Sudah dua jam Shani mendiamkan Vino semenjak Ia menyusul laki-laki itu yang entah kenapa di malam minggu setelah mereka selesai dengan ujian di kampus, Vino justru memilih untuk menyibukkan diri di cafe Henri daripada pergi berdua dengan Shani.
Shani melirik malas pada kekasihnya yang terlihat fokus membuat pesanan salah satu pelanggan perempuan yang sejak tadi terus menatap Vino seperti singa yang melihat mangsanya.
Dan tunggu, tunggu. Apa-apaan itu, Vino bisa-bisanya tertawa bahagia dan membagikan senyum selebar itu secara percuma ke perempuan kegatelan itu seakan tidak ada Shani di tempat ini.
Shani mendelik ketika melihat perempuan itu mengedipkan matanya di depan Vino kemudian mencolek dagu laki-laki itu sebelum pergi ke mejanya dengan membawa pesanannya.
Cukup. Shani tidak bisa menahan emosinya lagi. Ia beranjak dari duduknya, berdiri di samping Vino yang sedang membersihkan cairan kopi yang sedikit tumpah.
"Kamu kalau di cafe selalu digenitin gitu?" Shani bersedekap, menyandarkan tubuhnya pada meja.
Melirik sekilas sang puan kemudian terkekeh, "kenapa? Kamu cemburu?"
"Nggak lah!" Bantah gadis itu, "Vino!" Ia memanggil laki-laki yang kembali sibuk atau lebih tepatnya menyibukkan dirinya.
"Kenapa, Shani?"
"Senang ya, digenitin banyak cewek cantik, pantesan sering banget ke cafe Koko,"
Vino menghela napas, berbalik badan menatap Shani dengan alis yang terangkat sebelah, "kamu ngomong apa, sih?"
Vino melangkah menuju dapur belakang yang diikuti Shani.
"Kamu suka kan digenitin cewek-cewek itu?" Tembak Shani langsung dan membuat Vino langsung berbalik badan, "udah gitu dicolek-colekin sama mereka juga nggak nolak, kamu sering digituin sama pelanggan di sini, ya?!"
"Shan,"
"Apa? Kamu mau bantah? Jelas aku tadi lihat sendiri kamu tebar-tebar pesona ke cewek-cewek itu,"
"Aku cuma kerja, Shan. Aku juga nggak minta mereka genitin aku,"
"Tapi kamu nggak nolak perbuatan mereka, Vino,"
"Terus aku harus apa? Kamu mau aku selalu layanin pelanggan dengan bilang, "maaf, Mbak jangan genitin saya. Saya udah punya pacar" gitu, iya?"
"Iya,"
Vino menatap Shani dengan dahi berkerut, "Kamu lagi kenapa, sih?"
"Nggak tahu," Shani melangkah keluar dari dapur.
"Shan, jangan childish gitu lah,"
Shani menghentikan langkahnya, berbalik badan kembali menghampiri Vino.
"Siapa yang kamu sebut childish tadi?"
"Kamu. Aku cuma kerja, that's all,"
"Dan aku cuma cemburu lihat kamu digenitin cewek kayak tadi," Shani melangkah lebar meninggalkan Vino yang terus memanggilnya.
Shani berhenti di area parkir cafe, menoleh kebelakang berharap Vino datang menghampirinya dan meminta maaf. Tapi, harapan Shani sepertinya tidak akan terjadi.
Vino tidak mengejarnya.
Dan ini adalah pertamanya kalinya Shani kecewa dengan sikap Vino.
***
"Kenapa nggak lo kejar?" Radit bertanya padaku setelah aku keluar dari dapur.
Aku mengedikkan bahu.