On The Way

20 2 0
                                    

Sudah satu minggu keceriaan gadis yang satu ini kembali lenyap. Karena kejadian di club waktu itu Yora sampai mengurung diri di kamar. Dia bahkan tidak keluar walau hanya sekadar makan. Namun, sang kakak tetap peduli. Justin rutin menaruh senampan makanan di depan pintu kamar adiknya. Dia tahu, Yora tetap membutuhkan asupan nutrisi untuk menambah energi.

Gadis tersebut juga sudah tidak lagi pergi bersekolah. Karena satu hari setelah kejadian itu pihak sekolah mengeluarkannya. Tanpa disangka, berita perihal Yora yang sudah ditiduri oleh seseorang sudah tersebar luas hingga ke sekolahnya, bahkan sampai ada yang menyebar foto saat Yora dalam keadaan waktu itu. Entah siapa yang melakukannya.

Kehidupan Yora benar-benar kacau, dia tidak bisa meluruskan masalah yang satu ini. Pun dengam keluarga Kenzo, mereka sudah tidak memiliki harapan lagi. Perusahaannya benar-benar bangkrut dan sekarang kediaman mereka disita sebagai ganti rugi untuk relasi yang kerja samanya belum sepenuhnya terlaksana. Namun, Kenzo tetap tidak putus asa, dia berjanji pada sendiri akan mengembalikan semuanya seperti semula. Dengan mempertahankan sekolah dari uang tabungan yang tersisa, pemuda itu berharap bisa menjadi orang berguna dan membangun kembali perusahaannya.

Berbeda dengan Firly, cowok itu sangat menyesal karena menikahi Clara. Harapannya untuk kembali jaya dengan menikahi gadis itu kini pupus, dia merasa dirinya tambah menderita. Hingga Firly memilih menceraikan Clara dan pergi entah ke mana. Kehidupan kedua keluarga itu memang sedang diuji berat.

Hari ini Yora tengah sibuk membereskan barang-barang ke dalam koper. Tidak seperti biasanya, sekarang gadis itu tampak lebih berwarna.

"Ra, kau mau ke mana?" Justin berdiri di ambang pintu kamar Yora, menatap adiknya yang sudah berpakaian rapi.

"Yora mau ke Indonesia, Kak."

"Apa?" Pemuda jangkung itu terkejut, kepergian Yora sungguh mendadak. Padahal, dia tahu sang adik masih dirundung kesedihan yang mendalam.

"Anggap aja Yora pergi ke sana untuk menenangkan diri. Jika aku terus-terusan di sini, semua beban di pikiran gak akan pernah hilang."

Langkah Justin mendekat, dia tersenyum parau. "Tapi keadaanmu masih belum sepenuhnya baik. Kakak tidak mau kau kenapa-napa."

"Kak Justin tenang aja, di Indonesia kan ada Aunty Ranty sama Nenek. Dan Yora janji, di sana Yora gak akan macem-macem. Yora cuma butuh refreshing untuk ngilangin penat, Kak."

Justin mengerti, keputusan adiknya memang tidak buruk. Setidaknya di Indonesia Yora bisa melupakan semua masalahnya. "Baiklah, Kakak percaya padamu. Maaf, Kakak tidak bisa ikut. Di sini Kakak masih banyak pekerjaan untuk merintis perusahaan. Semoga saja usaha Kakak tidak sia-sia."

"Iya, gak masalah, Kak."

"Ayo, Kakak antar ke bandara."

>>><<<

Senyum sosok gadis terus mengembang sembari menatap sendu pada jendela pesawat yang beberapa menit lalu lepas landas. Ada sedikit rasa sedih di hatinya karena harus meninggalkan negara yang mempunyai banyak destinasi alam memukau dan juga kebudayaan uniknya.

Rusia memang bukan tempat kelahiran Yora, tetapi negara tersebut telah banyak memberi kisah di hidupnya. Terlebih ibu kota Moscow, kota yang beberapa tahun ini sudah sangat ia kenal. Tak terasa, air mata Yora menetes begitu saja saat pesawat yang ditumpanginya melewati kota tersebut.

 Tak terasa, air mata Yora menetes begitu saja saat pesawat yang ditumpanginya melewati kota tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namun, secepat mungkin ia menghalau cairan bening yang hendak kembali mengalir. Sekarang Moscow hanya akan menjadi kenangan pahit baginya. Kehancuran telah Yora dapatkan di sana dan ia tidak pernah lupa dengan hal itu.

Walaupun sedang kalut, Yora tetap tidak mau orang-orang melihat wajahnya yang sembab. Ia memutuskan untuk pergi ke toilet bermaksud mencuci muka. Akan tetapi, tak sengaja tubuhnya malah bertabrakan dengan seseorang.

"Sorry, sorry."

"Okay, no problem," timpal orang tersebut.

Yora segera bergegas ke toilet, ia tidak mau menjadi pusat perhatian orang-orang.

Setelah gadis itu berlalu, mata pria yang ditabraknya tadi mengernyit saat melihat benda asing tergeletak di bawah. Ia berakhir memungutnya. Sebuah dompet dengan pasport yang terselip tak sengaja ia baca, pria tersebut sedikit terkejut kala mengetahui bahwa tujuan yang tertulis di sana adalah Indonesia.

Tak lama Yora sudah kembali ke tempat duduknya, ia dikejutkan dengan sebuah tangan yang terulur memberikan dompet berwarna navy.

Yora menoleh seraya tersenyum. "Ah, thank you."

"Sama-sama. Maaf tadi aku gak sengaja liat pasport kamu dan ternyata tujuannya ke Indonesia. So, pasti bisa bahasa Indonesia, 'kan?"

Yora malah bergeming sejenak lalu terkekeh singkat. "Um ... lumayan," ujarnya terdengar susah diucapkan karena aksen bahasa asli Rusianya masih melekat. "Kamu juga mau ke Indonesia?"

"Tentu, aku tinggal di sana."

Yora hanya mengangguk dan tak berniat melanjutkan pembicaraan. Namun pria itu malah kembali bertanya, "Kamu ke Indonesia mau liburan?"

"Bisa dibilang begitu."

"Indonesia memang pilihan yang tepat buat liburan. Oh, ya, nama kamu siapa? Aku Raka," ucapnya memperkenalkan diri.

"Yora," jawab Yora sedikit malas. Tentu ia tidak bersemangat karena masih dilanda kesedihan walaupun sebisa mungkin ia sembunyikan, sehingga ia enggan meladeni orang semacam ini.

"Salam kenal, ya. Semoga kita bisa ketemu lagi di Indonesia."

Gadis yang duduk di depan pria itu hanya sedikit menoleh seraya mengangguk tanpa menimpalinya lebih lanjut. Ia memilih memejamkan mata menunggu kedatangannya di negeri seribu pulau yang sudah ia nantikan.

>>><<<

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tomboy's PatnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang