"Loh, Vino?" Ucap Henri ketika membuka pintu, "nggak sama Shani?"
Vino menggeleng.
"Yaudah, masuk dulu."
Mengangguk, Vino kemudian melangkah mengikuti Henri masuk ke dalam rumah.
"Duduk dulu, Vin. Gue bilangin ke Mbak Tun dulu buat bikinin minum. Mau minum apa lo?"
"Apa aja, Ko, yang penting nggak diracun pake sianida."
Henri terkekeh pelan, "lo pikir gue Jessica Wongso? Yaudah, tunggu di sini bentar."
Vino mengangguk mengiyakan. Setelah Henri menghilang dari pandangannya, tatapan mata Vino mengedar ke penjuru ruang tamu. Semua tertata rapi dan ada juga beberapa tanaman hias yang berjejer di sela-sela figura berisi foto-foto keluarga Shani.
Ia bangkit dari duduknya untuk melihat lebih jelas foto-foto yang tertata rapi di atas kabinet. Senyumnya mengembang ketika melihat foto Shani dan Koko yang sedang menaiki becak. Shani terlihat lucu dengan gaun putih dan rambutnya yang berponi, pipinya juga terlihat sangat gembul membuat Vino gemas sendiri melihatnya.
"Udah cantik sejak kecil emang." Gumamnya dan meletakkan kembali figura foto tadi.
Ia beralih pada foto di sampingnya, yang satu ini sepertinya foto ketika Koko wisuda kuliah. Gadisnya terlihat cantik dengan dress batik berwarna cokelat sama seperti papa, Krishna memakai batik berwarna hitam dan mama menggunakan dress hitam. Foto keluarga yang sempurna.
"Itu waktu gue wisuda."
Vino menoleh kemudian kembali meletakkan foto tadi pada tempatnya.
"Masih ganteng dan muda banget gue di sini," Henri menerawang foto dirinya yang memakai selempang bertuliskan gelarnya, "udah lama juga gue lulus kuliah ternyata."
Vino mengangguk, "sekarang udah tua ya, Ko?"
"Sialan," Henri meninju lengan Vino, "itu diminum dulu, Vin."
Vino mengangguk kemudian kembali duduk di sofa. Meneguk minumannya hingga tersisa setengah.
"Kok sepi, Ko?"
"Iya, Papa sama Mama lagi nganter Rein sama Mamanya jalan-jalan pagi, pengin ke SunMor katanya tadi."
"Koko nggak ikutan?"
Henri menggeleng, "nggak, capek banget semalem baru balik dari proyek jam dua pagi."
Vino mengangguk dan kemudian dua pria itu larut dalam perbincangan mereka. Mengenai klub bola, dunia bisnis dan kehidupan setelah menikah Henri serta bagaimana rasanya menjadi seorang ayah.
Mereka menghentikan obrolan ketika mendengar deru mobil yang berhenti di carport dan tak lama setelah itu muncul seorang bocah laki-laki yang menenteng kantung plastik berisi jajanan yang ia beli.
"Ayaaahh."
Henri membawa bocah laki-laki itu ke dalam pangkuannya, mencium gemas lalu menyibakkan rambut Rein yang mulai memanjang menutupi matanya.
"Rein, ngapain aja tadi sama Mami?"
"Beli jajanan," Rein memamerkan jajanannya, "kata Mami, Rein harus share sama Ayah."
"Iya dong, harus share ke sesama kalau punya sesuatu," Henri mengusap rambut Rein, "eh, lihat, ada siapa itu?" Ia menunjuk Vino.
Mata Rein membulat, ia lompat turun dari pangkuan Henri dan beringsut ke arah Vino.
"Unclee Vinooo."
"Halo, Rein."
Rein menoleh ke kanan dan kiri bergantian, "lho ... Uncle kok sendirian? Onty Caninya Rein mana?"