Chapter 36 - Setrap

910 240 110
                                    

Pagi-pagi Reyno udah dibuat jantungan ketika lewat di ruang tengah, pasalnya pas noleh ke arah dapur, pemuda berhidung bangir itu malah mendapati eksistensi Darka yang lagi sibuk berkutat di sana, entah ngapain Reyno gak tahu.

Pemuda itu mengernyit samar, jalan mendekat sebelum akhirnya membuka suara guna menarik atensi yang lebih muda., Reyno baru tahu kalau Darka itu hobi makan, "Ka, gak berangkat?"

Lelaki berbibir tebal itu sedikit tersentak kaget karena posisinya tengah ngebelakangin Reyno. Menoleh sekilas, Darka mengedikkan dagu, menunjuk dua buah piring roti bakar serta satu botol selai coklat di atas meja.

"Hah? Apaan?" Reyno yang gak ngerti hanya hah heh aja, tapi tungkai kokohnya tetap melangkah untuk menarik salah satu kursi dan menempatinya, menurunkan tas di pundak lalu dia taruh di lantai.

"Sarapan dulu." Pemuda satu itu berucap sambil mengaduk dua gelas susu yang baru aja dia buat, ngambil posisi di hadapan Reyno lalu meletakkan minuman itu di atas meja. Darka gak terlalu peduli dengan rasa kaget yang lebih tua, masih asik mengoleskan selai ke roti bakar miliknya lalu digigit, kunyah telen.

Mulai menyadari situasi, Reyno mengulas senyum simpul, mengikuti apa yang Darka lakukan, "Gue gak tahu ternyata lo care juga."

Darka juga gak tahu kenapa dirinya mendadak memperlakukan Reyno seperti sekarang. Lelaki dengan mole di bawah mata itu sebenernya cukup hangat kalau berhadapan sama orang-orang yang cukup deket, sang papa contohnya. Meski terkesan gak suka sama kehadiran manusia lain, tapi gak jarang Darka ngurusin papanya, ngebuatin sarapan, menyiapkan air atau sekedar mencuci pakaian kotor. Remaja beralis tebal tersebut gak sepenuhnya hidup kayak robot tanpa perasaan.

Lalu karena ucapan semalam yang mampu membuat dirinya menangis cukup lama, pagi harinya Darka ngerasa hidupnya sedikit tercerahkan, ucapan Reyno ada benarnya, lagipula dia udah capek sakit hati mulu gara-gara terus menghindar.

Mulai sekarang Darka mungkin perlahan akan mencoba membuka diri lagi, kalau nanti ada apa-apa atau si membel perlu tempat curhat atas apa yang dia rasa, Reyno harus ada, lelaki berhidung bangir itu wajib bertanggung jawab atas keputusan yang Darka ambil. Siapa suruh sok ceramah kemarin.

Darka gak sepenuhnya tertutup, dia hanya belum menemukan orang yang mau menemani serta meluruskan pikirannya yang udah mulai menyimpang, sebelumnya gak ada yang bisa mengerti tentang apa yang dia rasa. Kalau Gabriel beda urusan, itu anak kan ngejar-ngejar si dower gara-gara naksir. Dan begitulah, hanya dengan kata-kata sederhana dari Reyno mampu membuat sosok adik tirinya jadi tobat.

"Berisik, udah makan aja abis itu berangkat."

Reyno menganggukkan kepala, buru-buru ngunyah roti serta minum susu yang dibuatin sama Darka karena lelaki tersebut udah selesai makan, speed konsumsi Darka cukup meyakinkan untuk diadu pada perlombaan makan kerupuk tujuh belasan, pasti menang.

Pas lagi naruh piring sama gelas kotor di wastafel, Darka tiba-tiba aja kembali berucap sesuatu yang mampu mengagetkan Reyno, tapi sedetik setelahnya langsung disusul sebuah senyum lebar.

"Makasih ya No."

Yang diajak ngomong hanya mengacungkan jempol ketika Darka berbalik menghadap ke arahnya lagi. Ngerasa semua udah beres dan juga mereka telah berpakaian lengkap, langsung berangkat ke sekolah.

Meski mereka bersaudara tapi berangkatnya sendiri-sendiri, lebih nyaman kalau kata Darka. Reyno iyakan aja, dia lantas bersiap memanaskan motor sedangkan Darka nanti akan naik bis sekolah.

Bukannya langsung pergi, yang lebih muda justru asik nunggu di teras rumah, mengundang tatapan penasaran dari Reyno, "Kenapa belum berangkat?"

Meski tatapan serta pandangan Darka masih terkesan dingin, entah kenapa Reyno bisa menyadari jika terdapat keresahan dalam kelereng kelam tersebut. Ah mungkin si hidung bangir udah cukup terlatih ketika bersama Jian, itu tupai kan lebih sering memakai topeng.

Trend; Self Injury [Minsung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang