Chapter 42 - Seolah Tak Pernah Terjadi

1K 219 68
                                    

Setelah dua hari izin demi menjalani terapi serta beberapa hari terlewat dengan dibantu oleh Reyno, Jian udah terlihat seperti dirinya yang biasa. Belakangan anak itu menjadi sedikit pendiam dan murung, namun Reyno tentu begitu handal dalam mengalihkan perhatian orang-orang dan mengarang alasan atas kondisi Jian sekarang.

Si tupai ngerasa begitu berterimakasih, bersyukur karena Reyno ngelindungin dan udah mau memahami dirinya. Mungkin Jian harus membalas kebaikan itu suatu saat nanti, ya minimal kalau Reyno seandainya minta cium bakal dia turutin.

Seperti jam jam istirahat gabut sebelumnya, kedua pemuda itu memilih untuk menghabiskan waktu di rooftop gedung anak-anak IPA, gak tahu kenapa jarang banget ada yang dateng ke sini, padahal tempatnya cukup bagus dan menenangkan, mungkin siswa-siswi lainnya pada males menaiki cukup banyak anak tangga. Tapi gak masalah, malahan sekarang Reyno sama Jian ngerasa kalau rooftop udah berubah jadi basecamp mereka.

"Ji, bagi dong." Reyno berucap sambil membuka mulut meski pandangan masih mengarah ke layar ponsel, memilih game yang pengen dia download nantinya. Jian yang semula tengah ngemil yupi calci bean guna mengganjal perut, kini mengambil salah satu permen tersebut lalu dimasukin ke mulut yang lebih tua, jarinya terasa sedikit dingin ketika gak sengaja bersentuhan dengan bilah tipis tersebut.

Reyno ngunyah santai, masang wajah sumringah ketika dapet permainan yang dia inginkan.

Virtual family.

Jian yang merasa terkacangi lantaran Reyno sibuk dengan entah apa pun itu, melongokkan kepala, mencuri pandang ke layar ponsel sang kekasih. Ngerasa penasaran sama apa yang tengah dikerjakan oleh pemuda berhidung bangir itu.

"Lagi ngapain sih No?"

Yang ditanya mendongak lalu menoleh ke samping, ngebuat jarak wajah mereka terpaut dekat. Gak ada yang risih, Jian masih dengan pandangan bingung serta Reyno memasang raut seneng.

"Ngedowload game ngurus keluarga." Reyno berujar ringan, ngebuat keheranan yang lebih muda makin menjadi jadi.

"Kok tumben? Fruit ninja lebih kane."

Reyno kadang ngerasa heran, apa Jian gak bosen main game tebas buah itu terus? Maksudnya, kan gak ada tantangan seru selain nyayatin buah-buahan, kalau Reyno paling udah ngeuninstal setelah seminggu berlalu. Padahal game itu cuma jadi pengalihan untuk si tupai.

"Gue download permainannya sekalian mau belajar Ji, itung-itung simulasi ngurus rumah tangga sama lo nanti." Ucapannya emang terkesan seperti gombalan sampis, tapi Reyno serius.

Si manis masang wajah 'apasih anjir' sembari mandang illfeel yang lebih tua, tapi di detik selanjutnya sebuah kekehan khas terdengar, Reyno ada aja tingkahnya.

"Sejak kapan lo menggelikan gini?" Jian bertanya main-main, meski semenjiikkan apa pun Reyno, dia tetep suka kok, kan udah bucin.

"Gak tahu." Pemuda berhidung bangir itu menjawab seadanya, mengedikkan bahu cuek sambil menginstal permainan yang udah kedownload, wi-fi sekolah lumayan juga ternyata meski kadang suka lemot ketika saat-saat mendesak, pas ada tugas misalnya.

Mengantongi ponsel setelah selesai, Reyno kembali nyomot yupi yang ada di tangan Jian, enak juga ternyata makanan manis satu itu. Karena masih ada waktu selama beberapa menit ke depan, kedua pemuda tersebut memutuskan untuk duduk diem sembari ngobrol ngalor-ngidul, terdengar cukup menarik.

"Ji, pas udah tamat nanti, lo mau lanjut kemana?"

Jian menerawang bentar, mandang langit cerah di atas sana, "Belum tahu juga sih, pikirin nanti lah kalau udah kelas XII. Kalau lo?"

"Sama kayak lo."

Mereka belum terlalu merencanakan masa depan. Nanti kalau udah waktunya mungkin mereka akan tahu mau dibawa kemana ini hidup, "Lo ada mimpi gak Ji?"

Trend; Self Injury [Minsung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang