05

1.9K 140 25
                                    

Ruangan itu lenggang, tak ada yang bersuara. Vino masih diam dan bingung harus menjawab pertanyaan Shani apa.

"Vino," Shani kembali memanggilnya.

"Iya?"

Shani menghela napasnya panjang kemudian menggeleng, "Forget it." Ujarnya lantas beranjak dari duduk. Gadis itu mengambil tas juga ponselnya yang berada di atas meja.

"Shan, mau kemana?"

Shani tak memperdulikan panggilan Vino, gadis itu berjalan cepat menuju pintu apartemen.

"Shani, tunggu." Vino akhirnya bangkit dari duduk, tapi sayangnya Shani sudah lebih dulu keluar. Vino memejamkan matanya, tangannya mengepal. Ia marah dan kecewa pada dirinya sendiri, "Cupu banget, sih lo, Vin."

Shani menyandarkan tubuhnya setelah masuk kedalam lift, apa sesusah itu pertanyaan Shani untuk Vino jawab?

Ponselnya berdering menampilkan nama Vino pada layarnya, ia memilih untuk mereject panggilan yang masuk dan mematikan ponselnya.

Gadis itu berjalan lesu menuju kamarnya, Henri yang sedang menonton bola mengalihkan pandangan saat melihat adiknya yang terlihat sedang tidak baik-baik saja.

"Dek?" Henri membuka pintu kamar Shani, "Koko boleh masuk?" Tanya Henri.

"Masuk aja," Shani menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang.

Henri duduk di bagian tempat tidur yang kosong, "Kenapa? Tadi katanya nemenin Vino belanja bulanan? Pulang-pulang kok sedih gini, hmm?"

"Kokooo.." Rengek Shani yang langsung memeluk Henri.

Henri mengusap rambut panjang Shani yang tergerai, "Kenapaa?"

Shani akhirnya menceritakan kejadian di apartemen Vino tadi. Sebenarnya selama ini Shani nyaman-nyaman saja bersama dengan Vino. Tapi karena kemarin Anin bertanya pada Shani tentang hubungannya dengan Vino yang menurut Anin tidak jelas, jadilah Shani kepikiran dan bertanya pada Vino.

Tapi setelah Shani bertanya bukan jawaban yang ia dapat, malah Vino yang membisu tak menjawab pertanyaannya. Itu membuatnya makin uring-uringan.

"Vino nggak jawab pertanyaan kamu?"

Shani mengangguk, "Vino diem doang, Ko. Lagian, emang pertanyaan Adek sesusah itu buat dijawab?"

Henri menghela napasnya, sebenarnya ia tahu kenapa Vino tidak menjawab pertanyaan Shani. Waktu itu Vino sudah menceritakan semua pada Henri termasuk mengenai perasaannya pada Shani. Tapi ia meminta Henri untuk tidak memberitahu Shani mengenai hal itu. Biar itu menjadi urusannya dengan Shani, kata Vino waktu itu.

"Mungkin Vino punya alasan kenapa nggak bisa jawab pertanyaan kamu?"

"Apa alasannya? Vino udah punya pacar? Atau Vino nggak suka sama Adek?" Shani menatap Henri dengan kesal, "Kokoooo.." Shani kembali memeluk Henri dan menumpahkan semua kekesalannya.

***

"Mampus, kalah." Gracio menoyor Satya yang duduk di sampingnya.

Mereka berdua sedang berada di warung belakang sekolah—tempat tongkrongan mereka sejak dulu— Hari ini sekolah dipulangkan lebih awal karena dewan guru mengadakan rapat. Karena tidak tahu harus kemana jadilah dua manusia gabut itu nongkrong di warung belakang sambil bermain game.

"Budhe Sri, indomie goreng dua, nggak usah pake sausnya." Ucap Gracio pada Sri, pemilik warung itu.

"Siap, itu si Satya nggak mau juga?"

How IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang