian ketiga pemuda tersebut teralihkan, Bian mendadak muncul lalu meletakkan satu buah piring berisi gado-gado di atas meja mereka. Lelaki dingin tersebut duduk di sebelah Adrian, berhadapan dengan si pasangan bucin. Gak ada angin gak ada ujan, Bian langsung makan gado-gadonya tanpa dosa.

"Kenapa ngelihatin?" Pertanyaan terlontar gitu aja. Pemuda satu itu masih sibuk nunduk sambil masukin potongan ketupat ke dalam mulut, cuma ya, dia tentu ngerasa lagi diperhatiin.

"E-eh gak kok, lanjut makan aja."

Tak acuh, Bian lanjut ngabisin makanan, mengabaikan Reyno, Jian serta Adrian yang kini saling pandang. Seriusan, kadang tingkah random Bian itu membuat mereka sedikit bingung.

"Oh iyaa... pj mana pj?" Jian berseru seneng sambil mukul bahu Reyno.

Adriannya gak tahu kenapa malah salting sendiri, asik ngelirik Bian di sebelah guna melihat respon sang kekasih. Menyaksikan hal tersebut, Jian jadi mengernyitkan kening, geli sendiri dia ngelihat si burik yang sok kesemsem. Contoh saja dirinya, udah pacaran tapi tetep ngumpat for life, untung aja Reyno sealiran, jadi enak bisa duet berbahasa kotor.

"Gak ada." Lelaki berahang tajam itu menolak. Bukannya gak mau, cuma kan kondisi Bian sekarang membuatnya harus bisa hemat.

Budget untuk neraktir Reyno sama Jian itu setara dengan tiga hari hidup ditunjang oleh mie instan, jadi mending duitnya digunain untuk kebutuhan hidup sendiri. Kalau biasanya orang-orang akan kesulitan apabila mendadak jatuh miskin karena rasa gengsi, maka gak berlaku untuk pemuda satu itu. Bian santai banget anaknya.

"Lo bangkrut Bian?" Reyno nanya dengan nada bercanda, pasalnya sosok tampan itu tentu tahu sekaya apa keluarga Gevandra. Gak mungkin lah orang yang ekonominya pas-pasan malah sekolah make motor CBR, ya kecuali kalau motor itu hasil rampok.

Trend; Self Injury [Minsung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang