04

1.9K 132 21
                                    

"Abangg! Bangunnnn!" Gracio yang masih sibuk di alam mimpi tidak menggubris guncangan di tubuhnya, "Abang Ciooo! Banguuuuun!"

"Aduh! Sakit, Dekk!" Gracio mengaduh saat pantatnya dipukul serta rambut kaki yang sengaja ditarik oleh gadis kecil yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya.

"Makanya bangun, dong! Sekolaaaahh."

Gracio mengubah posisinya menjadi duduk, menatap adiknya kesal dengan bibir mengerucut. Gracio mengusap wajahnya kasar lantas melirik jam yang ada di nakas.

"Ini masih jam enam pagi." Ucapnya kemudian kembali menarik selimut.

"Eh, ehh! Abang lupa, ya? Rumah kita tuh jauh, belom lagi Jakarta macet, nanti telat kalau berangkatnya mepet!" Celoteh adiknya yang kembali mengguncang tubuh Gracio dan kembali memukul pantat kakaknya.

"Heh! Tindak asusila ini, pantat Abang dipukul-pukul." Gracio menggeser tubuhnya menjauh dari jangkauan adiknya.

"Makanya jangan merem lagi, ihh!"

Menyerah, Gracio akhirnya kembali duduk lantas berjalan malas menuju kamar mandi. Jika sudah begini apa yang bisa ia lakukan? Kembali tidur pun rasanya tidak mungkin karena kamarnya sudah didatangi oleh monster kecil yang selalu bersemangat pergi ke sekolah, yang jelas berbeda dengan Gracio yang sangat malas ke sekolah.

Setelah limabelas menit Gracio keluar dari kamarnya, menuruni tangga rumah sambil menyisir rambutnya yang masih sedikit basah.

"Pagi, Den Cio."

Gracio tersenyum pada Bi Surti—Pengasuh sekaligus asisten rumah tangga di rumah ini sejak dirinya kecil—"Pagi, Bi Surti. Krisjon mana?" Gracio mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan satu-satunya makhluk yang dapat membuatnya terbangun dari tempat tidur.

"Non Christy sudah nunggu di depan, Den."

Gracio mengangguk, mengambil roti yang sudah Bi Surti siapkan lalu memakannya sambil berjalan kedepan. Di teras rumah Christy duduk sambil melamun, Gracio tahu betul apa yang membuat adiknya yang biasanya periang itu mejadi murung dan melamun.

"Jadi sekolah nggak, nih?"

Christy menoleh lantas mengangguk pada Abangnya yang sedang mengunyah roti.

"Senyum dulu, dong." Gracio berlutut di depan Christy, tangannya ia letakkan di kedua sudut bibir adiknya yang kemudian ia tarik ke atas, "Gini kan cantik, kayak boneka mampang."

"Ish! Abang!" Christy menarik tangan Gracio kemudian ia gigit.

"Aduh! Sakit! Krisjon, kalau masih laper jangan makan tangan Abang!" Gracio mengusap lengannya yang memerah.

"Makanya nggak usah nyebelin!" Christy menggembungkan pipi lalu mendorong Gracio yang berlutut di hadapannya hingga lelaki itu terjatuh, "Buruan, ayo sekolah!" Gadis berponi rata itu mengaitkan tas sekolahnya kemudian masuk kedalam mobil.

"Iya, Non.. Siap."

***

Shani mengamati Vino yang terlihat serius membuat maketnya, gadis bercardigan biru muda itu duduk di sofa sambil memakan salad buah yang tadi ia beli sebelum tiba di apartemen Vino.

"Serius banget,"

Vino yang sedang duduk lesehan di dekat kaki Shani menoleh sekilas pada gadis itu sambil tersenyum.

"Kenapa? Pengin di seriusin juga?"

Shani nyaris tersedak buah strawberry yang ada di mulutnya. Sementara Vino kembali fokus dengan maketnya.

How IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang