14

1.8K 149 86
                                    

Shani baru saja keluar kelas ketika sebuah pesan masuk ke ponselnya. Pesan dari Vino yang mengatakan jika ia sepertinya tidak bisa menjemput Shani karena harus pergi mencari bahan-bahan untuk project last examnya. Dengan melangkah keluar dari gedung gadis itu membalas pesan yang Vino kirimkan satu jam yang lalu.

"Nggak sama Vino, Shan?"

Shani menoleh sembari menggeleng, "Dia mau cari bahan buat last exam besok katanya."

Feni dan Anin mengangguk bersamaan. Ketiga gadis itu kemudian melangkahkan kaki mereka menuju mobil Anin.

"Ci Shani!"

"Adek-adekan lo datang lagi, Shan." Ucap Feni melihat bocah dengan seragam SMA yang dibalut dengan sweater hitam.

"Setelah hampir dua bulan, dia datang lagi." Timpal Anin.

"Hai!" Gracio menarik senyumnya ketika sampai di hadapan Shani, "halo, Kak Feni dan Kak Anin!"

"Hai, Cio." Feni melambaikan tangannya, "kemana aja? Kok baru ngapel Shani sekarang?" Feni menggoda Gracio.

Lelaki itu terkekeh, "Aku kemarin fokus belajar. Soalnya Ci Shani suka sama cowok pintar. Jadi, aku harus pintar." Jawab Gracio sambil melirik Shani, "iya, kan, ci?"

Shani bergeming. Tidak tahu harus melakukan apa. Ia melongok Feni melalui bahunya, meminta bantuan untuk segera mengajaknya pergi dari tempat ini dan dari hadapan Gracio.

"Eh, iya. Aku pinjam Ci Shani boleh?"

"Pinjam, pinjam. Lo kira Shani barang?" Sinis Anin.

"Galak banget kayak induk ayam kehilangan anak." Desis Gracio yang dapat didengar Shani dan membuat gadis itu menarik senyumnya.

"Lo mau ajak Shani pergi?" Gracio mengangguk, "yaudah, silahkan. Balikin sebelum tengah malam, ya." Feni membuka pintu mobil belakang, meletakkan tote bagnya.

"Emangnya kalau lebih dari tengah malam kenapa, Kak?"

"Nanti Shani berubah jadi nenek-nenek!" Jawab Feni menutup pintu belakang dan membuka pintu kemudi, "duluan, ya! Nin, yuk balik."

Shani melotot mendengar jawaban Feni yang mengizinkan dirinya pergi bersama Gracio. Shani bersumpah akan menyemprot Feni dan Anin setelah ini.

"Hati-hati, Kak!" Gracio melambaikan tangan, "yuk, ci." Ia beralih meraih tangan Shani menuju mobilnya.

"Ci Shani mau makan, nonton atau ngapain?"

"Sebenarnya kamu ngajakin aku pergi mau ngapain, sih, Ge?"

"Mau ketemu aja. Kenapa, Cici nggak mau ketemu aku, ya?" Gracio menoleh kearah Shani, "ada yang mau aku ceritain juga."

Shani menghela napas, "yaudah, cari cafe daerah sini aja."

***

"Jadi anak kelas dua belas pusing banget ternyata, Ci." Gracio mengadu dan meletakkan kepalanya si atas meja, "les ini, itu, belajar materi UN, materi buat masuk perguruan tinggi, banyak banget belajarnya."

"Salah siapa nggak dicicil dari dulu."

Gracio mengangkat kepalanya dari meja, "Baru ketemu Cici waktu udah kelas dua belas, sih."

"Kenapa emang?"

"Coba kalau ketemu Ci Shani dari kelas sepuluh, aku pasti bakalan rajin belajar." Gracio tersenyum, "kan motivasi aku belajar Ci Shani."

"Kamu rajin belajar karena aku?" Gracio mengangguk sembari mengunyah red velvetnya, "Ge, kamu harusnya berubah karena emang itu kemauan kamu, bukan karena orang lain."

How IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang