Slice of Life - Untitled

1.6K 122 129
                                    

Happy ShanDay semuaaa

***

Vino buka pintu mobil bagian tengah, senyumnya langsung merekah ketika melihat Cassie yang tertidur pulas memeluk boneka unicorn sambil menyesap ibu jari kanannya.

"Lucu banget produksi gue sama Shani." Gumamnya. Lalu, dengan perlahan ia buka sabuk pengaman di carseat Cassie. Membawa putrinya itu perlahan ke dalam gendongan. "Sst ... bobo, Nak, bobo. Maaf ya, Papa ganggu tidur kamu." Ucapnya ketika Cassie sedikit merengek, merasa tidurnya diusik.

Vino letakkan Cassie di tempat tidurnya. Mengusap lembut puncak kepala gadis mungil itu beberapa kali sambil bersenandung kecil agar Cassie kembali pulas dalam tidur. Setelah memastikan Cassie sudah pulas, dengan perlahan ia bangkit dan berjalan keluar kamar.

Helaan napas ia buang dengan panjang. Matanya menelisik sudut rumah, kosong sekali rasanya. Biasanya ada Shani yang akan membantunya menggendong Cassie masuk. Kakinya melangkah ke arah dapur, mengambil air minum dan duduk di atas bar stool. Seulas senyum hadir di sana, biasannya Shani sedang di sana, berdiri di depan kompor sambil menyiapkan makan siang atau membuat cookies kesukaan anak-anak untuk cemilan nonton film bersama.

"Kangen." Gumam Vino. Sekali lagi, ia hembuskan napasnya panjang. "Mas Ganes lagi apa ya sekarang?" Tanya Vino dalam hati.

Kedua kaki panjangnya kembali ia seret ke ruang tengah. Duduk di tengah sofa sambil tersenyum. "Shani suka duduk di sini nih biasannya kalau lagi nonton drama." Ia tepuk sisi samping sofa yang kosong. "Terus bakal marah-marah kalau gue gangguin atau Ganesha sama Cassie recokin. Setiap sudut rumah ini udah identik sama kamu ternyata." Vino larikan pandangannya pada bingkai foto yang ada di atas rak buku. "Gimana nggak kangen kalau apapun yang aku lakuin, apapun yang aku lihat selalu ngingetin aku sama kamu." Tukas Vino.

"Duh, kok jadi mellow?" Vino bangkit dari duduknya. Melangkah ke halaman belakang. Taman-taman bunga yang dulu terawat dengan baik itu sekarang layu, tak terurus dan sudah banyak semak-semak yang tumbuh di sana. "Apa gue buang aja tanaman-tanamannya itu?" Vino berjongkok, menarik satu persatu tanaman yang sudah layu itu dari tanah. "Dulu, kalau gue cabutin begini, Shani pasti ngomel. Bisa dijewer dan nggak dikasih jatah sebulan gue." Ia tertawa miris, mengingat nasibnya dulu.

Rintik hujan masih setia menemani Vino di halaman belakang rumah, bersama dengan memori-memori yang dengan kurang ajarnya masuk memenuhi pikirannya. Ia tatap air hujan yang jatuh di kolam renang, menghasilkan riak air yang makin lama makin meluas.

Sekali lagi, ingatannya terlempar ketika Shani memarahinya di depan anak-anak karena mengajak Ganesha dan Cassie bermain hujan.

"Astaga, Mas Vino!"

Ganesha dan Cassie berlari menghampiri Vino, bersembunyi di balik tubuh Vino.

"Oh no. We're in trouble kiddos."

Shani berkacak pinggang di depan sliding door dengan mata melototnya.

"Jangan main hujan." Teriak Shani. "Mas! Sini!"

Vino menunduk menatap kedua anaknya yang memeluk kakinya erat. "Tuh, Mas, dipanggil Ibun."

Ganesha menggeleng. "Yang dipanggil Ibun itu Papa, bukan Mas Ganes."

Vino beralih pada Cassie. "Adek dipanggil Ibun, tuh."

"Ih! Bukan Adek."

"Kalian bertiga yang Ibun panggil. Cepet, sini."

Begitu tiga orang yang basah kuyup itu mendekat, ia langsung mengeringkan tubuh Ganesha dan Cassie dengan handuk. Tak lupa melapisi pakaian kedua anaknya yang basah itu dengan bathrobe dan langsung mendudukkan dua bocah kecil itu di kursi.

How IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang