Kenzo yang baru saja datang ke rumah tiba-tiba dikejutkan dengan kehadiran Clara yang sudah duduk santai di sofa ruang tamu. Sontak, Kenzo memeluk gadis itu dengan penuh kerinduan. Dia tidak peduli bau keringatnya yang harus menyatu dengan tubuh Clara.
"Clara? Akhirnya kamu pulang juga," seru Kenzo masih setia berjongkok di depan Clara.
"Iya, Kak. Maafin aku, ya." Clara sedikit menundukan kepala. Dia benar-benar merasa bersalah.
"Kamu gak perlu minta maaf. Harusnya Kakak yang minta maaf karena gak bisa jagain kamu," lirih Kenzo sendu.
Clara tersenyum, dia merasa sangat bodoh dengan meninggalkan Kenzo waktu itu. Harusnya Clara bersyukur karena Kenzo tetap menyayanginya walaupun dia tahu kalau Clara bukan adik kandungnya. "Makasih, Kak. Aku sayang sama Kak Ken," ucap Clara kembali memeluk Kenzo.
"Jadi, kamu selama ini tinggal di mana, Ra?" tanya Kenzo antusias. "Terus, kamu datang ke sini sama dia?" lanjutnya menunjuk Yora yang duduk tak jauh dari Clara.
Clara mengangguk. "Kak Yora yang bawa aku."
"Dan gue," sambung seseorang yang keluar dari tirai pembatas ruangan di sana. Firly dan Pak Jeky baru saja berbincang empat mata di ruangan yang lain.
"Siapa lo? Perasaan ... gue pernah liat," tebak Kenzo terus berpikir.
"Gue Firly, temennya Yora sekaligus calon adik ipar lo," jawab Ly enteng dengan seraya duduk. Semua mata di sana membulat mendengarnya terkecuali Clara dengan Pak Jeky.
"Maksud lo apa?" sungut Kenzo dengan raut wajah yang mulai emosi.
"Biar Papah yang jelasin," timpal Pak Jeky mengambil alih. "Jadi begini, Papah sebenarnya sangat kecewa sama Clara. Tapi Papah juga harus pikirin perasaan Mamah dan kamu, Ken. Kalian berdua sudah sangat menyayangi dia. Maka, Papah berpikir untuk mengizinkan Clara kembali tinggal bersama kita."
Kenzo terlihat bahagia mengetahui hati papahnya sudah melunak. "Makasih, Pah."
Pak Jeky hanya berekspresi datar lalu kembali melanjutkan ucapannya. "Namun, kini Papah juga tahu, kalau Clara tidak sendiri. Perutnya yang semakin hari akan semakin membesar dan kemudian melahirkan seorang bayi, jadi Papah berpikir harus ada orang yang bersedia menjaga Clara sekaligus anaknya nanti. Dan kebetulan, Firly bersedia untuk hal itu."
"Apa?" kejut Kenzo, Yora, dan Bu Nira secara serentak.
Yora malah berkutat dengan pikirannya, jadi ini syarat yang Firly ajukkan. Yora sadar, tindakkan Ly memang tidak ada salahnya.
"Kenapa harus dia, Pah?" sarkas Kenzo sedikit tidak suka.
"Karena dia adalah ayah kandung dari bayi yang ada di dalam perut Clara." Pak Jeky sedikit menghela napas berat saat mengucapkan itu. "Jadi, Papah putuskan bahwa Clara dan Firly akan secepatnya menikah."
Kenzo menggelengkan kepalanya pelan, dia tidak terima jika Clara harus menikah muda dan meninggalkan sekolahnya. Namun, dia juga harus mengerti, bahwa keadaan memaksanya untuk setuju.
Sedangkan, Firly hanya menyunggingkan senyum miring penuh kemenangan. Keluarganya yang bangkrut kini akan kembali jaya di bawah keluarga Clara, dia benar-benar sangat handal memanfaatkan situasi seperti ini.
"Dan kalian juga," lanjut Pak Jeky melirik Kenzo dan Yora bergantian. "Acara pertunangan kalian berdua akan dilangsungkan dalam waktu bersamaan dengan pernikahan Clara."
Yora hampir saja tidak bisa bernapas karena ucapan Pak Jeky barusan. Matanya melotot lebar seolah ingin keluar. Hatinya pun meronta-ronta tidak terima dengan semuanya. "Maaf, Om. Apa itu gak terlalu cepat, Yora masih sekolah begitu juga Kenzo."
"Iya, Pah. Kami belum siap. Lagian, Yora juga belum memberi keputusan yang pasti atas perjodohan ini," ucap Kenzo melengkapi.
"Papah tau, tapi ini satu-satunya cara agar nama baik keluarga kita sekaligus perusahaan bisa kembali bersih, kita harus cepat membuktikan pada masyarakat kalau kita tidak lemah. Ditambah, amanat orang tuanya Yora bisa cepat terlaksana karena kita sudah berjanji untuk menjaga Yora. Lagipula, ini baru tunangan sebagai pengerat ikatan saja. Jadi tidak masalah itu berlangsung saat masih sekolah."
Kenzo mengusap wajahnya kasar, dia tidak bisa berkutik. Begitu pun Yora dia hanya diam dengan usapan lembut dari Bu Nira yang menguatkannya.
>>><<<
"What? Yang bener?" Jassie yang tadinya sibuk menyeruput jus kini tersedak karena keterkejutannya itu.
"Iya, Kak. Gue denger dari Ly," ucap Gazzy menimpali.
Jassie sedikit menggebrak meja cafe pelan. "Gila ya tuh keluarga! Gue kasih masalah taunya malah mau seneng-seneng!" umpatnya, "si Kenzo lagi, dia mau-maunya tunangan sama Yora!"
"Umm ... lo cemburu, Kak?"
Jassie menetralkan dirinya mendengar pertanyaan Gazzy tadi. "Siapa bilang? Lo tau sendiri gue benci sama keluarga Kenzo, jadi ngapaij gue harus cemburu!" katanya membuang muka kesal. Namun, entah siapa yang tahu di dalam hatinya bagaimana.
"Ya kali aja gitu," seru Gazzy terkekeh.
Gue harus atur rencana yang lebih besar! Gue gak terima perusahaan mereka kembali disorot baik! batin Jassie dengan seringainya.
"Duh, mana sih Daren? Lama banget. Kita udah sampe lumutan nih nungguin dia!" celoteh Gazzy mulai tidak tenang. Ternyata mereka sedang menunggu seseorang.
"Bentar lagi dia nyampe, kok."
Benar saja, sosok pria jangkung dengan jas berwarna navy datang dari balik pintu cafe, ia berjalan tefap ke arah Jassy dan Gazzy.
"Maaf, nunggu lama, ya?" ucap Daren seraya duduk.
"Lama," celetuk Gazzy memberi tatapan malas pada Daren, alias sepupunya.
"Jadi gimana, Dar? Kita bisa numpang di rumah lo, kan?" tanya Jassie to the point. Karena faktanya rumah kontrakan Jassie dan Gazzy sudah dalam masa tenggang. Mereka berdua tidak mampu membayar uang sewa rumah sebesar itu, jadi mau tidak mau hanya kepada Daren lah mereka meminta bantuan.
"Bisa, tapi bukan di rumah gue. Kalian tinggal di apartemen gue aja," jawabnya santai. Daren memang tidak masalah jika kedua gadis itu menghuni apartemennya. Karena sebagai pria dewasa yang selalu berbisnis dengan sukses dia ingin berbagi.
Tanpa orang lain tahu juga, keluarga Jassie tak sedikit mendapat bantuan secara diam-diam dari Daren selama mereka bangkrut. Seperti membiayai sekolah Jassie dan Gazzy. Namun, hanya satu yang Daren tidak berikan, yaitu pekerjaan untuk kedua orang tua Jassie. Karena menurutnya, jika sampai perusahaan Daren menyuntik dana sedikit saja pada perusahaan mereka, maka perusahaannya juga akan dicap jelek oleh perusahaan lain. Dalam kata lain Daren akan ikutan bangkrut juga, maka dari itu dia tidak melakukannya.
"Yes! Sore ini kita udah boleh pindah, kan?" anjur Gazzy antusias dan mendapat anggukan kecil dari Daren.
Berbeda dengan Jassie, dia malah sibuk menatap wajah Daren sembari memikirkan sesuatu. Kayaknya ... Daren cocok jadi patner rencana besar gue nanti.
"Daren, lo udah punya pacar belum?" Tiba-tiba saja Jassie menanyakan hal itu.
Daren pun terkekeh seraya menggeleng keras. "Lo apa-apaan, sih. Lo tau sendiri kan kalau gue lebih gila kerja dibanding pacaran?"
"Iya gue tau. Cuma kalo lo punya pacar pasti lebih keren. Ya walaupun pacar boongan." Ucapan Jassie membuat Daren dan Gazzy tidak mengerti.
"Maksud lo?"
"Nanti gue jelasin langsung saat rencana gue beraksi. Kalau gue kasih tau sekarang, yang ada ntar lo nolak," seru Jassy menyunggingkan senyum senang.
Kedua orang di depannya itu hanya saling mendelik satu sama lain. Daren dan Gazzy hanya mengangguk saja tidak peduli apa kata Jassie barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomboy's Patner
Teen Fiction[[ REVISI SETELAH TAMAT ]] "Ini hidup gue! BEBAS, itu cara gue untuk hidup! Jadi jangan pernah lo berusaha untuk menutup jalan kebebasan hidup gue! Karena lo gak bakalan sanggup untuk hal itu!" -Liora Ersya Violetta- ¦¦ ¦¦ "Kehidupan yang sebenarnya...