Dua hari berlalu setelah hari pertunangan gagal itu. Ya, gagal. Setelah kejadian di luar dugaan menganggu acara waktu itu, Yora langsung berlari pulang karena muak dengan semuanya. Ia sungguh malu disaksikan semua tamu undangan di sana, pasti mereka menganggapnya wanita yang tidak-tidak dan selalu mempermainkan banyak pria.
Pria asing yang tiba-tiba datang menjadi alasan utama Yora marah besar. Akan tetapi bukan berarti dia tidak marah pada Kenzo, pemuda itu juga yang telah menyeretnya ke lubang masalah.
"Arhh! Kehidupam gue hancur!" Yora berteriak seraya membanting barang-barang di kamarnya. Seketika dia jadi teringat dengan kedua orang tua, mereka pasti ikut sedih melihat keadaanya. "Ma, Pa, Yora kangen ...." Cairan bening luruh begitu saja dari matanya. Hingga pintu kamar yang terbuka pun Yora tak menyadarinya.
"Ra, kamu jangan begini terus. Semua sudah terjadi dan kamu harus belajar menerima ini." Penjelasan Justin hanya dianggap angin oleh adiknya itu.
"Yora malu, Kak! Semua orang pasti memandang Yora lebih buruk dari sebelumnya!" Gadis itu menunduk. Padahal ia sudah berniat ingin berubah, tapi selalu saja ada hambatannya.
Tangan sang kakak mengusap puncak kepala Yora seraya berkata, "Sudah, tenanglah. Di bawah ada Kenzo, dia menunggumu dari tadi."
Mata Yora menyalang. "Ngapain lagi cowok itu ke sini? Harusnya Kak Justin usir dia aja!"
"Yora, setidaknya temuilah dia dulu. Kakak lihat, Kenzo ingin menyampaikan sesuatu padamu."
Sontak gadis seksi itu mengapus air matanya cepat, ia segera keluar. Tepat saat masih sibuk berjalan di tangga, Yora pun berbicara, "Lo ngapain lagi ke sini? Bukannya kita udah glak ada urusan?"
Kenzo tampak memberi tatapan dingin. "Urusan kita masih panjang," ucapnya singkat.
Rahang gadis di depannya mengatup keras, Yora terlihat geram. "Dengar, gue gak mau punya urusan sama lo lagi!"
"Tapi orang tua kita sudah membangun urusan itu, Ra."
"Gue gak peduli!"
"Nyokap gue tetap kekeh mau melanjutkan pertunangan kita. Demi orang tua lo, demi keluarga gue," papar pemuda itu sedikit tegas.
Embusan napas berat terdengar, kesabaran gadis itu terlihat sudah di ujung. "Gak! Gue gak sudi punya hubungan sama keluarga lo lagi!"
"Harus, Ra. Dengan semua itu masalah ini akan jauh lebih baik kedepannya."
"Jangn coba-coba lo paksa gue," sergah Yora, "ini hidup gue! Bebas, itu cara gue untuk hidup! Jadi jangan pernah lo berusaha untuk menutup jalan kebebasan hidup gue! Karena lo gak bakalan sanggup untuk hal itu!" tegas Yora hendak berjalan kembali ke kamarnya. Namun, jawaban Kenzo berhasil mencegatnya.
"Kehidupan yang sebenarnya penuh dengan aturan, bukan kebebasan. Jangan sampai hidup lo berantakan karena meremehkan
aturan!" Kenzo berucap tak kalah tegas. Tak ada jawaban, Yora malah melanjutkan langkah. "Setidaknya, gue udah nyampein pesan dari Mama.">>><<<
Hari ini gadis bersurai pirang itu menginjakan kakinya lagi di sekolah. Tidak bisa dibohongi kalau ia merindukan suasana kelas. Satu minggu yang diisi dengan kesedihan dan berbagai masalah cukup membuatnya terbebebani, hingga Yora memutuskan untuk kembali melanglang bangunan yang memberi ilmu ini.
Beberapa pasang mata menatapnya tak suka, jelas sekali mereka saling berbisik membicarakan Yora yang masih berjalan cuek menuju kelas. Dia sendiri tidak mengerti, apa satu minggu tidak sekolah akan menjadi bahan gosipan seperti ini? Akan tetapi, gadis itu tetap tidak peduli. Ia sudah membuat tameng untuk tidak menggubrisnya, tebal muka kini ia pasang untuk menahan malu. Namun, kalian jangan lupa, gadis tomboy ini dari dulu memang tidak punya urat malu, bahkan dia pernah menjadi seseorang yang ditakuti di kalangan angkatannya itu, tapi tidak untuk sekarang.
"Yora? Ini lo? Gue gak salah liat, 'kan?" Tepat saat Yora hendak berbelok memasuki ruang kelas, tiba-tiba sambutan dari pertanyaan Argiz memberondongnya. "Akhirnya lo kembali sekolag juga," lanjut Argiz seraya merangkul pundak Yora.
"Apaan sih, lo!" sergah Yora melepaskan rangkulan itu.
"Astaga, lo masih marah sama gue gara-gara keakuan Richard itu?" tanya Argiz memasang wajah masam. "Dengar, Ra. Gue minta maaf, please lo mau ya temenanin lagi sama gue? Lagian, gue juga udah gak ada urusan lagi sama Richard. Setelah gue pikir-pikir, dia emang salah besar, jadi gue juga ngelakuin hal yang sama kaya lo. Ngejauhin dia."
Gadis di hadapannya tertegun, matanya sedikit memicing tampak tak percaya. "Lo yakin?"
"Yakinlah. Kalo lo gak percaya, lo bisa tanya sama Gazzy, dia tau, kok. Cuma ... dia masih tetap mau temenan sama Richard."
"Bagus, deh, kalo gitu." Tungkainya hendak ia langkahkan untuk melanjutkan berjalan memasuki kelas. Seketika seisi kelas terdiam saat Yora datang, tatapan mereka seolah tidak suka, tapi Yora tetap bodo amat.
Berbarengan dengan itu suara Argiz terus memeriahkan rungu gadis itu. "Eh, Ra, lo tau gak? Dua hari ini semua anak-anak sekolah terus ngomongin lo," jelas Argiz berbisik.
Yora sudah duduk di bangkunya, lalu berucap, "Ngomongin gue? Tentang apa? Mereka kaget gue sekolah lagi? Takut gue palak lagi, gitu?"
Argiz menggeleng. "Bukan, tapi mereka ngomongin masalah pertunangan lo yang gagal itu."
"Mereka tahu dari mana?"
Argiz merogoh saku celana, sebuah benda metalik persegi panjang ia ambil dari sana. Tangannya sejenak mengutak-atik benda tersebut dan sekarang terputarlah sebuah video yang membuat Yora sontak menggeram penuh amarah.
"Siapa yang ngelakuin ini?" Pertanyaan Yora terdengar penuh penekanan.
"Gue juga gak tahu, tiba-tiba aja ada nomor asing yang broadcast video ini ke semua anak-anak sekolah kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomboy's Patner
Teen Fiction[[ REVISI SETELAH TAMAT ]] "Ini hidup gue! BEBAS, itu cara gue untuk hidup! Jadi jangan pernah lo berusaha untuk menutup jalan kebebasan hidup gue! Karena lo gak bakalan sanggup untuk hal itu!" -Liora Ersya Violetta- ¦¦ ¦¦ "Kehidupan yang sebenarnya...