Chapter 40 - Titik Permulaan

903 224 93
                                    

"Lepasin gue bangsat!" Jian sibuk meronta ketika dirinya diseret masuk ke dalam salah satu gang yang cukup gelap, sebuah jalan pintas sebenernya, hanya aja karena gak diterangi lampu membuat orang-orang enggan lewat ke sana kalau malam udah menyapa.

Sungguh, kepala si manis udah pusing banget, tubuhnya gak bisa dikontrol ketika dia mengalami sesuatu yang bernama deja vu. Dipaksa, gang, gelap, gak ada yang peduli. Gak ada satu pemikiran positif pun yang melintas di pikiran.

Sedikit meluruskan, tadi Jian emang kepisah sama Reyno gara-gara berdesakan dengan orang-orang, ngebuat lelaki berpipi gembil itu memilih untuk menepi ke tempat yang lebih sepi, bersiap ngehubungin Reyno kalau aja seseorang gak muncul.

Sialnya sosok tersebut adalah Wira agustian, membuat Jian hanya mampu diam di tempat untuk memproses dalam waktu yang lama.

Tahu-tahu si bangsat malah udah main narik Jian paksa, dia tadi gak sengaja nemu itu tupai satu, dibuntutin aja terus sambil mengintai sang target untuk nanti dimangsa. Lalu ketika ngelihat saat yang tepat, Wira mulai beraksi.

Pemuda tersebut begitu cerdik, dia ngerangkul Jian dalam posisi cukup intim, seolah mereka adalah pasangan sampai gak ada orang yang curiga. Mulut mungil itu juga dibekap sejak tadi, lalu barusan dilepas ketika udah sampai di tempat yang dia pilih untuk membalas dendam.

"Woy kalem bro, mau kemana sih buru-buru?" Wira nahan lengan Jian yang hendak kabur, menghentakkan dalam satu tarikan sampai badan yang lebih mungil terhuyung bahkan hampir jatuh ke atas jalan.

Jian ingin teriak, tapi suaranya terasa tercekat. Sial, dia akan selalu merutuki diri yang lemah jika diingatkan dengan kejadian dulu. Entah kemana perginya tenaga yang biasanya Jian pake buat nyiksa Reyno, semua itu hilang tak bersisa.

"Mau apa lo hah?!" Menggertak adalah satu-satunya hal yang masih bisa Jian lakukan, tapi sayang suara bergetar serta manik berkaca itu ngebuat Wira yakin jika Jian kini gak lain hanya seorang pecundang.

Seringaian terulas, "Sederhana, lo udah ngebuat ayah gue masuk penjara, gue cuma mau ngebales aja."

Wtf!

Jian beneran gak ngerti sama pola pikir sosok di hadapannya. Hey, si tua bangka itulah yang lebih dulu menghancurkan hidupnya. Sayang sekali Jian malah larut dalam emosi sendiri, mengabaikan segala pikiran rasional untuk melarikan diri.

"Ayah lo emang bersalah." Entah kenapa nada tersebut terdengar begitu dingin. Seperti bukan sosok Jian yang biasa orang kenal.

Ketakutan perlahan terganti dari pancaran manik tersebut, amarah bergejolak kala Wira mendesaknya seolah Jian lah tokoh antagonis, padahal udah jelas kalau dia korban.

"Blabla gue gak peduli. Gue jadi penasaran, seberapa enak sih lubang lo sampai ayah gue rela ngemasukin laki-laki." Wira dengan segala sifat iblis yang dia miliki. Gak bapak gak anak sama aja.

Males basa basi, Wira menghempaskan tubuh Jian sampai membentur tembok, kejadian persis seperti beberapa tahun lalu, membuat rasa pusing menyerang kala bagian belakang kepala si tupai menerima hantaman kuat.

Sempet hilang fokus, Jian meluruh jatuh, namun gak terlalu lama karena badan kecil itu kembali dipaksa berdiri dengan posisi membelakangi Wira, tangannya dihimpit di antara tembok sedangkan kedua kakinya dibuka lebar –ngebuat Jian pasti akan jatuh ke samping jika sebelah tungkai dia angkat. Gerakan si manis dipatahkan.

Mulutnya dibekap dengan sebelah tangan Wira, sedangkan lengan yang lainnya mulai mencoba menarik turun celana yang Jian kenakan.

Pusing. Jian merasa sesuatu bergejolak begitu dasyat di dalam dirinya. Cukup. Gak ada lagi Jian Wijaya yang lemah, kali ini dia gak akan membiarkan dirinya ternoda untuk kedua kalinya.

Trend; Self Injury [Minsung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang