"22

114 13 7
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Beautiful Flower

***

Canggung, satu kata itu yang kini tengah di alami oleh keduanya. Baik naeun maupun panglima Fei tak ada yang ingin memecahkan kesunyian itu. Jujur saja, mereka masih sama-sama malu akan apa yang terjadi beberapa saat lalu. Panglima Fei sendiri tampak kesal karena bingung harus bagaimana agar duasan diantara mereka mebak.

Ah iya, kini keduanya tengah berjalan berdampingan. Sudah tidak di hutan lagi, keduanya berjalan di jalan setapak desa Yi.

"Bukankah ini sama saja penghinaan untukku?"ujar naeun tiba-tiba sambil menghentikan langkahnya.

Panglima Fei juga berhenti berjalan lalu menatap sang nona muda. Mereka saling melempar pandang walau naeun harus menahan rasa malunya.

"Bukankah ini sebuah penghinaan panglima? Wanita bangsawan yang belum menikah dicium dengan seseorang yang tak ada ikatan sama sekali"lanjutnya.

"Dicium? Bukankah itu ciuman bersama?"balas panglima Fei.

Naeun meremat hanfu birunya dengan gugup, sial sekali.

"Tetap saja ini penghinaan untuk keluarga Wang, dan juga aib untuk kita"tutur naeun.

"Lalu anda ingin apa nona?".

Diam, hanya diam sambil saling melempar pandangan.

"Itu.....e...oh...itu...."

"Ayo menikah Wang Xia Bai".

"Ye?". Naeun mengerjab-ngerjabkan manik bulatnya bingung. Apakah telinganya tidak salah mendengar? Benarkah yang ia dengar tadi? Panglima Fei mengajaknya...menikah?.

"Kau...bercanda?".

Panglima Fei tak menjawab, namja tampan itu lebih memilih mendekatkan tubuhnya ke sang nona muda. Menatap lamat wajah cantik yang entah mengapa ia sukai itu.

"Apakah aku terlihat sedang bercanda?"tuturnya tegas.

Naeun kembali mengerjab-ngerjabkan manik bulatnya. menatap sekita dengan gugup sambil merasakan debaran jantungnya yang menggila. Kedua pipinya terasa panas yang naeun yakini tengah memerah.

"Apakah kau tau siapa yang mengejarku tadi?". Naeun balas menatap manik tajam itu.

Kening panglima Fei sedikit mengerut.

"Tidak karena aku mengikutimu saat kau berlari ke dalam hutan".

Naeun menghela nafasnya sesaat sebelum kembali menatap manik coklat itu.

"Mereka adalah seseorang yang ingin membunuh permaisuri wen yun".

Saat itu juga naeun bisa melihat bagaimana mata itu membulat karena terkejut.

"Bagaimana bisa...."

"Dan semua itu atas perintah ayahandaku, perdana menteri perekonomian wang xiu ling. Sosok tadi itu adalah ketua rumah malam bulan dan kasim zhang".

Beautiful flower [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang