03

2.7K 160 8
                                    

Shani merapikan tatanan rambutnya sekali lagi kemudian menyemprotkan parfum ke badannya dan menyambar jas almamater yang ada di atas kasur. Sambil melangkah keluar kamar ia terlihat sedang berusaha menghubungi seseorang melalui ponselnya.

Henri yang sedang menonton televisi sambil memakan serealnya menoleh kebelakang saat indra penciumannya mencium wangi parfum yang jelas sumbernya adalah dari adiknya, Shani Indira Wangi Sekali Natio, sebuah nama lengkap yang Henri buat khusus untuk adiknya.

"Kamu mandi parfum ya, Dek?" Henri menyuapkan sereal kedalam mulutnya.

"Hah?" Shani duduk di samping Henri, "Mana ada mandi parfum." Ujarnya kemudian menelepon seseorang.

"Abis wangi banget." Henri mencondongkan tubuhnya kearah Shani, "Fix, mandi parfum ini mah." Tukasnya sambil terkekeh.

"Emangnya kenapa sih, Ko?" Shani menyibakkan poninya yang sudah memanjang agar tidak menutupi wajahnya, "Ini Vino susah banget sih dihubungin." Ujarnya kesal kemudian mengirim pesan pada Vino.

"Kamu mau kemana?"

"Mau kunjungan ke SMA gitu, kan udah mau lulusan sekolah."

Henri mengangguk beberapa kali, tangannya terulur hendak menyuapkan sereal untuk adiknya.

"Sarapan dulu kali, ntar lemes kalau nggak sarapan."

Shani tersenyum kemudian menerima suapan dari Kokonya, tak lama kemudian ponselnya bergertar dan muncul sebuah pemberitahuan chat dari Anin yang berkata dia sudah sampai.

"Anin udah sampe, Adek berangkat ya, Ko." Shani meminum air putih milik Henri kemudian mencium pipi kakaknya.

"Hati-hati, jangan naksir sama brondong di SMA, ya." Goda Henri pada Shani dan membuat gadis itu memutar bola matanya.

"Bye, Ko."

***

Shani terlihat anggun dan cantik seperti biasanya, apalagi dengan menggunakan almamater kebanggaan kampusnya ditambah rambutnya yang tergerai indah juga sebuah kacamata yang menghiasi wajahnya, membuat gadis itu terlihat makin cantik dan menawan.

Damn! Are human, Shani Indira?

Berdiri di depan ruang kelas salah satu sekolah menengah atas yang ada di kota ini untuk memberikan informasi mengenai penerimaan mahasiswa baru di kampusnya. Di sampingnya ada Anin, Feni dan Dyo yang juga sedang memberikan presentasi mengenai keunggulan kampus mereka.

"Nah, itu tadi sedikit penjelasan dari kita. Kalian kira-kira ada yang tertarik nggak?" Shani bertanya setelah sebuah video yang menampilkan profil universitasnya berhenti.

"Kalau mau tanya-tanya juga boleh kok." Anin menambahkan.

Shani mengangguk dan mengedarkan pandangannya ke ruang kelas. Ia jadi teringat dulu ketika berada di posisi murid-murid yang ada di depannya. Shani tahu betul kebingungan serta keresahan yang murid kelas dua belas rasakan.

Rasa takut yang selalu menghantui, belum lagi beban yang tanpa sadar diberikan oleh orang-orang yang menuntut mereka untuk bisa masuk ke universitas bergengsi di negeri ini. Shani pernah merasakan itu. Merasakan dituntut untuk masuk ke universitas terbaik karena dirinya dahulu adalah salah satu murid teladan di sekolahnya, dan syukurnya Shani berhasil memenuhi ekspetasi orang-orang terhadapnya. Ia berhasil masuk ke salah satu universitas terbaik di negeri ini.

"Kak, mau tanya dong." Seorang murid mengangkat tangannya, Feni dengan segera menghampiri murid tadi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ia tanyakan.

"Kak, kenapa milih jurusan komunikasi?" Tanya seorang murid yang duduk tak jauh dari tempat Shani berdiri.

Shani tersenyum lalu menjawab pertanyaan murid tadi dengan senang hati, mengenai alasannya memilih jurusan juga cara-cara belajar yang ia lakukan saat hendak mengikuti tes untuk masuk ke perguruan tinggi.

How IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang