"Gila! Bisa-bisanya Vino mainin perasaan lo!"
Shani dan Feni yang sedang memakan soto di depan kampus mereka berjengit kaget karena Sisca yang tiba-tiba menggebrak meja sambil berdiri.
Feni menarik perempuan yang menyukai Ariana Grande itu untuk duduk kembali karena beberapa pelanggan di warung soto kini sedang menatap heran ke arah mereka sambil berbisik-bisik. Begitu juga dengan si bapak penjual soto yang berkumis tebal itu kini sedang ngomel-ngomel karena mejanya digebrak dengan keras oleh Sisca.
"Shani, ini lo nggak lagi mengarang indah, kan?" Sisca mencondongkan tubuhnya ke depan hingga menubruk meja.
"Buat apaan gue ngarang, sih?! Ini bukan cerita wattpad kayak yang sering lo baca, ya, Sis!"
"Gue nggak nyangka, Vino bisa kayak gitu," Sisca menggelengkan kepala, "maksudnya gini, kalau sejak awal mereka emang nggak ada hubungan apa-apa. Kenapa dia nggak ngasih tahu lo?! Dengan begitu kalian udah bisa balikan dengan adem ayem, tentram, bahagia, sehat sentausa abadi selamanya!" Kelakar Sisca dengan suara yang cukup keras.
Sehingga membuat para pelanggan menatap heran ke arah mereka, lagi. Begitu juga dengan si bapak penjual soto.
"Suara lo bisa dikecilin dikit nggak volumenya?" Feni menggerakkan jari telunjuk dan jempolnya seperti sedang mengecilkan suara radio di mobil, "atau kita bakalan diusir karena bikin gaduh di sini."
Sisca bersungut-sungut, mendumel sambil melahap soto miliknya.
"Tapi, bener juga yang dibilang Sisca. Kenapa dia nggak langsung bilang aja ke lo kalau dia juga masih sayang sama lo dan si Chi--"
"Lo nggak usah berbaik hati memanggil dia pake nama 'Chika'," potong Sisca, "panggil dia Chikungunya, sama kayak Shani manggil dia. Si Chikungunya." Tukasnya sambil mencomot tempe yang ada di meja mereka.
"Fine. Chikungunya. Kenapa Vino nggak langsung bilang ke lo kalau Chikungunya itu bukan ceweknya?"
"Kalau lo tanya ke Shani, gue yakin, dia nggak tahu jawabannya. Mendingan, lo langsung tanya aja ke si manusia kanebo kering itu."
"Sis, lo sekali lagi ngomong gue cocolin pake sambel, asli!" Feni mengangkat mangkuk berisi sambal hendak menyuapkannya pada Sisca.
Sisca melirik sinis, "Sensi banget. Lagi palang merah Indonesia lo?!"
Shani menatap kedua temannya dengan lelah. Memang salah bercerita pada dua manusia ini.
***
"Mampus."
"Bego."
"Rasain."
Vino memutar bola matanya malas. Ini yang akan terjadi kalau ia bercerita pada teman-temannya.
"Lo sih, Vin! Kenapa juga segala nggak ngakuin ke Shani kalau Chika bukan pacar lo," Dyo melemparkan wadah bekas nyam-nyam Boby yang sudah kosong, "lo kira Shani cenayang?"
"Gue udah bilang, gue itu udah anggap dia adik. Jadi, semua yang gue lakuin ke dia ya murni sebagai kakak ke adiknya."
Nabil mengibaskan tangannya yang sedang memegang chiki di udara.
"Pret! Kakak ke adiknya, my ass," Vino mendelik ke arahnya, "gini nih, kalau punya temen yang kelewat baiknya sama semua orang. Jadi bumerang buat diri lo sendiri kan sekarang, kebaikan lo as a brother to your unbiological sister atau harus gue bilang adik ketemu gede lo itu? Rasain, Shani nggak mau ketemu sama lo!" Seloroh Nabil.
Vino mengerang kesal, ditatapnya Boby yang sejak tadi belum mengeluarkan suara untuk menghakiminya
"Bob,"
