Hampir satu jam gadis berbalutkan hoddie marron itu duduk di bar. Sosok yang ditunggunya belum juga datang hingga ia sudah menghabiskan banyak minuman sprite untuk menghilangkan rasa bosan. Namun, entah kenapa kepala Yora kini mendadak pusing dan badannya pun kian lemas. Padahal, air yang dia minum bukanlah cairan memabukan, hanya sprite dingin biasa.
"Ck, kepala gue pusing banget." Yora meringis, rambutnya sudah sedikit acak-acakan. Dirinya menahan pusing dengan mata yang mulai sayup.
"Gimana? Sprite-nya enak?"
Tiba-tiba seseorang datang mengejutkan gadis itu. Yora memicingkan mata, ia tampak mengenal pemuda di hadapannya. Namun, ia lupa itu siapa. "Siapa lo?" tanya Yora menunjuk-nunjuk wajah pria itu.
"Lagi mabuk gini lo mana mungkin inget sama gue."
"Hei! Gue gak mabuk." Yora tetap mengelak, padahal jelas-jelas dia sudah mabuk berat. Gadis itu pun terlihat terus memaksakan diri untuk membuka mata. Otaknya juga heran, hanya gara-gara banyak minum sprite dia jadi mabuk seperti itu. Tidak mungkin, bukan?
"Ikut gue." Tanpa izin pria tersebut menarik tangan Yora.
Gadis itu langsung memberontak dengan keadaan tubuh tidak karuan. "Lepasin! Gue lagi nunggu seseorang."
"Orang itu gak bakal dateng."
Dengan sempoyongan Yora terkekeh. "Lo jangan sok tau. Udah, mending lo pergi sana!"
"Gak bisa, lo harus ikut sama gue." Lagi-lagi pria itu menarik Yora paksa, gadis yang setengah sadar tersebut tetap berusaha menghindar walaupun sia-sia. Tubuhnya malah ambruk dan kini Yora benar-benar tak sadarkan diri.
Pria yang bersamanya segera mengangkat tubuh Yora enteng. Sebelum pergi, dia sempat berkata pada salah satu pelayan yang tadi memberikan Yora minuman. "Kerja yang bagus. Sesuai janjiku, uang yang kau minta sudah kutransfer."
Pelayan itu tampak gembira. "Terima kasih banyak, Pak."
"Satu lagi. Jika ada orang yang mencari gadis ini, bilang saja kalau dia ada di kamar VIP."
"Baik."
Di sisi lain, Kenzo dan Justin sedang sibuk mencari Yora. Mereka bertanya pada teman-temannya sekaligus mendatangi tempat BMX yang sering Yora kunjungi dulu. Namun, nihil. Gadis itu tetap tidak ada. Hingga sebuah ide muncul di benak sang kakak untuk melacak keberadaan adiknya melalui GPS yang terpasang di masing-masing ponsel.
Selang beberapa menit, usaha Justin akhirnya berbuahkan hasil. Terlihat dari layar ponselnya, titik keberadaan Yora berada di salah satu club tak jauh dari posisi mereka. Kedua pria itu segera bergegas menghampiri tempat tujuan.
Setelah sampai, kedua netra pria itu langsung mengedar berharap sosok yang dicari segera ditemukan. Keduanya sampai menunjukan foto Yora dari ponselnya dan bertanya pada orang-orang di sana. Akan tetapi, semua orang menggeleng tidak ada yang melihatnya. Hingga salah satu pelayan datang mengejutkan Kenzo dan Justin yang sedang dirundung kegelisahan.
"Permisi. Maaf sebelumnya, saya lihat kalian berdua tampak sedang mencari seseorang. Boleh saya tahu orang itu seperti apa? Mungkin saja saya bisa bantu."
Kenzo memicingkan mata, dia sedikit aneh dengan pelayan yang satu ini, tetapi pemuda itu tidak memedulikannya. "Iya. Ini, apakah gadis ini datang kemari?" tanya Kenzo menampilkan foto Yora.
"Oh, Nona ini. Iya, tadi dia sempat minum di bar saya. Tapi tak lama setelah itu ada seorang pria yang membawanya pergi."
"Pria? Siapa?" Justin tampak panik.
"Saya juga tidak tahu. Kalau tidak salah lihat, mereka pergi ke kamar VIP di lantai atas."
Kedua pria itu saling menatap, Kenzo dan Justin bergulat dengan pikiran negatif. Tanpa pikir panjang keduanya segera berlari menuju kamar VIP.
Napas Justin terdengar memburu, ia mengetuk pintu kamar VIP dengan tak sabaran, tetapi tak kunjung mendapat jawaban. Sepertinya emosi pria itu sebentar lagi akan mencuat. "Yora, buka pintunya! Ini Kakak!"
Keadaan di dalam tetap tak ada perubahan, hanya keheningan yang Justin dan Kenzo dapatkan. Mereka berdua semakin geram dan berakhir dengan dobrakan pintu yang sengaja Kenzo lakukan.
Pintu langsung terbuka lebar dan seketika rahang Justin mengeras dengan tangan terkepal, begitupun Kenzo yang membulatkan mata. Mereka mendapati Yora yang tengah tertidur pulas tanpa pakaian, tubuhnya hanya tertutup selimut tebal. Pakaian gadis itu berserakan di sudut kamar.
"Kurang ajar! Siapa yang melakukan ini?" Justin berteriak marah, pria yang membuat Yora seperti ini sudah hilang entah ke mana.
"Kak Justin tenang. Mending sekarang kita bawa Yora pulang dulu." Ucapan Kenzo sedikit membuat pikiran Justin terbuka, keadaan Yora lebih penting.
Justin segera menggendong Yora dengan selimut yang masih berbalut di tubuhnya. Namun, baru satu langkah, kelopak gadis itu mengerjap dan perlahan terbuka.
"Kak Justin?" kejut Yora pelan. Pandangan gadis itu mengeliling dan mendapati pakaiannya berserakan. Raut terkejut di wajahnya tidak bisa lagi disembunyikan. Ia langsung menatap tubuhnya yang tertutup selimut. "Apa yang terjadi, Kak? Kenapa Yora bisa ada di sini? Siapa yang ngelakuin ini?"
Justin menurunkan Yora dari pangkuannya, gadis itu langsung mencekal selimut kuat agar tetap bertahan menutupi tubuhnya. "Kenapa Kak Justin diem aja? Jangan-jangan Kenzo yang lakuin ini?" Tatapan Yora beralih pada Kenzo yang sedari tadi hanya bergeming. "Ngaku lo!"
"Bukan, Ra. Justru Kenzo yang bantu Kakak nyariin kamu. Tapi ... kita telat, kamu sudah seperti ini saat Kakak dan Kenzo datang."
Yora mendelik, otaknya mengingat kejadian saat dirinya minum di bar. Seketika cairan di mata gadis itu tak bisa ditahan. Yora ingat, saat itu ada pria yang menemuinya. Dirinya telah dilecehkan oleh pria yang sama sekali tidak ia kenal. Dia sungguh tidak menduga itu.
Justin tahu betul bagaimana perasaam Yora sekarang, dia tidak tega melihat sang adik menangis dilanda penderitaan. "Ra, jangan khawatir. Kakak dan Kenzo akan merahasiakan ini dari semua orang. Kau akan aman. Sekarang pakai dulu bajumu lalu kita pulang."
Yora mengangguk dengan tangisan tanpa suara. Kedua pria itu pun keluar memberi waktu untuk Yora bersiap-siap. Namun, tangisan gadis itu malah semakin deras. Ia meremas selimut dengan amarah yang mendidih. Dirinya tidak terima dilakukan seperti ini. Waktu itu, dia mati-matian melarikan diri agar kehormatannya selamat. Akan tetapi, sekarang dirinya tetap saja dilecehkan.
"Arghhh!" Yora menjerit, kehidupannya semakin kacau. Ia berpikir, setelah ini pasti tidak akan ada orang yang mau mendekatinya. Termasuk Kenzo, apalagi pemuda itu mengetahui semuanya. "Kayaknya gue memang ditakdirkan untuk hidup sendiri dan menderita."
>>><<<
"Lo parah banget, Jas. Kasihan tuh cewek."
"Dar, yang gue lakuin ini setimpal dengan apa yang dia lakukan." Jassy memutar bola mata, dia jengah dengan Daren yang seolah-olah tidak memihaknya.
"Emangnya apa yang cewek itu lakuin? Setahu gue, masalah lo kan sama Kenzo, bukan cewek itu," kilah Daren.
"Karena cewek itu adalah penghambat balas dendam gue. Tapi udahlah, yang penting lo udah kerja bagus, Daren. Rencana gue kali ini pasti berhasil. Kenzo gak akan mau bertunangan sama cewek yang dia pikir udah gak suci lagi. Dan masalah tentang kehamilan Clara juga pasti gak akan surut dari public. Semua relasi kerja tidak akan ada yang mau bekerja sama lagi dengan keluarga Kenzo karena masalah Clara. Ditambah sekarang Yora juga tidak bisa membantunya, orang tua Kenzo pasti tidak sudi mempunyai calon menantu jalang seperti itu. Dengan begitu, perusahaan mereka pun gak akan tertolong. Mereka akan ngerasain apa yang keluarga gue rasain. Bangkrut dan sengsara." Jassy tertawa penuh kebanggaan, balas dendamnya untuk membuat hancur keluarga Kenzo sudah terlaksana. Namun, semua itu berakibat buruk juga terhadap keluarga Yora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomboy's Patner
Teen Fiction[[ REVISI SETELAH TAMAT ]] "Ini hidup gue! BEBAS, itu cara gue untuk hidup! Jadi jangan pernah lo berusaha untuk menutup jalan kebebasan hidup gue! Karena lo gak bakalan sanggup untuk hal itu!" -Liora Ersya Violetta- ¦¦ ¦¦ "Kehidupan yang sebenarnya...