07

1.9K 147 25
                                    

"Dari mana kamu, Cio?"

Gracio berhenti sebentar, menatap Ilman dengan tatapan datarnya sebelum kembali melangkahkan kakinya tanpa menjawab pertanyaan Papinya.

"Papi tanya kamu, Cio," Ilman bangkit dari duduknya, "Berhenti! Papi bilang berhenti, Samuel!"

Gracio menghentikan langkahnya ketika menaiki anak tangga, ia berbalik badan menatap ilman dengan alis yang terangkat sebelah.

"Dari mana kamu?"

"Bukan urusan Papi."

"Papi suruh kamu pulang tadi, bukan kelayapan sampai jam dua pagi seperti ini!" Ilman melangkah mendekat pada putranya.

"Saya main ke rumah Satya. Udah, kan? Saya ngantuk, mau tidur." Setelah itu Gracio langsung melangkah cepat menaiki tangga menuju kamarnya tidak memperdulikan panggilan dari Papinya.

Ia menutup pintu kamar dengan kencang lalu menyandarkan tubuhnya dengan mata terpejam. Setiap kali melihat Ilman bayangan adegan menjijikan yang Gracio lihat beberapa tahun yang lalu selalu terputar dengan jelas di ingatannya. Gracio marah dan kecewa pada Papinya, seorang pria yang selama ini menjadi panutan di hidupnya dengan mudah menghancurkan semua kepercayaannya.

Gracio menghela napasnya panjang, mengusap wajahnya kasar kemudian langsung merebahkan dirinya di tempat tidur.

Pagi harinya Gracio sudah siap dengan seragam sekolahnya, lelaki itu menyambar tas sekolahnya sebelum melangkah keluar kamarnya. Di bawah orang tuanya dan Christy sudah berkumpul untuk sarapan bersama. Christy sudah duduk anteng di kursinya sambil menonton kartun melalui iPadnya.

"Cio, sarapan dulu sini." Ajak Yona saat melihat putranya, "Mami udah masakin tumis kangkung kesukaan kamu, nih."

Gracio melangkah menuju ruang makan, mengambil segelas susu yang sudah Yona siapkan untuknya kemudian ia habiskan dengan cepat.

"Cio berangkat dulu, Mi." Gracio menghampiri Yona dan menyalimi perempuan yang sangat ia sayangi itu.

"Loh, nggak sarapan?"

Gracio menatap Ilman yang kini juga tengah menatapnya kemudian menggeleng, "Nggak, ada les pagi di sekolah. Cio berangkat." Lelaki itu mencium pipi kiri Yona, "Bye, Krisjon, Abang berangkat duluan!" Gracio mengacak rambut Christy dan langsung kabur sebelum mendapat omelan dari adiknya.

Gracio menghentikan motornya di taman dekat sekolahnya, ia kemudian memesan bubur ayam langganannya. Sebenarnya ia berbohong mengenai les pagi di sekolahnya, jika memang ada Gracio juga malas untuk ikut, ia pasti akan datang setelah jam les pagi selesai. Gracio berbohong agar tidak merusak suasana hatinya juga agar amarahnya tidak terpancing karena berada satu meja dengan Papinya.

"Makasih, Bang." Ucapnya setelah pesanannya datang. Ia kemudian melahap bubur pesanannya, perutnya yang terasa sangat lapar membuat bubur ayamnya terasa lebih enak. Tapi lebih enak lagi kalau Gracio makan dengan Shani. Hehe.

Teringat pada Shani, ia meletakkan mangkuknya lalu mengeluarkan ponselnya kemudian membuka kolom chatnya dengan Shani. Mulut Gracio menganga saat melihat Shani mengiriminya pesan lebih dulu kemarin malam.

"Yaampun, ini gue nggak lagi mimpi kan?" gumamnya, kemudian dengan cepat mengetik pesan balasan untuk Shani.

***

Gracio duduk di salah satu coffee shop di dekat kampus Shani sambil meminum mocha frappuccino miliknya. Ia melirik smartwatch yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, sudah hampir sepuluh menit ia menunggu di sini.

Sore ini Gracio mengajak Shani untuk pergi berdua, biasanya Shani akan menolak ajakannya atau memilih tidak membaca dan membalas pesan Gracio jika ia mengajak Shani pergi. Tapi siang tadi entah ada angin apa Shani menerima ajakannya dan memintanya untuk menunggunya di coffee shop dekat kampusnya. Dan Gracio tentu dengan senang hati menerima saja, bahkan jika Shani mengajaknya bertemu di kuburan pun akan ia terima. Eh, nggak ding, Cio takut.

How IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang